30 December 2010

22 December 2010

Sudah

tiba-tiba kangen dengar lagu ini



Dinda...
Semua berakhir sudah
segala rasa yang tlah tertuang
manis mungkin hanyut berdua
di dalam kekosongan mata hati ini

tak satupun yang kusesali
malahan semua hiasi hidup
mungkin setitik perih yang ada
mendewasakan aku dan kamu

dinda...
jangan sesali ini
kamu masih cantik seperti dulu
saat pertama kali kita jumpa

oh dinda...
semua berakhir sudah
mestinya semua terangkum dan

tak satupun yang kusesali
malahan semua warnai hidup
mungkin duri yang pernah tertancap
mendewasakan aku dan kamu
untuk terus dapat melawan badai

21 December 2010

Lagi, posting lirik :(

No I never meant to do you wrong
that's what I came here to say
and if I was wrong then I'm sorry
I don't let it stand in our way

as my head just aches when I think of
the things that I shouldn't have done
but life is for living we all know
and I dont wanna live it alone


coldplay/life is for living

19 December 2010

Wrong Impression


haven't you wondered
why you finding it hard just looking at me?

have you ever wondered
what we've could been if you'd let me in?

I want you but I want you to understand
I leave you I live you...

didn't wanna leave you with the wrong impression
didn't wanna leave you with my last confession of love...

wasn't try to pull you in the wrong direction
all I wanna do is try to make a connection of love...

(Natalie Imbruglia)

17 December 2010

Zahirnya Fanton Drummond

Di tingkat lima-belas dia dan saya turun. Dia membelok ke kiri, dan saya ke kanan. sebelum berpisah, dia menanyakan nomor apartemen saya. Seharusnya saya juga menanyakan nomor apartemennya. Entah mengapa saya hanya berkata, "Saya tidak mengira bahwa sampean juga tinggal di gedung ini". Nada saya tolol.Dan lebih tolol lagi, saya tidak memancing supaya dia mengatakan namanya. Nama Olenka, sebetulnya saja, baru saya ketahui setelah saya bertemu dengan dia beberapa kali.

Setelah peristiwa ini berlalu, saya sering melihat dia menunggu bis, duduk di bangku taman, atau berbaring-baring di padang rumput. Dia selalu membaca buku. Sambil membaca dia selalu mengunyah kacang, kue, sandwich, atau apel. kadang-kadang dia juga menggigit-gigit rumput atau kuku jarinya sendiri. Karena dia tidak pernah menoleh ke tempat lain, saya tidak berani menegur. Kalau bis datang dia langsung menutup buku, kemudian naik. Dan di dalam bis dia langsung membaca lagi. Andaikata saya mempunyai kesempatan untuk menegur, mungkin dia tidak tahu siapa saya. Dari semua gerak-geriknya saya menarik kesimpulan bahwa dia sudah lupa siapa saya.

....

saya pikir, satu-satunya jalan untuk melepaskan diri dari bayangan Olenka adalah berusaha menghindarinya. Tapi saya tidak dapat. Hampir setiap kali saya menunggu bis, dia juga sedang di sana. Setiap kali saya berjalan-jalan dia taman, dia kebetulan sedang duduk di salah satu kursi yang saya lewati. dan setiap kali saya berolahraga lari melintasi padang rumput, dia kebetulan juga sedang menjemur diri di sana. Hanya saya heran, mengapa saya tidak pernah melihat dia di Tulip Tree, gedung raksasa yang memuat ratusan apartemen, termasuk apartmentnya dan apartment saya. Memang dia sering menunggu bis di depan Tulip Tree, tapi saya tidak pernah melihat dia keluar atau masuk gedung ini.

....

Mungkin dia isteri seseorang, tapi saya tidak pernah melihat dia bersama laki-laki. Dan saya tidak yakin cincin apa yang dipakainya. Mungkin yang dipakainya cincin kawin, mungkin juga tidak.

Kesimpulan saya hanyalah, dia mempunyai dunia sendiri. Dalam dunianya dia tidak pernah berbicara dengan orang lain, tidak mau ditegur, dan tidak mau mengusik. Inilah Olenka di luar rumah. Bagaimana dia di dalam rumah, saya tidak tahu.

Ini adalah salah satu petikan 'episode' dalam novel Olenka karya Budi Darma. Saya sangat menyenangi bagian ini, di mana Fanton Drummond, sang narator cerita yang sedang mengalami fenomena 'Zahir', sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Paulo Coelho untuk menggambarkan kondisi manusia yang sedang memikirkan seseorang. Fanton yang baru saja bertemu Olenka, tiba-tiba dipenuhi pikiran tentang perempuan itu, hingga ke mana pun ia menatap, ia selalu merasa 'menemukan' imaji Olenka. Di taman, di dalam bus, di padang rumput, di mana saja.

tadi malam saya membuka-buka lagi novel ini, salah satu novel favorit saya selain Cala Ibi milik Nukila Amal dan The Dublinners karya James Joyce. Saya senang dengan novel-novel yang tidak menitik-beratkan pada alur cerita, saya tertarik dengan kisah-kisah yang menggambarkan kegamangan, keraguan, perenungan, kesatiran, pertarungan keyakinan tokoh-tokoh di dalamnya. Olenka adalah salah satunya...

14 December 2010

Memento


09.12.10: I Love this picture so much :)

11 December 2010

Perjalanan Akhir Tahun: Batam (bag II-selesai)

Cuaca sedang tidak terlalu mendung saat pesawat perlahan mengurangi kecepatan dan menurunkan ketinggian untuk selanjutnya mendarat di Bandara Hang Nadim, kota Batam. Dari atas saya bisa melihat tanah merah bekas galian di beberapa kawasan. Ya, kota ini sedang membangun dirinya menjadi sebuah kota industri.

kami dijemput dan dibawa ke Puri Garden Hotel, kediaman sementara selama kami berada di Batam. Kak Budi, pihak yang bertanggung jawab mengurusi kami, paham benar dengan kondisi dua manusia ini. hotel tersebut dipilih karena berhadapan langsung dengan Nagoya Hills, mal terbesar di Batam, ckckckck...

malamnya, setelah merenggangkan badan yang kaku karena tekanan udara selama di pesawat, kami iseng nyebrang ke Nagoya. Karena lapar, kami menuju lantai 3. eh ujung-ujungnya dapat rumah makan Jawa juga. Asik, bisa makan yang aman, aman di perut dan aman di kantong. tapi yang bikin kami semalaman tidak habis pikir, es kelapa muda yang saya pesan, takrannya bisa dipakai mandi sodara-sodara, hehehehe...

ya itulah malam pertama kami di pulau 'buatan' BJ Habibie ini. meski letih perjalanan masih terasa, kami sangat excited hingga lupa jalan keluar mal, awwee...kesiang. satu hal yang menjadi keluhan saya khususnya Darma yang ternyata diciptakan dengan telapak kaki yang lebih tipis, adalah suhu kamar hotel yang tidak dapat kami tolerir, meski sudah diturunkan ke suhu 30 derajat. hmm...rupanya Makassar yang panas telah mendarah daging di tubuh.

Jadinya, Darma memilih posisi bujur berlawanan dengan saya. bahkan katanya jika dinginnya sudah tidak tahan, ia menggelayut di kakiku yang terbungkus bed cover berwarna hijau. dan ketika dia menceritakannya di pagi hari saya tidak tahan tidak tertawa. saya tiba-tiba teringat dengan sosok 'Mort si Mata Sedih' dalam kisah Penguins of Madagascar. dikisahkan si Mort ini sangat suka pada kaki Raja Julien yang norak-norak bergembira, hehehe...

selama tiga hari sejak Rabu hingga Jumat (8-10 desember) kami menjalani rutinitas pengumpulan data yang selanjutnya akan dimasak jadi profil perusahaan. Alhamdulillah, the people are nice. Tidak ada hambatan berarti yang kami hadapi, kecuali berhadapan dengan orang-orang baru yang kadang tidak bisa terlalu terbuka membeberkan data-data perusahaan. Tapi sesuai petunjuk pak Rizal saat pelatihan jurnalisme bisnis kemarin, akhirnya perlahan-perlahan kami bisa beradaptasi dengan narasumber dengan tipe seperti itu.

awalnya kami menyangka, setelah aktivitas di pabrik selesai, kami bisa berleha-leha keliling kota di episode malam. Ternyata kami terlalu letih dan ngantuk begitu sampai di tempat menginap. Jangankan nyebrang lagi ke Nagoya, bergerak untuk mandi pun rasanya berat, padahal badan sama baju sudah mandi debu semen waktu di pabrik. jadi mohon maaf saja kepada teman-teman yang sudah pesan ole-ole elektronik, sungguh kami tidak berdaya, hiks hiks...

satu lagi hal bodoh yang kami perbuat: kami baru tahu kalau Puri Garden punya fasilitas wifi, pada malam ketiga di hotel. dasar udik cuma bisa nginap di kosan saja, ckckck... tapi menurut Darma kami punya pembelaan terhadap ke-oon-an ini: dua malam lalu, meski ada hotspot, tetap saja tidak bisa onlen karena kecapean, iya kan? hehehe...

Nah pada malam ketiga kami menyempatkan diri mengunjungi tanjung Harbor dengan Singapore view di seberang laut, wuiiiihhh.... sayang sekali ibu darma tidak punya paspor, jadinya kami tidak bisa nyebrang ke sana, ya ampyunnn. Nah, di sepanjang tanjung ini terhampar tempat makan yang dikunjungi oleh berbagai etnis, mulai dari etnis melayu, india, chinese, padang, dan bugis.

menurut informasi yang kami peroleh, kebanyakan dari etnis melayu, india, dan sebagian chinese merupakan penduduk Singapore dan Malaysia yang memilih menghabiskan waktu mereka di Batam. Yang seru lagi, ketika mereka bercengkrama mereka asik dengan bahasa masing-masing. jadi saya dan darma berinisiatif menggunakan bahasa daerah yang kami kuasai, supaya nda dikalahki gang, hehehe....

Karena letaknya yang sangat strategis, Batam menjadi kota belanja untuk para 'imigran' dadakan setiap akhir pekan. selain itu harga barang yang ditawarkan pun lebih murah jika dibanding di negara asal mereka. jadi jangan heran hampir setiap sudut bisa dijumpai berbagai hotel, mal, tempat makan, dan tempat hiburan lainnya. sulit bagi kami menemukan tempat yang sarat nilai historis. kami berencana mengunjungi kampung Vietnam, namun waktu sudah tidak memungkinkan kami untuk berlama-lama.

dan tibalah saatnya harus pulang. saya masih harus bertemu dengan saudara sepupu kakek dari ibu saya, lima jam sebelum pesawat ke jakarta take off. beliau menyayangkan jadwal yang sangat mepet, katanya tidak bisa beli ole-ole buat keluarga ibu saya di Bone. Yah, mau bagaimana lagi, mungkin memang saya harus kembali ke sana suatu saat. Beliau juga sudah menasbihkan kediamannya untuk kami tinggali jika suatu saat menginjak tanah merah Batam.

Oh, Batam, sudah dicatat Tuhan untuk menjadi kota pertama terjauh yang pernah kudatangi. Siapa yang menyangka ada banyak simpul kehidupan saya atau pun Darma di sana. kami sudah menautkannya hingga ada sedikit rasa berat untuk berkata 'sampai jumpa lagi'. Entah kapan saya atau Darma kembali ke sana. Tapi tidak ada keentahan bagi hati saya yang bahagia dengan perjalanan ini. Seperti kata Paulo Coelho: a journey gets you wiser. Semoga... We'll be missing you, Batam. Kita akan bertemu lagi, amin..

PS: fotonya menyusul yaa..


Perjalanan Akhir Tahun: Batam (bag I)

mata terasa sangat berat. badan terasa lelah setelah perjalanan di udara selama lima jam. rasanya ingin langsung tidur, berleha-leha menunggu pagi datang, sekaligus memulihkan tenaga. tapi saya memaksakan diri duduk lebih lama di depan layar komputer sebuah warnet di sekitar kosan. biasannya jam 11 seperti ini sudah sepi, tapi malam ini masih terisi anak-anak belum balig yang melanggar tenggat waktu bermain game (aduh, kok pada tidak belajar sih????).

perut saya agak kembung, akibat tadi tidak sempat sarapan sebelum take off pukul 13 wib. Terus pas tiba di ramsis makassar, saya langsung genjot pake ikan bakar dan sedikit nasi plus dabu-dabu andalan racikan Meike, Mimi, dan Chiko, adik-adik saya di Kosmik. Hufh, jadinya malah kembung, melebihi rasa kenyangnya.

baiklah, sebelum rasa lupa mencakar-cakar ingatan saya sampai habis, saya meniatkan untuk bercerita malam ini saja. perjalanan ke Batam kemarin itu sebenarnya bisa dibilang perjalanan 'dinas'. kebetulan sekarang saya masih berstatus freelance di sebuah majalah internal perusahaan di Makassar.

tercetusnya dinas ini adalah ketika saya, darma, beserta anggota redaksi lainnya rapat tema dan outline untuk edisi selanjutnya. Ketika membicarakan rubrik anak perusahaan yang akan kami angkat, terpilihlah PT Semen Bosowa Batam. awalnya saya sambil bercanda bilang: kayaknya harus ke Batam deh biar lebih afdol. ternyata gayung bersambut. seminggu setelah rapat redaksi, ka Ome sebagai redaktur pelaksana mengabari kami agar siap-siap berangkat hari Selasa (7 des 2010). jadwal ini sebelumnya telah disesuaikan dengan kondisi Darma yang harus menyelesaikan berkas pendaftaran ke salah satu instansi pemerintah, tempat ia akan mengabdikan diri.

seperti yang sudah diceritakan Darma, ini adalah perjalanan pertama kami via udara. maklum, orang udik, tinggal jauh dari kota. Malamnya saya tidak bisa konsentrasi tidur, jadinya saya menghabiskan malam online lewat hape Corby, hadiah ulang tahun saya dari kak Harwan. Paginya, ketika masih menunggu Darma di halte bus shuttle bandara, muka saya rasanya tidak karuan, pegal sana-sini karena tidak tidur sempurna. tapi mau bagaimana lagi, masa saya tidur di halte?

akhirnya Darma datang, saya pun pamit dengan mata yang saya tahan supaya tidak berkaca-kaca menatap pria yang sudah mengantar saya sejak jam 6 pagi itu. kami menanti pesawat berangkat sambil sesekali menelpon keluarga di kampung, redaktur pelaksana, dan pihak yang akan menjemput kami setibanya di Batam.

lagi-lagi saya tidak sarapan sebelum berangkat. hanya berbekal roti isi pisang cokelat yang saya beli pas di pintu 2 unhas, sudah cukup mengganjal perut yang memang tidak terbiasa diisi di pagi hari. saya lupa pinjam mp3 milik ka riza, padahal lumayan kan buat mengatasi stres menunggu pesawat mendarat nantinya. sepanjang udara saya tidak bisa duduk tenang, bawaannya gelisah terus, kepala pusing karena belum tidur semalaman, belum lagi jantung naik turun berbanding dengan kemiringan si burung besi, wihhh. Lain cerita dengan Darma dan penumpang di sebelahnya, mereka malah asik tidur, ckckck...

transit di Soekarno-Hatta, kami hampir ketinggalan pesawat kiranya kami tidak mendengar seorang petugas memanggil penumpang yang akan menuju sumatera. kami sempat terbawa arus rombongan penumpang lainnya. saya dan darma (lengkap dengan tas besar di punggung) harus berlari-lari setelah itu rela bergelantungan di bus yang akan membawa kami ke dalam burung besi selanjutnya...

6 December 2010

trust me... i am a master of letting go

30 November 2010

Darma, si kurus dengan keberanian yang gemuk

Di suatu pagi, jam 9, kurang lebih sebulan yang lalu, saya menyetel tv ke saluran global TV. Stasiun tersebut sedang memutar serial kartun the penguin of madagascar, serial yang diangkat dari dua film Madagascar produksi Dreamworks. Awalnya saya hanya sering mendengar kelucuan serial ini dari teman-teman di kampus. Saya sendiri belum pernah mengikuti kisahnya.

Namun saya menjadi sangat tertarik ketika melihat tokoh Skipper, ketua komplotan pinguin atraktif di sebuah kebun binatang. Saya langsung mengidentifikasikan karakter pinguin tersebut dengan seorang sahabat dekat saya, Darma. Apa yang membuat saya tiba-tiba ‘ngeh’ adalah kelihaian Skipper mengatur strategi, mengorganisir pergerakan sangat mirip dengan karakter sahabat saya itu. Jika anda sudah paham ciri khas skipper, maka anda sudah memahami setengah dari karakter seorang Darma.

Biar saya cerita dulu awal pertemuan dengannya. Pagi-pagi sekali, saat udara masih terasa dingin dan tidak terlalu keras bertiup, di pelataran Baruga Universitas Hasanuddin, ada saya, dia, dan teman-teman dari berbagai kabupaten di sulsel, duduk melingkar. Ya, saat itu kami sedang menjalani prosesi pra-ospek. Darma kebetulan duduk bersebelahan dengan saya. Kami stres berat dikerjai senior. Sebuah botol mineral 600 ml terisi hanya ¼ nya harus digilir. Air tersebut harus kami pakai (maaf) kumur-kumur lalu dimuntahkan kembali ke dalam botol, begitu seterusnya.

Hingga hampir giliran saya dan darma, saya mau menangis dan menahan rasa mual yang bikin kepala pusing. Tapi di dekat saya ada dia yang menenangkan saya dengan kalimat pamungkasnya: ndapapaji em, harus kuat. Sejak itu saya berpikir anak ini punya pribadi yang menyenangkan. Meskipun di awal perkuliahan kami tidak terlalu akrab, tapi ketika lingkaran kehidupan pertemanan semakin mengecil hingga hanya menyisakan saya dan dia, kami mulai merajut mimpi bersama-sama, menertawai kemalasan-kemalasa kami dan mimpi-mimpi yang tampak sangat jauh itu.

Partnership kami seperti Joachim Loew dan Jurgen Klinsmann di timnas Jerman, seperti skipper dan kowalsky di penguin of madagascar, meski sebenarnya saya lebih cenderung ingin menjadi private. Seperti yang saya katakan tadi, ia adalah skipper sebenar-benar skipper, si pengatur dan tukang perintah. Hahaha... tapi jangan salah, karena dengan sikapnya itu, rencana selalu berjalan mulus dan sesuai harapan. Dia selalu bisa diandalkan.

Dia seperti tidak takut pada apapun, jika ia merasa benar. Termasuk kepada salah seorang senior yang sangat kami segani kala kami masih menginjak semester awal perkuliahan. Namun dia seorang yang sangat menghargai orang yang lebih tua darinya. Darma adalah perempuan dengan dua sisi. Ia bisa menjatuhkan mental seseorang dengan cepat, namun di saat bersamaan ia kadang dibutuhkan sebagai penyemangat.

Ia selalu ingin bersahabat dengan kata. Jika kesepian ia selalu mengungkapnya lewat tulisan. Tulisan-tulisannya di blog sangat berisi dan padat serta sarat perenungan. Tidak jarang ia bisa berbetah berlama-lama di depan layar mengendalikan aliran kata-kata di kepalanya. Bagi saya, ia pendengar yang baik dan dia tipe orang yang ingin belajar, meski terkadang ia selalu merasa dibekap rasa malas.

Darma, sang pemimpi yang mencari Fabregas, yang kini menjadi fokus utama perjalanan hidupnya dan kemudi kapal impiannya, kalo bisa dibilang begitu. Ia selalu mendukung niat saya menjadi penyanyi, dan dia juga yakin suara saya lebih bagus dari acha septriasa, hahaha. Ia adalah pelengkap yang baik untuk seorang introvert seperti saya. Teman yang tidak malu diajak gila-gilaan dan adu nyali. Teman yang selalu tampak kuat, tapi jauh dalam hatinya juga bersemayam ketakutan akan nasib hidupnya.


Dia ibarat berlian yang belum di asah, dia sudah punya modal menaklukkan dunia. Ia hanya membutuhkan kesempatan dan kemauan. Kalo nyali saya pikir itu sudah tidak perlu ditanyakan. Saya jadi teringat dengan kalimat: manusia hanya punya dua pilihan: mau atau tidak mau, yang menentukan bisa atau tidak bisa adalah Tuhan. Ia hanya butuh kesempatan, jika mulai lelah, berarti ia sendiri yang harus menciptakannya. Saya yakin kesempatan itu akan datang, menjelajahi benua biru, mencari harta karunnya.

Sahabat yang sedang berulangtahun, saya percaya, hari ini sangat berbeda dengan harinya kemarin, banyak usia yang harus dipertanggungjawabkan, kawan. Ini yang ke 25, seperempat abad. Dan setahu saya, masa depan sudah bisa dimulai hari ini.

25 November 2010



If you're lost
You can look
then you will find me
time after time...

If you fall
I will catch you
I'll be waiting
time after time...

Saya jatuh cinta dengan lagu ini sejak pertama kali mendengarnya, waktu saya masih kelas 6 SD, sering diputar di radio-radio liar di kampung saya. Waktu itu di rumah tidak ada pesawat telpon jadi tidak bisa rikues kalo lagi mau dengar. Kesian kesian kesian...

pengganti?

cinta tidak pernah hilang, ia hanya berpindah wujud. di mana-mana, cinta itu sama saja. cara kerjanya memang sangat rumit jika ditimbang dengan rasa. namun jika otak mencerna tanpa alpa, manusia bisa melihat polanya dengan baik.

saya sangat takut kehilangan, demikian juga jika ada orang yang takut kehilangan saya. pada akhirnya saya paham, Tuhan menciptakan segala sesuatu dengan penggantinya. seperti Tuhan yang telah menciptakan 'lupa'. karena jika tidak, manusia pasti akan terus menerus menderita. meski menurut kaidah logika bahwa tidak ada yang sama di dunia ini, semuanya dilahirkan unik, namun saya tidak akan menyangkal bahwa cinta seperti hujan yang membasahi kemarau setahun. bekas kemarau tidak terlihat lagi dengan hujan itu. atau mungkin kita saja yang tidak mau mengakui hati yang sembuh karena jelmaan cinta lain yang datang berganti.

begitu mudah melupakan sesuatu. ada yang bilang, cukup dengan mencari pengalihan. tapi apakah sesederhana itu?

24 November 2010

Hole

Aku pernah tidak takut memandang matahari. Aku percaya di luar selaput langit yang membungkus bumi, ada negeri cahaya. Saat itu aku lebih yakin matahari adalah sebuah lubang besar bagi cahaya dari negeri itu untuk menerobos atmosfir sampai ke tanah yang kita pijak, digeser dari timur ke barat. Seperti juga biji-biji bintang yang tertata rapi, bagiku mereka seperti lubang-lubang kecil bekas tusukan-tusukan jarum ke permukaan langit lalu. Kini aku takut dengan lubang-lubang besar di permukaan hatiku karena kepergianmu. Akupun tidak menemukan cahaya di sana. Lalu dengan apa aku harus menutupinya duhai engkau yang memberiku kehilangan.

Salahkan aku karena menganggapmu cukup kuat jika aku pergi, yang anggap kau akan tetap kokoh meski badai sunyi yang menghantam, ketika cerita-cerita kita akhirnya sampai ke epilog dan kitab kisah itu harus mengatub. Aku bodoh telah menukarkan rasa tidak tahuku dengan sakit hatimu. Kau tidak mau melihatku kemudian. Tubuhku lalu merasa sengat kala pertama kali engkau memalingkan wajah menjauh. Saat aku setia menunggu mata kita bertemu namun kau tidak melihat apapun kecuali rasa benci yang menjadi-jadi. Sejak saat itu, aku tidak punya pilihan selain menangisi kesepian yang tak ada. Mengenangmu tidak lebih sebuah cara memaafkan diriku.

Ritual

Jam menunjukkan jam 00.38. tanggal 23 november sudah berlalu menuju 24. Ya itulah sebenarnya akumulasi tahun usiaku, bergulir detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, dst. Sejak sepuluh tahun terakhir saya punya ritual sendiri jika menjelang hari kelahiran. Sejak 23 november di 1999, saya rutin menuliskan kisah yang saya alami selama setahun terakhir. Ya, semacam flash back, napak tilas kejadian yang paling membekas dalam kehidupan saya. Hingga tahun 2009 kemarin saya sudah mengoleksi 11 tulisan, sebuah refleksi.

Masing-masing tulisan punya kisah sendiri, entah saya alamatkan untuk diri sendiri, untuk sahabat, untuk pacar, atau bahkan kepada pangeran-pangeran platonis yang teramat jauh terasa. ada saat-saat di mana seseorang merasa idola bisa menyelamatkan hidup. Haha, iya saya mengimani kalimat ini. Idola adalah seseorang yang kita sangka sangat kita kenali dengan baik. tapi apakah mereka tahu? Ironinya inilah yang membuat saya terkadang sangat percaya diri mengalamatkan curahan hati saya kepada mereka, hehe. Itu yang terjadi waktu saya masih smp dan sma.

Koleksi itu masih tersimpan rapi, sesuai dengan urutan tahunnya. Tapi ada satu yang rasanya mengganjal, saya tidak berhasil menemukan catatan saya di tahun 2007. Saya sudah cari ke mana-mana tapi nihil. Saya juga sudah mencoba mengumpul kejadian memorable di momen hari jadi itu, tapi bagian ingatan itu sepertinya terhapus. Catatan harian pun tidak ada jadi saya tidak bisa melacak sama sekali. Ya sudahlah…

Ini adalah catatan ke-12. Jika saya membaca catatan-catatan kemarin, rasanya aneh, senyum-senyum sendiri, tertawa sendiri, dan tidak menduga pada usia tertentu saya sudah bisa lebih bijak dan lebih optimis dari kondisi saya hari ini. itulah salah satu kekuatan tulisan, bisa meluruskan ingatan yang kusut, mencari inspirasi, mencari bagian diri lain yang bisa saling menguatkan.

Apa yang bisa saya ceritakan kali ini? saya tidak ingin menceritakan rasa pesimis yang kerap melanda, ketakutan tidak beralasan, penyakit jiwa yang tidak kunjung sembuh. Tidak ada orang yang ingin terus terjatuh dan orang tidak suka cerita yang memupus harapan. Saya hanya ingin berbagi harapan, berbagi doa, berbagi kekuatan.

Pada akhirnya saya sadar, kehadiran seseorang di dunia adalah Tuhan ingin mengenalkan diriNya pada ciptaanNya. Dulu saya sering menyalahkan keberadaan saya di salah satu episode hidup ini. saya adalah peragu paling hebat di dunia.

Saya ingin meyakini hal ini: segala sesuatu pasti terjadi karena izinNya. Segala sesuatu pasti telah melalui gatekeeping Tuhan. Tidak ada yang sia-sia dengan ciptaanNya. Masih sulit bagi saya untuk yakin dan terkadang membuat saya tersiksa. Padahal Tuhan selalu hadir pada hal-hal yang sederhana.

24 warsa. Memori otak makin makan banyak ruang. Ingatan makin mengembang memberi tekanan ke rongga terdalam kepala. Konsekuensinya paling saya tidak sukai, saya akan terlalu banyak mengenang dan selalu ada sekelumit sesal terselip di antaranya. Itulah tidak enaknya menjadi dewasa (atau mungkin lebih tepatnya: menjadi tua).

Saya ingin berterima kasih kepada teman-teman saya, kepada siapapun yang telah mencoretkan kisahnya di dinding kehidupan 24 tahun ini. percayalah, momen kerinduan terbesar saya kepada teman-teman setelah lebaran adalah ketika saya berulang tahun. Tanpa mereka saya tidak akan menemukan bentuk. Seperti yang selalu saya katakana, teman adalah arsitektur terbaik, cheerleaders paling setia saling mendukung. Teman adalah prisma yang meneruskan terang dan kilau putih matahari menjadi wewarna yang indah untuk dipandang...

Dan dalam doaku, kusisipkan kalian juga:

Ya Allah, perlakukanlah kami dengan baik di sisa umur kami, seperti yang telah Kau lakukan pada umur kami sebelumnya...

23 November 2010

Alter Ego

Sahabat saya Darma menemukan alter egonya pada sosok Karim Benzema (kiri), tulisannya bisa dilihat di sini. Sementara aku menganggap Mesut Ozil (kanan) adalah diri idealku, aku ingin memiliki karakter berjuangnya. Keduanya bertemu dalam satu frame ketika Benzema merayakan gol yang dia cetak berkat assist Ozil, pada pertandingan Liga Champion antara Ajax dan Madrid, 23 Nov 2010. Foto ini sangat cantik, menurutku.

22 November 2010

tidak ada judul

untuknya yang selalu menganggapku hanya seorang sahabat, teman yang selalu dirindukan. seorang yang istimewa namun tidak pernah mengatakan cinta atau sayang padaku, ia hanya ingin menjadi sahabat. seseorang yang selalu salah kuartikan, kuanggap ingin menang sendiri dan hanya memikirkan hidupnya.

bukan saatnya mencari siapa yang salah, semua sudah kau jawab. seperti yang kau bilang semua sudah tersimpan dengan baik...

aku menatap remaja2 sma berlalu lalang di hadapanku, sejenak aku akhirnya sadar, betapa mudanya kita untuk memilih jalan hidup yang pernah kita lewati. aku kadang asik dengan diriku sendiri.

untuknya yang tidak pernah berkata sayang padaku hingga semua berlalu dan hilang

untuknya yang akan berbahagia, tidak lama lagi. aku akan memohon pada tuhan, dalam kesendirianku, dalam kebisuan doa, agar Ia hapus semua ingatanmu tentangku. itu saja...

ini adalah 'selamat tinggal' yang kesekian kalinya. dan aku berjanji ini adalah yang terakhir

17 November 2010

backstage



Way

So let the time goes day by day
With you in my mind
And in the end we will find love
That ease our cry
I will find a way
To breath this dream everyday


(Letto/I'll find a way)

2 November 2010

Lily oh Lily

Oh, how I love her voice so much... Lily Allen

Ujian

Semakin kuat iman seseorang, semakin berat cobaan yang akan menimpanya
semakin lemah iman seseorang, semakin sedikit cobaan yang mendatanginya.

Di antara manusia, ada yang imannya makin bertambah karena ujian yang ia lalui. Sebaliknya, ada pula yang imannya makin berkurang jika mendapat cobaan. Tuhan Maha Tahu siapa yang akan Ia uji dan kapan masanya.

Tuhan tidak pernah memberi cobaan melebihi batas kekuatan manusia

*masih terngiang-ngiang kejadian siang tadi di Puskesmas Sudiang, ketika saya menjadi saksi seorang bocah 3 tahun meninggal tidak terselamatkan, saya tidak sempat melihat tubuhnya yang membiru, berbalut sarung dan tangis tertahan dari sang ibu.

1 November 2010

Bukan Dongeng Malam

Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum
sebelum mereka mengubah sendiri keadaan mereka.


31 oktober malam, seharian saya hanya bergelut di kasur pemberian Dwi, di depan monitor komputer tabung yang sudah beralih fungsi menjadi tivi. Betapa malangnya aku masih merasa diriku begitu: orang yang tidak tahu akan ia apakan hidupnya. Mataku tidak bisa fokus melihat gantungan baju di belakang pintu yang sudah jadi sarang nyamuk. Aku tertidur seperti ayam, lelap tidak, terjaga tidak.

Tulang belakang rasanya tebal sekian jam beradu dengan kasur ketika aku berusaha memaknai hari mingguku yang sepi. Seperti kemarin-kemarin, jika berada di level low point, aku berusaha membangkitkan diri meski lebih sering tidak berhasil. Diari mini yang selalu jadi teman tidurku kuacak-acak halamannya, membaca tulisan lalu, hingga aku sampai pada kesimpulan: kadang tidak ada gunanya menulis diari, diari hanya membuat penyesalan demi penyesalan.

Aku ingin melempar diari itu seperti Cinta melempar buku 'Aku' keras-keras. Tapi aku urung, dinding kamar berbahan triplek, tetangga kamar bisa heboh. Yang lebih penting, aku sering menyelipkan doa di tiap halaman, aku masih takut dosa jika melemparnya.

Dan masih dengan mata yang belum bisa fokus, posisi tiarap, aku mengingat kalimat pembuka di atas. Ingin menafikan, tapi bukankah kita harus yakin pada apa yang kita percayai? Seketika itu juga, duniaku terbalik. Aku terbangun dari tidur, bangkit, tidak lupa mengutuk diri untuk kesekian kalinya. Mengapa aku begitu bodoh selama ini? Obat ragu yang kucari selama ini ternyata begitu dekat.

Aku hanya butuh meyakinkan diri, itu saja, tidak begitu sulit. Bukankah perjuangan dalam hidup adalah mempertahankan keyakinan dalam diri? Bukankah musuh terbesar dalam hidup manusia adalah diri mereka sendiri. Sudah berapa kali hati menjadi pengecut dan mudah dibodohi.

1 November, malam. Aku menemukan diriku di antara riuhnya salah satu titik di jalan raya Makassar, tepat di bawah lampu jalan paling terang yang bisa kulihat. Aku menatap lampu itu, cahayanya menerobos ruang kosong di sekitarnya hingga bisa kulihat isi udara. apakah itu kabut ataukah debu jalan, atau uap ragu-ragu dari hatiku, aku tidak yakin. Aku hanya yakin jika Tuhan masih tidak akan campur tangan dengan nasibku.

Aku menunduk melihat sneaker biruku yang mulai usang. Entahlah, sejak dari tadi pagi aku meyakinkan diri aku terlihat lebih muda dengan sneaker ini. Aku hanya ingin pulang ke kamar, bertemu lagi dengan kasurku...

Nida, Sang Penghidup Hati

Buat seorang pesimis seperti aku, bertemu dengan sosok Nida adalah sebuah berkah. Sejak pertama kali bertemu dengannya, aku tahu dia akan menjadi sosok yang menonjol di kalangan angkatan 2004. Karena itu kata-katanya selalu kami dengarkan. Dia seorang penggerak yang baik.
waktu yudisium, Nida kedua dari kanan

Itu hanya sedikit dari cerita tentang Nida. Kami memanggilnya Bunda karena dia serba bisa: masak, menjahit, atur-atur barang (??), seorang pendengar yang baik, teman gila-gilaan yang bisa diandalkan. Bagiku pribadi, Nida adalah seorang yang mampu membangkitkan semangat untuk melakukan hal-hal terbaik yang bisa kami lakukan. Tidak ada satupun kata-katanya yang pernah menghancurkan mimpi-mimpiku. Ibarat air, Nida telaten dalam mengolah semangat kami agar tidak mudah menyerah.

Oleh karena itu, saya selalu bahagia tiap kali bertemu dengannya. Selalu saja ada inspirasi dan kekuatan baru setelah berdiskusi. Kecerdasan dan penguasaannya terhadap suatu topik tidak usah dipertanyakan. Ya, pengetahuannya melampaui umurnya. Ah, Jika saja aku bisa menjadi seperti dirinya, optimis, cerdas, percaya diri, dan lebih suka mencari jalan keluar, tidak seperti aku yang lebih suka mencari jalan buntu sebuah masalah.

Satu hal lagi yang paling membekas tentang ibunda gaul ini: she's a Christiano Ronaldo die hard fan. Saya ingat ketika rombongan Manchester United rencana bertandang ke Indonesia pertengahan 2009, Nida sudah meneguhkan tekad untuk hadir di Istora Senayan, bertemu dengan sang pangeran platonis. Tapi sayang sekali itu tidak terjadi, Ronaldo keburu pindah ke Real Madrid. Hmm...

the wedding

Nida, Nida, Nida... Perempuan luar biasa yang selalu berhasil menghidupkan hatiku dari kematian harapan-harapan. I could never found somebody like you. Semoga Allah senantiasa menghidupkan hatimu, menjaga mimpi-mimpimu seperti yang telah kau lakukan, tidak hanya padaku tapi pada semua sahabat-sahabatmu... Semoga Allah memberimu kekuatan untuk melakukan lebih banyak kebaikan di dunia ini..

Lov you Nida, this writing is purely intended to let you know how much you mean to me, to us. Happy bestest day *hugs and kisses

24 October 2010

Kecepatan Suara

Maaf ya, lagi tidak ada bahan belakangan ini, bisanya posting lirik lagu saja. Tapi saya suka sekali lagu ini, seriusss...

How long before I get in?
Before it starts, before I begin?
How long before you decide?
Before I know what it feels like?
Where To, where do I go?
If you never try, then you'll never know.
How long do I have to climb,
Up on the side of this mountain of mine?

Look up, I look up at night,
Planets are moving at the speed of light.
Climb up, up in the trees,
every chance that you get,
is a chance you seize.
How long am I gonna stand,
with my head stuck under the sand?
I'll start before I can stop,
before I see things the right way up.

All that noise, and all that sound,
All those places I have found.
And birds go flying at the speed of sound,
to show you how it all began.
Birds came flying from the underground,
if you could see it then you'd understand?

Ideas that you'll never find,
All the inventors could never design.
The buildings that you put up,
Japan and China all lit up.
The sign that I couldn't read,
or a light that I couldn't see,
some things you have to believe,
but others are puzzles, puzzling me.

All those signs, I knew what they meant.
Some things you can invent.
Some get made, and some get sent.

Birds go flying at the speed of sound,
to show you how it all began.
Birds came flying from the underground,
if you could see it then you'd understand,
ah, when you see it then you'll understand?

(Coldplay/Speed of Sound)

17 October 2010

Mimpi dan tertawa

kita bermimpi lalu tertawa
namun tahukah kau,
tawa mereka seperti lautan
menyisipkan kita ke palung terdalam

tapi mereka tidak paham
kita bisa menjadi hujan
yang akhirnya menciptakan garam

teruslah bermimpi
lalu tertawa lagi
biar lelahnya membangunkan kita
bahwa hati yang terpaku
bisa tercerabut
melintasi laut, hujan
meski ia tidak akan menjadi garam
ia akan berakhir pada mimpi
yang selalu kita tertawakan

*buat singiku

Pencuri

Finally, the greatest thief of all the time is....

Waktu telah mencuri semua dari manusia lalu mengembalikannya dalam bentuk kenangan. Seberapa detail, seberapa akurat pun manusia mengingat, kenangan itu tetap kenangan. Bagai jualan di etalase, jarak antara manusia dan kenangan bagai dua dimensi yang dibatasi oleh selembar kaca tebal tembus pandang. Bisa dilihat tapi tidak bisa direngkuh. Namun manusia mau saja menghabiskan uang dan hidupnya hanya demi sebuah kenangan.

Things pass, and the best we can do is to let them really go away

Malino, Forks van Celebes

Jika bukan karena status mahasiswa, mungkin saya tidak akan pernah menginjak tanah Malino. Zaman-zaman SMP/SMA saya hanya bisa mendengar cerita teman-teman tentang pengalaman mereka di sana. Mau sekali ke sana, apalagi seorang teman duduk di SMP mengajak saya untuk melanjutkan sekolah ke salah satu sekolah favorit SMA 2 Tinggimoncong yang kami lebih kenal dengan nama SMA 2 Malino.

Saya sudah meneguhkan niat mengikuti segala proses untuk bisa sampai ke sana. Tapi takdir berkata lain. Tepat di tahun saya akan masuk SMA, kakak saya yang paling tua harus menjalani takdirnya di Saitama dan kakak kedua saya juga harus melanjutkan sekolah di kampus UH. Kata ibu, saya harus 'mengalah' dulu T_T

Kesempatan pertama saya dapat ketika saya dan teman-teman menjalani final ekskul Do Gojukai di semester I (januari 2005). Saya tidak tahu di antara rombongan tiga bus, mungkinkah saya satu-satunya yang belum pernah ke Malino. Tapi saya bahagia. Pertama kali ke sana, saya sudah mengikrarkan diri untuk selalu kembali. Dan itu memang terjadi lagi. Tepatnya ketika adik junior saya di kosmik (2005 dan 2006) mengadakan Bina Akrab. Dua kali, dan saya selalu ikut.

Entah magnet apa yang rasanya selalu menarik kaki-kaki ini menjejaki tanah Malino. Terakhir kali saya ke sana pada bulan April tahun ini saat menghadiri akikah putra pertama Ka Ishak. Saya merasakan kebahagian tersendiri melihat jalan yang berkabut hingga sulit dilalui kendaraan, heran dengan teh hangat yang tiba-tiba dingin karena suhu udara, pada pemandangan yang sangat menyejukkan mata. Berada di sana seperti berada di dimensi lain. Saya cinta pada keheningan, kesejukan, nuansa hijau, kemurnian udara, pada bunga mawar 'asli' yang tumbuh di tepi jalan, pada sinar matahari di sore hari setelah hujan, pada ketinggiannya di mana saya bisa membiarkan rasa bimbang melayang.

Saya selalu ingin kembali ke sana...

14 October 2010

Temanku, Si Beruang Madu

Begitu mudah untuk akrab dengan satu orang ini. Dia bisa diajak bercerita tentang apapun. Tidak usah ditanya seberapa fasihnya dalam soal musik mancanegara, he is a freak. Ia pernah ‘membentak’ waktu memutar mp3 di rumah seorang teman ketika kami yang masih angkatan baru di kosmik melakukan persiapan acara persembahan di bina akrab. Dia bilang selera musikku aneh, karena waktu itu saya putar lagunya Bon Jovi, hahaha...

tampak samping (ampunka seniooorr!)

Ukuran tubuhnya memang agak jumbo, that makes him very easy to recognize. Ia adalah orang dengan mood yang tidak bisa ditebak. Kadang sangat antusias dan kadang bête minta ampun, dan lagi lagi akupernah menjadi korban sifat moody nya itu. Pernah suatu hari di kampus, masih maba, di koridor, aku datang mengeluh padanya, tapi yang aku dapat ‘bentakan’ lagi, aduh aduh… mungkin karena waktu itu aku belum terlalu mengenalnya.

Ia sering mengaku kalau ia adalah tipe individualis, lebih senang melakukan segala sesuatu sendiri. Hmm…sarcastic aye? Sebab itu ia tidak pernah menyusahkan teman-temannya. Satu hal lagi ia suka tertawa dengan keras (saingan 1-2 dengan dwi). Ya, selain karena ukuran tubuhnya, ia begitu mudah dikenali dari jauh karena tawa kerasnya yang seperti berirama.

tampak belakang (agak-agak suram)

Oh iya, Iqko adalah mantan penyiar radio di Makassar, he is (or was?) a radio star. Seingatku ia mulai menyiar ketika lulus SMA, di sebuah stasiun radio yang selalu ia banggakan. Ia suka memutar lagu untuk kami anak-anak RUSH kapan pun ia sempat. Dan aku yakin, ia pasti juga memutar sebuah lagu untukku ketika aku berulang tahun, iya kan Iqko? ^^

Iqko-lah yang mengorganisir teman-teman angkatan kami untuk memberi ucapan selamat ulang tahun di sebuah buku mini yang ia buat sendiri, plus sekeping compact disc berisi lagu-lagu favoritku. Itu adalah kado ulang tahun terindah yang pernah kuterima (juga kado mukena dari sahabat terbaikku, Madi). Saya masih menyimpannya sampai sekarang, meski di beberapa bagian tulisannya mulai kusam dan luntur. Semoga bukan persahabatan kita yang luntur, teman.

tampak depan (akhirnya...)

Aku yakin dengan hal itu, dia adalah sebaik-baik teman. Ia akan selalu ada setiap kali seorang teman membutuhkannya. Ia adalah ‘tong’ sampah yang berisi masalah-masalah dan uneg-unegku. Ia sangat setia kawan: temanku adalah temannya, dan musuhku adalah musuhnya juga. Ia tidak pernah menegaskan itu, tapi aku bisa melihatnya dari sikapnya selama ini. Aku rasa itu sudah cukup menggambarkan keutamaan seorang Iqko.

Hari ini ia berulang tahun. Yang aku sesalkan, sampai hari ini aku belum bisa memberinya kado, apalagi yang bisa sebagus kado pemberiannya dulu. Beberapa hari yang lalu aku menulis di wall-nya: aku merasa terlupakan, hiks hiks…”. Sebenarnya aku bercanda, aku tahu ia sangat sibuk. Tapi meskipun sibuk ia pasti masih akan selalu menyempatkan diri untuk mentraktir kami atau sekedar kongkow-kongkow tidak jelas, hehehe..iya kan Iqko?

tampak seluruh badan (betul kan kata saya? hehehe)

Selamat hari jadi, sobat. Semoga terberkati hari-harimu ke depan. Hanya Allah yang akan membalas kebaikanmu selama ini. Semoga panjang umur hingga kita bisa bertemu lagi di tahun-tahun depan supaya aku bisa memberimu kado ^^.

4 October 2010

Penghuni Baru Kamarku

Semua gara-gara mau nonton bola. Saya bela-bela angkut monitor bekas milik ka Patang dari kamar kak Bento plus menjarah tv tuner milik adikku, kasi kerjaan buat kak harwan perbaiki antena supaya kualitas gambar bisa bersih. Setelah utak atik sana sini selama hampir satu setengah jam, voila!!! akhirnya bisa nonton La Liga di tvone. Tapi dasar antena rakitan, stasiun lain yang menayangkan Premier League dan Kualifikasi Euro 2012 tidak bisa tertangkap dengan baik. Besoknya saya nyalakan lagi berharap sudah bersih. Thank God, RCTI sudah bagus meski masih banyak noise-nya, masih cukup jelaslah untuk melihat wajah Phillip Lahm, hmm...

Sebenarnya adik saya punya tivi di kamar. Tapi sejak tiga minggu lalu tidak berfungsi jadi ia simpan saja di 'gudang. Saya lalu berinisiatif memmbawanya ke akang pemilik warung asli Sunda di sekitar kosan saya. Tiga hari kemudian saya datang lagi, ternyata mesti dicarikan spare part, pesan dari Jakarta. Soalnya TV saya itu jenis TV lama yang belum pake remote infra merah, masih pakai remote manual. Tahu kan, yang pake gagang sapu atau tongkat pramuka itu, hehe.

Si Akang minta supaya TV nya disimpan dulu biar kalo barangnya sudah ada bisa langsung diperbaiki. Saya meng-ok saja, pasrah. mau beli tivi baru dapat duit dari mana? sampai akhirnya saya berkunjung ke ramsis dan melihat monitor tabung nan cembung nganggur. Pikir-pikir daripada tidak terpakai lebih baik dibawa saja.

Saya termasuk orang yang tidak uptodate dengan menonton berita. I'm not into politic or economic. Jengah. Empat hari belakangan ini, tiap menyalakan tivi, saya langsung disuguhi adegan penyergapan ini penyergapan itu. Belum lagi kalau jelang tengah malam: makin malam makin "kuning". Waduh!!!

Tapi beda kali ya kalo tv saya bisa menangkap siaran HBO atau Star Movies, hmm... bisa-bisa saya tidak keluar kamar seharian.

Pumi dan Kuma

Wajahnya punya dua penghuni: tawa dan senyum. Terakhir kali aku melihat sipitnya bengkak ketika mamanya sedang sakit. Setelah itu tidak pernah lagi kulihat, tangis itu telah pergi. Ia selalu tertawa meski bos waktu ia bekerja pernah memarahinya. Dia suka cekikikan sendiri. Dia tidak pernah punya maksud jahat mencelakai orang di luar dirinya. Dan dia selalu ingin membuatku optimis.

Oleh karena itu saya tetap tidak bisa menangis waktu ia mau pamit bersama suitcase dan rice cooker-nya berangkat ke Jakarta. Saya mau adegan yang sedih, tapi ia terus tertawa dan cekikikan, dan itu lebih kuat pengaruhnya daripada air mata yang tertahan sejak dari tadi. Jadinya seharian saya tidak berbicara kepada siapapun. Ada yang bilang tangis yang tidak terlihat lebih perih daripada yang terlihat. Hiks hiks...

Karena dia blog ini bisa lahir. Ia sangat senang waktu saya akhirnya bikin blog juga, dua tahun setelah ia eksis duluan. Hufh, apalagi yang bisa kuceritakan tentang Pumi. Oh iya, satu hal, berteman dengannya sangat menyenangkan. Kenapa? Karena dia bisa membawa diri dengan baik, jadi saya tidak perlu susah-susah mengurusinya kalau ia menginap di kamar saya, hihi.

Pumi, maaf aku hanya bisa memberimu buku resep bekas, malah halamannya mulai terkelupas karena lembab. Aku ingat kau pernah bilang ingin memasak selama di Jakarta nanti. Semoga kau bisa bertemu dengan idolamu Dewi Lestari. Perkenankanlah saya menitip pesan buat Reza Rahadian jika kau sempat bertemu dengannya, katakanlah: Tunggu pembalasanku, Reza. Haha, tentu kau tahu apa maksudnya, Pumi.


*pumi dan kuma adalah panggilan keponakan Dwi buatnya dan buat saya

2 October 2010

Pizza Freak

Saya selalu bersyukur diciptakan dengan lidah yang gampang beradaptasi dengan berbagai jenis makanan. Perut saya juga bisa mencerna dengan baik makanan yang mungkin baru pertama kalinya saya cicipi. Termasuk pizza. Saya baru menyentuh makanan ini di awal tahun 2008, saat kebetulan bertemu dengan teman di MP (padahal saya sudah 4 tahun tinggal di Makassar saat itu, dari mana saja?) I love pizza. I'd die for a pan, haha...

Sayangnya, kalau salah pilih jenis pizza kolesterol saya bisa naik tanpa diminta, piuh... Makanya setiap kali beruntung (ditraktir teman atau senior), saya pasti pesan dengan kola, karena katanya kola bisa menetralkan kadar kolesterol yang baru masuk dalam tubuh. Belum dibuktikan secara medis sih, tapi saya sendiri sudah mencoba dan taraaa... saya tidak akan menolak kalau ada yang mau traktir lagi, hihihi...

Selama ini jika ada teman yang berbaik hati berbagi rezeki, pasti saya orang pertama yang menyarankan untuk ke kedai pizza saja, di mana pun itu di Makassar. Tapi sayangnya, di geng ada seorang teman yang sangat anti-pizza. Katanya tidak cocok dengan perut pribuminya, hehe. Makanya tiap kali saya bersikeras makan penganan dari negara menara miring ini, akan ada sedikit gurat-gurat keberatan di wajahnya. Mostly, saya menyerah.


Tapi waktu Iqko traktir di kedai pizza di kawasan boulevard, mau tidak mau ia harus beradaptasi. Tidak usah saya ceritakan ya bagaimana teman saya ini membelah lembar pizza dan perjuangannya menelan pizza hingga irisan terakhir. Saya tidak berhenti tertawa dan memandangi ekspresi kegundahan di wajahnya, hehe. Yang jelas, setelah satu pan personal di depannya habis dilahap, ia tiba-tiba mengajak saya bermain bola. Lho? Katanya, para pemain bola di negeri Pisa makan pizza dulu baru main bola. Huh, ada ada saja... :D

25 September 2010

Membela Tuhan

Tuhan tidak pernah menginginkan makhlukNya berbuat buruk. Tuhan juga tidak menciptakan manusia tanpa pilihan bebas. Orang yang berbuat zalim terhadap sesama tidak pernah diinginkan Tuhan, hanya manusia zalim saja yang tak berbuat adil dengan apa yang sudah diberikan termasuk menggunakan tubuhnya berbuat lalim.

Mustahil Tuhan zalim pada ciptaan-Nya

17 September 2010

Dari Najwa Shihab

Tidak sengaja melihat tweet Najwa malam ini, dapat link, browsing browsing, eh jadinya dapat gambar di atas. Di golongan manakah anda? :)

Suri


sangat suka dengan pemikiran beliau
suatu saat saya akan meminta suami menamai
salah satu anak kami dengan namanya:
Hossein Nasr

Ozil dan Filosofi Ikan Mas

Ada sebuah dialog menarik dalam film Big Fish: seekor ikan mas bisa tumbuh lima kali lebih besar jika ia hidup di kolam dibanding jika ia tumbuh di dalam akuarium. Jika didedah, adagium ini bisa berarti, semakin besar dan semakin luas dunia yang seseorang datangi, maka semakin besar pengalaman, tantangan, dan hasil yang akan ia dapatkan.

Kira-kira itulah filosofi yang saya coba ingin lekatkan pada sosok Mesut Ozil, aktor lapangan tengah Skuad Jerman pada Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Sebelum perhelatan kabisat itu berlangsung, Ozil hanya di kenal di beberapa kalangan Eropa khususnya Jerman, negara yang dibelanya. Namun tengoklah ketika panggung akbar tersebut berakhir, dunia tiba-tiba mengenalnya sebagai bintang yang bersinar.

the shirt speaks louder :)

Terlepas dari fenomena recite Koranic verses sebelum turun ke pit yang membuat jutaan muslim turut bangga padanya, dunia patut mengingat Ozil lebih dari itu. Ia adalah pemain dengan potensi dan talenta luar biasa. Kalo kata Coldplay: a big fish in a little pond. Ia adalah ikan mas yang akan tumbuh lima kali lebih besar. Sejak pertama kali mengenal kulit bundar, ia sudah berkali-kali pindah dari satu 'aquarium' ke 'aquarium' lainnya. Pengembaraan itu sudah saatnya mengantar ia mencari wadah yang lebih besar, not just in a little pond.

Ketika saya mendengar Ozil hengkang ke Madrid, saya punya firasat jika makhluk ini akan benderang. Ozil telah memilih kolamnya. Well, saya bukan penggemar Real Madrid, saya tidak tahu apa-apa tentang klub ini, tapi yang saya tahu Madrid adalah salah satu klub besar di dataran Eropa jika mendasarkan penilaian pada piala-piala yang telah mereka raih selama ini.

Banyak yang menyayangkan keputusan Ozil, banyak pula yang meragukan kapasitasnya kelak jika sudah di klub. Semua tahu, sebelum kedatangan Ozil, Madrid sudah bertabur pemain tengah, bahkan kesannya mubazir dan sia-sia membeli pemain keturunan Turki itu. Belum lagi persaingan antarpemain yang lebih sering menjadi faktor penentu baik-buruk jalannya sebuah pertandingan.

Namun firasat saya akan bahwa ikan mas ini akan menjadi besar, perlahan-lahan mendekati benar. Dalam dua pertandingan terakhir yang dilakoni Madrid, Ozil selalu menjadi starter dan menjadi inspirasi tim tampil impresif dan meraih kemenangan. Selain karena keakuratannya membaca lapangan, Hal lain yang membuat rekan setim, pelatih, dan madridista senang adalah kepribadian pemilik jersey 23 ini. Ozil bukanlah tipe Ronaldo yang lebih suka pamer skill individu dan egois dalam mengolah bola. Dia adalah pemain yang lebih suka berdiri di belakang striker.

Kegemilangannya menembus jantung pertahanan lawan meraih hati madridista yang dikenal ketus bahkan terhadap pemain Madrid sendiri. Sejauh ini cerita yang menimpa Ozil adalah cerita indah. The Cinderella Man. Buntutnya, dari dua pertandingan tersebut, tiap kali pelatih menarik Ozil pada menit-menit akhir, saat itu juga Santiago Bernabeu bergemuruh tepuk tangan mengantar sang pemain hingga keluar lapangan.

bersama Jose "Mouth"rino :P

Si ikan mas sudah menemukan kolam yang tepat, si kolam pun menyukainya. Ozil hanya harus pandai-pandai bertahan agar bisa terus "tumbuh" lima kali lebih besar. Iya kan?

What makes a man?

Kabar baik datang pagi tadi, perasaan jadi campur aduk, tiba-tiba tidak konsen mengerjakan tugas. Namun dalam hidup manusia, selalu ada yang terasa datang terlambat. Begitupun yang sedang saya alami. Sejak setahun lalu saya lulus dan belum dapat pekerjaan hingga saya memutuskan melanjutkan sekolah untuk mengisi kekosongan. Berita baik itu tiba-tiba datang.

Guundah dengan pilihan-pilihan di hadapan. Saya pernah sangat mengharapkan pekerjaan itu. Di sisi lain, kini saya sedang mempersiapkan diri meneruskan sekolah. Ya Allah, Engkau menggelitik perasaan ini. Pada akhirnya saya harus memilih, saya tetap akan menuju kolam besar itu untuk berenang
.

16 September 2010

Random Notes

On your journey to your dream,
be ready to face oasis and deserts.
In both cases, don't stop (Il Grande Paulo Coelho)

I might be walking this far
But the desert is just a so-huge burning land
God, help me through out this hot bubbles
I need to believe that You will

Just a moment, this time will pass


13 September 2010

Uncertainty


Kinda curious about this movie. Mau nontoooonnn...

11 September 2010

Lighting A Candle

Banyak alasan untuk marah, tapi lebih banyak alasan untuk meredam marah. Kira-kira inilah pelajaran moral yang selanjutnya mengantar saya pada pelajaran moral lainnya di hari ini. Saya hendak marah pada teman-teman SMA yang siang/sore tadi nyekar ke nisan salah seorang sabahat kesayangan kami, tanpa memberi kabar sedikit pun. Saya baru tahu saat secara tidak sengaja bertemu salah seorang dari mereka malam ini, di warnet ini.

Saya sedih dan marah. Jauh-jauh hari saya memang sudah meniatkan untuk ziarah kubur sahabat kami itu. Tapi yang terjadi saya merasa ditinggalkan, terlupakan. Mungkin saya marah karena alasan terakhir: merasa terlupakan oleh teman yang selama ini saling menguatkan. Hal ini makin dikukuhkan oleh kenyataan bahwa sebenarnya saya bisa pergi sendiri bersama bapak yang kebetulan berkampung tidak jauh dari lokasi makam Melisa, sahabat kami.

SMS komplain bernada 'murka' dan kecewa sudah selesai saya ketik dan siap kirim. Saya menarik napas panjang, jarang sekali saya menunjukkan amarah pada teman-teman sendiri. Akhirnya saya meletakkan hape, menatap layar komputer sembari mengumpulkan alasan-alasan kenapa saya tidak boleh marah, kenapa saya harus men-delete pesan teks itu.

Saya malu pada diri sendiri, saya marah lebih karena perasaan 'terlupakan' atau 'terabaikan'itu, bukan karena saya tidak bisa nyekar. Betapa tidak enaknya perasaan itu. Tapi pada akhirnya saya harus memaafkan dan memaklumkan kondisi ini, berusaha menyalakan lilin agar gelapnya amarah ini bisa hilang. Berusaha menenangkan pusaran ego yang meraja. Saya mestinya malu, ingin marah karena demi membela ego sendiri. I need to be stronger at this....

10 September 2010

Lingkaran (Lebaran yang Sepi)



Aku bisa mendengar halus tarikan napasnya. Ia tergeletak kelelahan mempersiapkan penganan Idul Fitri hari ini. Sebenarnya aku juga sudah kelelahan. Sejak kemarin duet maut dengan ibu sudah menguras tenaga. Ya begitulah yang sering terjadi di keluarga kami. Hidangan lebaran yang biasanya siap di pagi hari sebelum shalat Ied, kami baru bisa selesaikan kurang lebih satu setengah jam setelah balik dari mesjid. Semua rasanya serba buru-buru. Tapi begitu makanan sudah siap, rasanya tidak adil saja melihat banyaknya waktu yang tersita demi waktu makan yang cuma sekitar sejam, weleh weleh... Tapi itulah ibu, beliau tidak pernah mengeluh, aku yang suka mengeluh.

Sebelum aku melangkah ke warnet, teman sekamar Ilham di Makassar, Hendra, datang berkunjung. Dari cerita-cerita mereka aku bisa menangkap sebuah pesan yang sebenarnya mungkin tengah menimpa diriku, atau mungkin orang lain di luar sana. "Nda tahu mau kunjungi siapa", kata Hendra. Lah, aku baru saja memikirkannya tadi pagi. Teori Lingkaran itu mungkin memang ada benarnya. Aku merasa lingkaran sosialnya perlahan mengkerut. Teman yang dulu slalu menyita waktuku di rumah, kini seperti menghilang, sibuk dengan keluarga masing-masing, urusan masing-masing, dsb dsb.

Aku juga sibuk dengan kesendirianku. Entah mengapa tiba-tiba aku jadi malas bertemu dengan orang-orang. Setelah ibadah Ied tadi, aku buru-buru meninggalkan mesjid, di mana jemaah tengok kiri kanan mencari wajah-wajah familiar. Aku malah mempercepat langkah, menghindari bertemu mata dengan teman-teman TPA semasa kecil, menyembunyikan wajah dengan sengaja menutup mulut pura-pura menghalangi debu asap kendaraan yang tidak begitu ramai saat itu.

Beberapa teman SMA yang kebetulan berkumpul di momen tahunan belum kukabari juga, kecuali mengirimkan pesan template berisi ucapan selamat hari raya. Duniaku sedang malas tapi kadang aku suka...

Anyway, I didn't mean to screw this Holy Day. Aku hanya tidak menyangka perasaan seperti ini bisa saja datang tiba-tiba. Let me 're-tweet' a tweet of Paulo Coelho, dan semoga doa-doa yang terpanjat hari ini menjadi doaku juga, Amin. Allah Bless You, Eid Mubarak, everybody...

Eid Mubarak! May Allah protect our dreams; to dream is a way of praying (Paulo Coelho,

biar Rancho yang wakili yaaa..

4 September 2010

Jelang Lebaran Kali Ini

Hari ini hari sabtu, Rabu depan sudah lebaran. Kuliah memang belum libur, tapi hasrat mudik tidak dapat dibendung. Jadilah, sebagian kalangan mahasiswa memilih pulang kampung, menambah jatah libur yang tidak lebih seminggu. Hasrat ingin pulang itu juga menghampiriku. Aku jadi tidak konsentrasi mengerjakan tugas-tugas yang selama ini telah menahanku di Makassar.

Pada Ramadhan tahun-tahun kemarin, setiap 10 hari jelang Idul Fitri, ibu atau bapak pasti akan menelpon meminta aku pulang membantu pekerjaan rumah. Ya macam-macam, dari pel lantai, membersihkan langit-langit dari jaring laba-laba yang menjamur, cuci gorden, dan bikin kue. Kali ini aku belum menerima titah pulang. Terakhir kali ibu menelpon, ia malah bertanya “Lebaran di Bone ji to?” Aduh, sebegitu sibuknya-kah aku hingga tidak bisa melewatkan Idul Fitri di kampung sendiri?

Aku belum sempat menanyakan kabar kue-kue lebaran ibu. Mungkin sudah selesai. Beliau sangat telaten, rajin, dan punya perencanaan. Meski sudah berumur, ia masih bisa mengerjakan tugas rumah tangga sendirian. Kadang kesal juga kenapa saudaraku laki-laki semua, tidak bisa diharapkan menangani pekerjaan dapur (sorry, gentlemen).

Karena Tuhan selalu Memberi Peluang yang Sama

Tiap pagi jelang siang, saat saya masih mengumpulkan nyawa yang beterbangan selepas tidur, ia akan mengeluarkan suara penanda bahwa ia telah datang. Suaranya nyaring, tidak berteriak tapi powerful. Ia adalah penjual sayur keliling langganan ibu-ibu dan mahasiswa di sepanjang jalan sahabat dan jalan sejati di mana saya tinggal hamper lima tahun lamanya.

Saya baru sekali membeli dagangannya, saya tidak begitu familiar dengan wajahnya. Yang sepat terekam, kedua lengan dan kakinya legam tersiram matahari. Tiap kali dia berlalu di depan kosan saya, dia pasti turun dari sepeda kumbangnya, sekedar jaga-jaga siapa tahu calon pembeli terlambat memanggil. Di kepalanya setia bertengger caping pelindung ganasnya panas matahari Makassar yang makin hari makin membara. Dia tidakmengenakan celana panjang, dia memakai celana selutut lalu dibungkus dengan sarung.

Ada juga penjual ikan, jadwal berjualannya hampir menjelang tengah hari. Saya pernah beli ikan padanya waktu saya masih semangat-semangatnya masak di kosan. Mungkin karena saya yang tidak jeli memilih ikan, atau karena ikannya terlalu lama terkena sinar matahari sepanjang perjalan sang penjual, ikan yang saya masak jadinya tidak sesuai harapan, mau dibuang juga takabbur. Sejak itu saya keukeuh tidak mau lagi membeli ikan-ikan jualannya lagi. Saya merasa egois sendiri, Daeng itu sudah jauh-jauh datang dari Pampang lalu ke pelelangan ikan hingga sampai ke Tamalanrea, sementara saya untuk mendapatkan makanan tinggal keluar rumah, pilih, lalu bayar. Rasanya sangat tidak adil.

Sebut saja mereka Pak Sayur dan Daeng Penjual Ikan. Mereka tidak pernah belajar motivasi hidup, tapi jam 4 pagi sudah bergegas mencari dagangan untuk kemudian dijual kembali. Mereka tidak perlu membaca untuk tahu kenapa orang mesti mensyukuri hidup, kenapa manusia tidak boleh menyerah. Saya kasihan tiap kali salah satu dari mereka berlalu, saya bisa melihat sayur dedaunan mulai layu atau ikan-ikan mulai tidak segar.

Satu hal yang sering membuat saya tertegun, tiap kali saya bertanya mengenai persaingan dengan sesama penjual. Mereka akan selalu menjawab: Semua orang punya rezekinya masing-masing. Tiada keluhan, tiada saling sikut. Sungguh sebuah keyakinan yang telah membuat mereka bertahan dengan mata pencarian itu, meski begitu melelahkan . Peluang itu selalu ada, tinggal bagaimana mencarinya. Sebuah keyakinan yang telah membuat kulit-kulit mereka gosong, kaki-kaki mereka seperti batu-batu retak, dan sepeda kumbang andalan yang peleknya mulai bengkok.

Saya lalu teringat ucapan salah seorang senior seperti ini: “kau lihat pedagang koran di perempatan? Biar sudah sore dia tetap tawarkan korannya, biar peluangnya orang mau beli itu sedikit sekali. Tapi mereka percaya pasti akan ada yang beli.” Sementara saya, kesempatan itu jelas di pelupuk mata, saya malah membiarkannya terbang. Siapakah sebenarnya yang lebih kuat?

Tuhan tidak bisa dijangkau dengan pikiran

“Tuhan hanya memberi apa yang kita usahakan,” kata Yuyu, adik juniorku di kampus. Kata-kata ini merasuk dengan cepat seperti kecepatan cahaya. Seperti baru disambar petir. Saya jadi teringat dengan sebuah kalimat “Jika engkau berjalan selangkah ke arah Tuhan, maka Dia akan berjalan 1000 langkah ke arahmu.”
Bagaimana mau mendekat, saya belum membuat langkah apapun.

Denting


Aku sengaja menutup wajah dengan kedua tangan, mungkinkah ia mengenali hanya dengan melihat raut tubuh yang dibungkus kain pemberiannya. Ia menarik kedua tangan itu lalu merangkulku hati-hati. Ada yang salah, baju pengantin dari kain satin itu sangat mengganggu, licin. Dan masih dalam pelukan itu telingaku mendengar anting panjang menjuntai yang ia kenakan berdentang sekian kali. Merdu ditambah bebunyian hiasan-hiasan lain, kalung, gelang, dan hiasan rambut. Mudah sekali mengenali suara perhiasan pengantin yang saling beradu.

Sepuluh tahun lalu aku bertemu dengannya. Dipertemukan di sebuah ajang pencarian siswa SMP berprestasi, kami mewakili sekolah masing-masing. Ia duduk di bangku paling depan sementara aku di belakang. Ia selalu mengatakan saat itu aku sangat cantik dengan rambut wavy-ku, sambil memainkan jari mengikuti pola spiral. Ah dia bohong, dia yang paling cantik di kelas itu.

Saat itu ia pasti tidak menyangka akan menikah sepuluh tahun ke depan. Dan saya ada di hari bahagia itu, apalagi bertindak sebagai anggota persekutuan pembawa cincin, cincin seukuran jari tengahku hadiah pernikahan untuknya.

*dan sebulan lalu aku menulis ini tapi baru bisa diposting :) Maaf telat Dwi

Loew Them


this is the most fashionable coach!!! Joachim Loew, minta syalnya dong, Herr.
and down below is the coolest captain everrr!!!! Mein Freund, Philipp Lahm
Bis Bald, Leute...

28 August 2010

My Most Notable Scenes of 3 Idiots

Sepertinya ini akan jadi postingan dengan halaman terpanjang, hehe. Saya suka sekali film ini, entah tadi sore sudah ke XX (baca: eks eks, bukan 20) kalinya nonton. Di bawah ini adalah adegan paling mengharukan buat saya, nonton berapa kali pun pasti bawaan sedihnya terus terasa. Speechless, saya tidak bisa berkata-kata lagi, biar capture ini yang bicara, meski buat yang belum pernah nonton, konteksnya tidak dapat.

Perdebatan pun terjadi, rencananya mau upload juga adegannya cuma kepanjangan, hehe. Saya SKIP saja ya..lompat ke adegan ini:


Buat yang baru mau nonton (apalagi yang punya banyak dosa sama orang tua) siapkan tisu banyak-banyak.