29 April 2010

Komedo

Mungkin karena saya jarang bercermin, saya jadi tidak sadar kalau komedo di wajah ini ternyata sudah menjamur. Saya lalu tergoda dengan produk pengangangkat komedo yang sering lalu lalang di tivi. Sebenarnya saya kapok dengan produk-produk yang menawarkan ini itu setelah insiden ganti sampo yang bikin volume rambut saya berkurang setengahnya.

seorang teman beberapa tahun lalu juga pernah mengingatkan, hati-hati menggunakan pengangkat komedo (semacam plester yang dipasang dihidung). Katanya, komedo malah makin bertambah. saat itu saya tidak terlalu peduli, mengingat komedo belum singgah di wajah saya.

Bermodal edukasi iklan pencuci wajah itu, akhirnya saya membeli satu tube 50 ml. Di produknya tertulis 'buktikan dalam waktu seminggu'. Seminggu berlalu, perubahannya memang ada. Bukannya berkurang, komedo-komedo nakal itu akhirnya menghuni bagian wajah yang sebelumnya sehat-sehat saja. pemakaian masih saya lanjutkan, berharap itu hanya efek awal penggunaan.

Ternyata, saya 'kecapean' menunggu. Tube kedua tidak sanggup saya habiskan. Saya hanya bisa meringis lebay "kenapa ini harus terjadi????"

"Awas kak nanti infeksi", kata Wani, peserta mata kuliah ekskul jurnalistik (belum genap sebulan saya masuk jadi kopel, hehe). Ia tersenyum-senyum melihat sedari tadi saya mengorek-ngorek kulit wajah area bawah mata. "Habis mau diapa lagi", jawab saya tanpa melihat ke arahnya. Seumur hidup, rasanya baru kali ini saya mengobrol tanpa bahasa verbal yang menunjukkan perhatian pada lawan bicara.

Entah sejak kapan masalah kulit wajah menjadi momok buat saya. Komedo ini begitu mengganggu. Saya jadi berpikir untuk menggunakan sticky tape (bahasa keren dari isolasi) supaya komedonya bisa terangkat (walau perih). Atau ada saran lain barangkali? Hehehe

Please komedo, leave my face alone..

27 April 2010

My Friend's getting married

You'll never know how time do your life. Maaf kalo tata bahasanya salah. saya hendak berkata, betapa waktu sanggup menyimpan ragam misteri dan kejutan tak terduga. Waktu mampu melunakkan badai, apapun (walau Amy Lee berkata 'there's just too much that time can not erase'. Dengan adanya waktu, Tuhan ingin perlihatkan betapa hati manusia dapat berubah, entah itu butuh waktu lama ataupun dalam hitungan kedipan jantung.

Salah seorang teman SMA, yang dulunya tidak begitu akrab, mengabariku bahwa ia akan segera menikah. Saya pernah agak sakit hati waktu ia tidak mau menerima ucapan selamat ulang tahun dariku. Pengalaman itu sudah aus oleh waktu, kini saya senyum-senyum saja jika mengingatnya. Ya, bagaiamana pun, kenangan lebih indah dalam ingatan.

I didn't know what time hide from me. Saya tidak tahu apa yang disembunyikan oleh waktu, hingga saat saya bertemu lagi setelah kurang lebih enam tahun tidak bersua. Kami bisa akrab, persis teman lama yang tidak pernah bertemu. Semoga saya bisa menghadiri pernikahannya, Mei ini

22 April 2010

horizon

dirimu seperti malam yang menelan matahari
dengan lahap engkau habiskan sedihku yang berlimpah-limpah

19 April 2010

The Reason is Donnie Yen

Adakah Donnie Yen dalam ingatan masa lalu Anda, seperti ketika kita menyebutkan nama Jet Li atau Jackie Chang, dua jagoan dalam kisah-kisah film mandarin? Saya tidak. Mungkin waktu kecil saya pernah melihatnya dalam Once Upon a Time in China II, di mana dia adu bela diri melawan Jet Li yang nauzubilah kerennya saat itu. Tapi saya baru ngeh kemarin,saat saya menyaksikan potongan adegan pertarungan itu di Youtube.

serial yang terkenal itu tapi tidak pernah saya nonton *sigh*

Well, I'm not kinda chinese movies freak. Tapi, dalam kurun sebulan ini, saya sudah menyelesaikan lima film yang dibintangi aktor kelahiran Kanton ini: Ip Man, The Founding of A Republic, Bodyguards and Assassins, Hero, dan yang teranyar, 14 Blades. Tersirat sedikit keluhan, bisa-bisanya aktor ini luput dari pengalaman inderawi saya di masa kecil, tidak seperti dua nama populer lainnya yang saya sebutkan di atas.

where else can you find this kind of sight?

Donnie punya pembawaan karakter yang sangat khas hampir di tiap filmnya. Sulit menemukan lekukan-lekukan ekspresi serupa di wajah aktor lain. Soal Martial Art-nya? Sudah, jangan ditanyakan lagi. Successfully, he makes both Jackie and Jet Li look ridiculous. He's a truly martial artist. Mungkin tidak berlebihan jika saya mengatakan Donnie adalah alasan saya beralih, kembali menyaksikan film-film mandarin dan perlahan mengurangi asupan film-film Hollywood dan Eropa, hehehe...

looking forward to it, worth 'give a try'!

Sekarang saya tidak sabar menantikan Ip Man 2, bagian kedua dari trilogi semi-biografi Ye Wen, yang lebih dikenal sebagai guru dari Bruce Lee. Rencananya film ini akan tayang perdana di Cina pada 29 April ini. Semoga saja Cinema 21 di Makassar mau memutar filmnya, please yaaa...

14 April 2010

Blackout

Taken from Absolution, better listened in the dead of night ;)

don't kid yourself
and don't fool yourself
this love's too good to last
and i'm too old to dream

don't grow up too fast
and don't embrace the past
this life's too good to last
and i'm too young to care

don't kid yourself
and don't fool yourself
this life could be the last and we're too young to see

11 April 2010

Too Much Love Will Kill You*

Kau selalu mengajrkanku bersabar dalam segala hal. Tidak ada gunanya memaksakan diri pada sesuatu yang kita tidak kuasa padanya. Katamu, sabar itu pada dua hal, pada apa yang sangat kita inginkan dan pada apa yang sedang menimpa. Apa yang menimpaku kali ini adalah aku ingin masalah ini segera berakhir. Lazimnya, tidak butuh sejam setelah konflik itu, kita akan menertawakannya dalam pesan-pesan pendek kita.

kali ini aku ingin bersabar, mungkin engkau butuh ruang dan waktu tuk redakan marah yang tak terencana itu. terlalu banyak aku dalam hari-harimu pasti buatmu jenuh, walau kau tidak mau mengakuinya. Aku bukan manusia sempurna, aku hanya sebuah kepingan yang tidak sanggup menutupi kehampaan di hatimu.

Maafkan kekerasan hatiku, juga kepalaku yang membatu pada ucapanmu. Semoga dengan kesabaran yang kau ajarkan, keduanya dapat luruh dan tenggelam dalam lautan maafku dan maafmu.

Kamar Pengantin

Wajahmu mirip Nia Ramadhani yang populer itu. Aku baru sadar kau mirip dengan dia kala melihat salah satu foto close up dirimu. Foto ukuran 2R berbingkai hijau. Rambutmu panjang tergerai. Mata dan hidungmu? Aku yakin waktu pembagian dua indera itu, kau dan dia mendapatnya bersamaan.

di sebelah foto itu ada dua jam pasir kecil berdampingan, pasirnya warna hijau. Di rak bawahnya sejajar bahuku, ada jam alarm dengan model unik yang tidak pernah kulihat sebelumnya, warna hijau. Tepat di sebelahnya lagi, ada mainan -pasti bukan milikmu- warnanya juga hijau. semuanya hijau. Di sana, beberapa meter di hadapanku, engkau juga berwarna hijau. Eh, maksudku, baju pengantin yang kini bungkus tubuhmu.

Aku terpaku melihatmu duduk mengipas-ngipas wajah. Sesekali tanganmu yang dilukis pacar menghapus keringat di wajahmu yang kini dibalut make up mahal. Dikelilingi ibu pengantin dan kongsi tante, engkau menanti kedatangan seorang lelaki yang tidak pernah kukenal. Di sini, aku juga sedang menunggu sampai engkau sadar aku datang.

Akhirnya lirikan itu milikku. Tapi astaga, bola matamu juga jadi hijau. Kau tersenyum, tepatnya senyum heran campur kaget, kenapa aku bisa ada di sini. Lalu dengan manja kau hantam aku dengan kipas dari kayu cendana. Sedikit tanyamu, sedikit juga jawabku. Ya ampun, kukira waktu kan hapus semua luka yang kita gores bersama. Tidak cukup tahun aku menata waktu hingga menjadi angin ribut yang sanggup runtuhkan bangunan egomu.

Hatimu tetap terbalik seperti terakhir kali kau pergi. Kau kini adalah karet gelang kehilangan daya elastis. Sikapmu tidak bisa kembali ke posisi normal yang kudamba selama ini. Senyummu kaku, tapi mungkin karena lipstik tebal itu begitu mengganggu. Dan meski begitu, parasmu masih seperti Nia Ramadhani. Ingin rasanya aku memajang foto perempuan itu berdampingan dengan fotomu, agar kau dan yang lain yakin sepertiku, tidak ada bedanya antara kau dan dia.

Begitulah, lalu kau berpaling lagi. Sebenarnya aku ingin memotret kita berdua, tapi aku terlalu malu meminta pada orang-orang di kamar pengantinmu. Aku hanya memandangi konde serta bando berkilauan tertanam di sanggulmu. Tidak ada tanda-tanda engkau akan menoleh, apalagi meminta tinggal sampai lelaki itu datang menjemput. Jadi kuhirup saja udara di ruangan ini, sebanyak-banyaknya, sedalam-dalamnya. Suatu saat kelak, aroma ini sudah kukenal. Tiap kali aroma ini hinggap di hidungku, aku bisa mengenang masa ini.

Aku melangkah keluar berbaur dengan undangan lain. Genderang tiba-tiba ditabuh dari kejauhan. Dentumannya tidak cukup kuat runtuhkan gumpalan kecewa yang kubawa-bawa sejak keluar dari kamar itu. Selang berapa detik, kecapi dan biola mengambil alih. Lelaki yang tidak pernah kau kenalkan itu sudah datang. Seorang ibu lalu lalang dari tadi. Perempuan gelisah ini adalah ibumu. Ingatkah kau, dia tidak terima aku pernah menyakitimu. Sepertinya dia masih tidak terima kenapa aku hadir di pesta ini.

Undangan di sebelahku tidak berhenti merokok. Ia tidak sadar, bajuku jadi bau asap. Ingin aku menegur, tapi lagi-lagi aku malu menegur orang yang tidak kukenal. Kutebarkan pendangan mencari sepenggal wajah yang mungkin kukenal. Tidak ada. Semua larut dalam khidmat ikrar yang diucapkan oleh lelaki yang tidak pernah kau kenalkan itu.

Aku melihat mayamu tertempel di dinding, engkau termenung menunggu. Cuaca sedang cerah, jadi bayang dari LCD itu tidak begitu jelas. Mataku lalu menerobos kaca jendela mencari-carimu, namun sia-sia.

Itu dia, akhirnya aku melihat lelaki yang tidak pernah kau kenalkan itu. Tubuhnya juga berwarna hijau sepertimu, tapi matanya tetap hitam. Sejurus kalian berdiri menyambut tamu, berfoto bersama karena ditawari ibumu. Aku tidak paham, sedari tadi aku di sini, ia tidak sekalipun memberi sapa. Tadi aku membawa senyum dari rumah, kusiapkan khusus buat foto kita hari ini. Tapi senyum itu diambil ibumu lalu dirobek-robek. Ia menancapkan kerangkeng baja setiap kali ia melangkah. Kau tidak bisa kujangkau.

Aku pulang dengan kekecewaan yang bertambah. Kau terlalu sibuk hari ini hingga perasaanku ini bukanlah sebuah masalah. Aku harap kau bisa melihatnya di sorot mataku, saat foto kita sudah tercetak. Kalau kau atau ibumu itu tidak mau menempelnya di album pernikahanmu yang megah, tidak masalah. Memalukan memang, aku satu-satunya undangan yang tidak memakai alas kaki saat difoto.

Aku hanya minta foto itu kau pasangi bingkai hijau lalu kau pajang berdampingan dengan fotomu yang mirip Nia Ramadhani itu. Tapi maukah kau?