15 November 2011

Who do you think you are?
Runnin' 'round leaving scars
Collecting a jar of hearts
And tearing love apart

It took so long just to feel alright
Remember how to put back the light in my eyes

(Christina Perri)

11 November 2011

It has always been up to me
Now it is turning around it's up to you

31 October 2011

Hujan menaungi hatiku, hujan menyelubungi kesepianku, hujan melindungiku dari panah rindu yang datang bertubi-tubi #edisigalau #again

GWS Mar ;)


Kamis, 29 Oktober kemarin, temanku Mamar untuk kedua kalinya masuk rumah sakit lagi. Sampai-sampai suster di Stella Maris sudah hapal dengan wajahnya :P Aku sendiri baru tahu kabar itu esoknya, saat pagi-pagi tiba di kantor, aku mengubek-ubek TL di Twitter, terselip pesan agar cepat sembuh dari teman-teman kepada perempuan aseli Toraja ini.

Aku langsung menelpon Mamar, memastikan kondisinya. Vertigo menyerang hingga ia sempat terjatuh di rumahnya. Aku memutuskan menjenguk segera setelah jam kantor usai, sambil berpikir kira-kira apa yang bisa kubawa buat Mamar. Dan pilihan jatuh pada Ratu Mendoan (she was dying for it :):), di depan Makassar Golden Hotel (MGH). Lucky me, lokasi RS dan tempat beli mendoan bisa ditempuh berjalan kaki.

Mumpung sudah sore, sunset sebentar lagi, aku memilih berjalan kaki menikmati pemandangan Losari. Ah laut, akhirnya aku bisa mencium aromanya dari dekat, bukan dari ketinggian kantor tempatku bekerja. The shore could always bring memories. Aku pernah menghabiskan waktu duduk-duduk memandangi air laut, believe it or not, laut bisa menetralisir kepenatan, atau dalam istilah yang paling dimengerti: G-A-L-A-U hehehehehe....

Tiba di kamar 307, aku disambut Nunu, Buyung, Echa, dan Patrick. Ya, ampun aku tidak bisa membayangkan gaduhnya kamar ini karena mereka. Yakin dan percaya, bertemu pria-pria ini pasti jadi sehat karena tiada berselang menit, mereka selalu membuat tertawa :D Dan selalu membahagiakan bertemu dengan kawan-kawan yang selama ini terpisahkan oleh rutinitas.

Mamar masih tampak lesu, tapi aku yakin ia tetap berbahagia dikelilingi orang-orang yang setia menjaga saat jauh dari keluarga. Tuhan bersama orang-orang yang merantau, Mar ;) Aku menyerahkan bungkusan mendoan dan ternyata pemirsah, kami para penjenguklah yang menghabiskannya, hadeuh!! *tepokjidad.

Get well soon sweetheart, you're a lot stronger than you think you are. I dont really believe in medicine, not like I believe that togetherness is the real cure. God Bless You :*

24 October 2011


sometimes, only by remembering could be the greatest gift

21 October 2011

Kangen


Maaf kemarin aku lupa ulang tahunmu,
mungkin engkau belum mengenal 'marah'
jadi kau biasa-biasa saja oleh kealpaanku
ataukah mungkin kau tidak rindu
jadi terasa biasa dan kau tidak protes

one thing, hari ini aku mencium aroma tanganku
aku tiba-tiba teringat padamu

besok-besok kita harus ketemu yak!!!

20 October 2011

Sometimes I just need somebody to tell me whether I was wrong or right, am I good or bad, should I go on, stop, or stay... I know I got it all... but...

14 October 2011

Someone Like Him


Salah satu momen terindah dalam hidup, setiap tahun, adalah merayakan hari ulang tahun. Mungkin aku perlu mengganti kata 'merayakan' dengan kata 'mengenang', jauh terdengar lebih sederhana dari sekedar pesta yang menghambur-hamburkan materi -aku selalu ingat celoteh teman: merayakan kematian yang makin dekat? Wuih... dalem...

Ya, mengenang... Apa yang sudah berlalu, salah benar, baik buruk, sukses gagal, jatuh bangun, tawa tangis. Kadang tidak ada bedanya ya teman. Semua telah dan akan terus menemani perjalanan panjang sebelum bertemu dengan Sang Pemilik Segalanya. Dan yang paling menyenangkan dari hari ulang tahun adalah kehadiran atau perhatian dari teman-teman dekat. Mengingat, mungkin terdengar sangat sederhana, namun ada makna besar di baliknya...

That was in November 2005, saat aroma dan dingin hujan masih tersisa dan mengendap di kulit. Ruang kuliah yang dipenuhi kursi kayu, aku lupa tepatnya kami sedang mengikuti kuliah apa waktu itu. Semester tiga. Ya, masa-masa kuliah sangat mengesankan, hingga jika harus menceritakan ulang, saya tidak tahu harus memulai dari mana...

Lalu seseorang dengan perawakan beruang datang menghampiriku, menyerahkan a handmade diary, covernya dibalut kain denim, terdiri dari beberapa halaman yang isinya aseli tulisan tangan. Dia memang terkenal dengan tulisan tangan yang rapi dan mengusik mata #eh. Padahal jarinya besar-besar lho, kasian pulpennya, apalagi kalo pake pulpen pilot atau pulpen langsing lainnya. Hehe...

Aku mati rasa tiba-tiba, dalam arti, saya tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Ternyata lembaran-lembaran itu berisi testimoni dan ucapan selamat ulang tahun dari teman-teman angkatan, yang selama ini sudah merasakan suka duka menjadi mahasiswa, dari ospek, bina akrab, figur. Dari teman-teman sesama perantau, hingga mereka yang asli warga Makassar dengan senang hati menyambut kami. Isi pesannya macam-macam, membuat hati ini "tergelitik", senyum-senyum sendiri, sometimes ngakak to the max, more like a mixed feeling...

waktu itu hape belum banyak beredar... jadinya pake telpon rumah.. sekarang rumah basecamp itu sedang direnovasi.. always wanna go back there again :')

Tidak hanya itu, di dalamnya ada satu keping CD ROM berisi 12 lagu soundtrack of my life, yang sering kami nyanyikan bersama jika sedang break kuliah. Kini, ia sangat menggandrungi Adele..., saya menyayangkan kenapa penyanyi cantik itu baru muncul saat masa-masa kuliah sudah berlalu, jika iya, pasti akan terjadi penggalauan massal di sepanjang koridor kosmik, hehehe..

Aku masih menyimpan kado itu (thank God waktu itu belum ada Twitter, hampir tidak dapat kado itu :P) meski beberapa tulisannya agak luntur karena kesalahanku menyimpannya di bagian kamar yang lembab. Aku bersyukur, masih bisa terbaca dengan jelas. Tidak akan kutukar dengan apapun. Sementara lagu-lagu di keping cakra padat itu masih tersimpan di laptopku.

lirik lagu siapa sajakah ini?

Hari ini, 14 Oktober, @iQko_ -yang demi membuatkanku diary itu harus membajak satu-satu teman berdasarkan urutan absen, berulang tahun. Tahun ini, timbangan umurnya menunjukkan angka 26. There's gotta be more to live buddy... Kalo kata Lifehouse: Dont be alone... Dont be afraid of what you are... Just look around.. everybody's someone... and yes! There isn't SOMEONE LIKE YOU....

Doaku tidak banyak, aku hanya berharap dan memohon pada-Nya semoga kehadiranmu selalu membawa kebahagiaan untuk keluargamu, sahabat-sahabatmu, or maybe to those who've cracked your soul. Bukankah orang baik selalu dirindukan kehadirannya? ;)

Enjoy your day... Selamat melayani permintaan-permintaan traktiran , hehehe

P.S: Segala yang tertuliskan tidak akan sia-sia, kelak ia akan menjadi pengingat, saat ingatan mulai melemah atau kesibukan telah mengambil alih. Terima kasih sudah merekam jejak-jejak kebersamaan yang kini bisa ku-rewind kapan saja. Ganbatte!!!

30 September 2011

Awal dan akhir kadang tidak ada bedanya. Siang dan hanya terpisah satu detik, barat dan timur adalah satu, di selembar garis tipis cakrawala...

Sunset Kampung Popsa
29 Sep 2011















Sunrise from my sanctuary view,
27 Sep 2011

19 August 2011

Buat Ara


Mungkin engkau sedang tertidur di buaian ibumu saat aku sedang mengetik tulisan ini. Sudah sejak seminggu lalu benakku dipenuhi keinginan untuk menyapa. Terakhir kita bertemu di Sudiang malam itu, aku tidak berani mendekatimu, aku sedih jika harus pamit, apalagi pada ibumu yang telah menemaniku selama ini. Oh, aku sungguh tidak suka pamit, membayangkan perpisahan di depan mata sungguh mengiris-iris hatiku. Aku selalu berdoa semoga engkau senantiasa sehat dan tidak kekurangan sesuatu apapun.

Jika pun ada kekurangan, itu pasti adalah kau belum bisa mengingat apa yang kau alami di awal-awal kedatangmu di dunia ini, sejak kau masih berumah di rahim hingga lahir. Semua bayi begitu, ibumu dan aku juga tidak punya ingatan seperti apa kami saat seumuranmu. Tapi ibumu akan mengingat semua masa kecilmu, ia sudah mengikat ingatan bagaimana engkau sering muntah karena kebanyakan minum ASI, bagaimana lelapnya engkau tertidur di pangkuannya saat ia menulis tentangmu.

Jadi, izinkanlah aku untuk berbagi ingatan tentangmu dan apa-apa yang terjadi di masa sebelummu. Biar kuceritakan pertemuanku dengan ibumu. April 2000, ada seorang perempuan berparas ayu duduk di bangku paling depan ruang kelas sebuah SMP di Watampone, kota kelahiranku. Kami dipertemukan dalam sebuah lomba Siswa Teladan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. Aku masih ingat jelas ekspresi wajahnya saat ia mendapat giliran membawakan pidato yang menjadi bagian penilaian. Sepertinya ibumu canggung berbicara di depan kami dan siswa-siswa tingkat SMA yang kebetulan ikut menyaksikan sesi ini. Ibumu sangat cantik soalnya, Ara. Dengan senyum malu-malu khas perempuan, ia tampak berjuang segera menyelesaikan pidatonya agar ketegangan itu juga berakhir.

Kami sempat bercakap-cakap, aku akhirnya tahu ia berasal dari Lapri, sebuah kecamatan yang pasti kulalui jika aku ingin ke Makassar. TIga hari sudah cukup bagiku untuk merekam memori tentangnya hingga aku bisa mengingatnya saat kami bertemu lagi empat tahun kemudian, tepatnya Agustus 2004. Kali ini kami dipertemukan di Baruga Universitas Hasanuddin, ya, kami ternyata akan menjalani kuliah bersama-sama di Ilmu Komunikasi, di mana ibumu akan bertemu dengan ayahmu, kelak setelahnya.

Tahukah kau Ara, kesan pertama bertemu lagi dengan ibumu? Saat itu kami baru saja habis shalat Zuhur di mesjid Ramsis, saat aku menoleh ke arahnya untuk pertama kali, aku seperti melihat malaikat. Kau dan ibumu mungkin menganggap ini kuberlebihan, tapi itulah first impression dirinya. Ibumu seolah sparkling, ada bintang-bintang kedap-kedip di sekelilingnya.

Saat aku berusaha mempertemukan ingatan waktu SMP itu, ibumu malah tidak ingat apa-apa. Waduh… Tapi belakangan ia akhirnya ingat juga. Waktu aku protes kenapa ia bisa lupa, ia memberi jawab yang bikin saya urut-urut dada: “Soalnya kau lebih cantik waktu SMP, apalagi dengan rambut spiralmu itu..” Hahaha..separah itukah perubahanku? Lalu setiap kami mengulang ingatan itu, ia menambahkan , “Bukan Em, waktu itu kita masih polos, lugu, dan tidak berdosa, tidak seperti hari ini…” Then we ngakak together.

Empat tahun masa kuliah plus tiga tahun kami jalani bersama… Ibumu adalah perempuan impulsif, ia mengikuti ke mana hatinya pergi dan selalu berjuang keras mewujudkan keinginannya, 180 derajat dariku. Itulah mengapa aku selalu bersemangat jika bertemu dengannya, hadirnya seolah menularkan optimisme buat seorang aku yang derajat kepesimisanku sangat tinggi. Ia periang, memandang segala persoalan bisa selesai dengan cekikikan. Sampai-sampai aku bertanya ini anak pernah menangis atau tidak??? Hanya sekali aku melihat matanya bengkak, saat nenekmu berpulang Mei 2008.

Saat mengandung dirimu, Ibumu sering menginap di kamar kosanku dekat kampus. Berada di kamar sebuah rumah semi permanen, kami kepanasan bersama-sama, bangun kesiangan bersama-sama, sampai kak ipah menegur, katanya tidak baik untuk pertumbuhanmu. Tapi begitulah ibumu..dan aku juga..kadang datang perilaku batunya, batu tidak punya telinga kan, tidak mendengar, hahaha…

Di kamar ukuran 2x3 itu pula kami merekatkan mimpi-mimpi dan kutukan-kutukan kami di langit-langitnya yang berplafon rendah. Tahukah Ara, beberapa di antaranya terwujud, ibumu akhirnya bertemu dengan Dewi Lestari, penulis favoritnya, sementara aku? Ada sebuah kutukanku yang bekerja nak, seandainya aku bisa memberitahumu sekarang… Kelak jika penasaran kau bisa mencariku, hehe..peace..

Banyak orang yang menilai ibumu sebagai seorang princess, or maybe a queen… Diam-diam kami menertawai penilaian itu, masih di kosanku juga, saat malam makin galau. Baik ibumu dan aku percaya kami lebih dekat dengan perumpamaan tukang sihir, the bad one dalam kisah-kisah dongeng. Ia kerap menantangku melakukan hal-hal ekstrim, selama itu tidak sampai membuat kita mati. Aku jadi ingin menyalahkan ibumu jika aku sudah berbuat sesuatu yang memenuhi karakteristik ekstrem, hehehe…

Ibumu juga punya keganjilan, ia perempuan romantis. Ia melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan seorang laki-laki terhadap pasangannya. Dari situ pun aku tahu, ada bagian dari hatinya yang sangat rapuh, entah, aku berusaha menghindari bagian itu. Aku ingin mengabadikannya sebagai si periang, the extremist, the brave heart.

Selama engkau hidup di tubuhnya, ada beberapa kejadian yang melintasi masamu. Bulan Maret, posisi bulan paling dekat dengan bumi, aku punya foto ibumu berlatar belakang bulan purnama itu. Lalu, bulan Mei ada Lunar Exclipse, gerhana bulan terlama sejak 300 tahun lalu, dan yang paling akbar dan dirayakan 2 milyar penduduk dunia, apalagi kalo bukan Pangeran William menikah dengan Kate Middleton, yuhuuu…

Lalu engkau lahir di hari ulang tahun ibumu, 2 Agustus. Aku sudah bisa membayangkan suatu saat kelak, kalian berdua memakai topi kerucut duduk di depan meja menghadap sebuah kue ulang tahun bagian atasnya penuh lilin, lalu bertepuk mengiri lagu ulang tahun, aku bisa melihat kasih ibu dan anak itu. Berbahagialah engkau, lahir dari seorang ibu yang sangat menyayangimu.

Masih banyak ceritaku, tapi aku mencukupkannya sementara sampai di sini. Aku membuatkanmu mesin waktu ingatan. suatu saat kau sudah besar, entah adakah getar rasa menyertai saat matamu menyisir huruf demi huruf ini. Aku sependapat dengan ibumu, ibu-ibu kami mengabadikan kami dalam ingatan-ingatan mereka, jadi saatnya bagi kami mengabadikanmu dalam tulisan dan dengannya engkau bisa bertamasya memori kapan saja kau mau suatu saat :)

Much Love,

Titi Emma

19 June 2011

7 April

sejak turun dari bangunan berlantai lima atau enam ini, hingga menyusuri sepanjang jalan brigadir M.Yusuf, kedua tanganku masih terlipat di dada. sesekali merengkuh erat lengan sendiri, memeluk tubuh yang dingin oleh sisa-sisa hujan dari langit. Aku tidak takut dengan hujan, aku tidak keberatan udara dingin menyentuh punggungku. Pelukan ini untuk jaga-jaga. Cukuplah remuk saja kurasa jantungku, tidak perlu berjatuhan di tanah. Aku menahannya di dada bersama sesak yang tak kunjung reda.

Angkutan kota berlalu silih berganti, memanggil-manggil untuk naik. Kali ini aku sudah tidak bisa mengangkat tangan sekedar memberi kode tidak akan naik. Sesekali suara klakson menyengat telinga saat aku tidak sadar langkahku ternyata menghalangi jalan mereka.

Kekosongan menyergapku, entah dari mana datangnya. Tidak kudengar lagu yang sering bermain di kepalaku, aku tidak bisa mengingat satu bait pun dari semua lagu yang sudah menemaniku selama ini. Jiwaku pergi entah ke mana... Tidak ada yang bisa kumaknai bahkan sakit yang kutopang sejak dari tadi tiba-tiba terasa hambar, detak jantung yang memaksaku semalam tidak tidur hingga pagi perlahan melambat. seperti menggenggam busa sabun, habis satu persatu, meski basahnya tetap terasa.

"Apa kau mencintai ayahmu?" tiba-tiba telingaku mengiangkan pertanyaan ini.

pertanyaan seorang teman perempuan yang pernah sering menjadikan kamarku tempat bernaung. Ia menanyakannya di sebuah malam, kala kami rebahan memandang langit-langit kamar yang rendah. Tanya itu lalu diterbangkan desau kipas angin, memberiku jeda untuk berpikir sejenak.

"lebih besar dari rasa engganku bilang cinta padanya", jawabku masih dengan menatap langit-langit. Malam itu aku tidak bisa terlelap mengingat ayahku.

di sepanjang jalan ini, ketika kesadaranku sudah kembali berpijak di kepala. aku tiba-tiba sangat merindukan Bapak. jauh waktu aku masih kecil, aku mematut diri di depan cermin saat ia baru saja pulang kerja. Aku menghambur ke arahnya. Bapak mendudukkanku di pangkuannya yang masih hangat karena diguyur matahari. Belum sempat melepas jaketnya, ia tersenyum melepas karet gelang di rambutku yang masih tipis, mengurainya lalu berkata 'anak perempuannya Bapak tidak boleh dandan, nanti ada yang ambil."aku tidak mengerti maksudnya, aku hanya termangu.

Alih-alih mencium pipi atau keningku, ia malah menggendongku lalu berpura-pura ingin melemparku keluar dari jendela. Jika sudah puas melihatku tertawa atau ketakutan, ia menaruhku di lantai, lalu aku pun bergelantungan di lututnya terseret mengikuti ke mana ia pergi..

Dan kedua tanganku masih akan merangkul bahuku sendiri, meski itu tidak cukup sanggup membuatku terlelap malam ini, karena aku sangat merindukan bapak....

11 June 2011

Jarak

ada saat jarak kita bersentuhan, kau di sana, aku di sini mengikat punggungmu dengan tatapan tanpa henti sedari tadi. apa kau merasakan jarak aman itu beririsan. Aku dapat merasakannya saat engkau makin menjauh, entah dengan beberapa langkah yang kau ambil atau dengan adegan verbal maupun non-verbal memagari ruang gerakmu dariku.


Ingatkah kau ketika kita menengadah ke langit hingga leher kita sakit memandangi ledakan kembang api di ujung desember. Kau bertanya kenapa semburannya berbentuk lingkaran, kenapa bukan persegi, oval, atau segitiga. Lalu kau menjawab sendiri, mungkin itu adalah pola alam yang tidak bisa diinterupsi manusia. Ingat jugakah kau saat malam tahun baru kau bersedih karena langit ternyata menumpahkan hujan air, bukan hujan bunga-bunga kembang api.


Aku merindukan suara gemuruh ledakan kembang api itu. mendengarnya aku sejenak tersadar dari lamunan tidak henti-hentinya tentangmu. Dentuman yang menciptakan hening sesaat dari ributnya tawa gelimu, dan bius bagi perihnya senyum itu mengiris hatiku. Ledakannya serupa lampu merah yang berhak menahan bayang-bayangmu berlalu lalang di kepala.


Saat kita bersama, waktu terasa berjalan seiring seirama, jam di handphone-mu selaras di handphone-ku, selalu menunjukkan angka yang sama. Engkau dan aku sama-sama merasakan relativitasnya waktu, melambat kala rindu mendera dan bergerak cepat saat menghabiskan waktu. Masihkah kau merasakannya, ataukah konsep waktu kita sudah berkebalikan? Kau jengah dengan pertemuan ini, waktu bagimu melambat, lalu berharap segera berlalu. Relativitas itu sudah tidak berlaku. Jarum jamku berputar ke arah kanan, sementara milikmu telah berputar ke arah kiri. Bukan lagi harmoni yang terdengar, tapi bunyi-bunyian yang bertabrakan karena nada perputaran waktu kita sudah tidak serentak.


Tatapanku pun makin lemah mengikatmu, kau beranjak tanpa menoleh. Tiada keraguan dalam setiap inci langkahmu. Aku membalikkan badan, dua lingkaran jarak kita pun menjauh. Kau telah mematahkan sayap-sayap rinduku padamu. Perlahan aku akan mencintai jarak itu, rindu tanpa harus menyatu. Karena dalam jarak yang meluruh pun saat bersamamu, aku tetap akan menutup mata, agar dapat kucipta dan kurasakan lingkaran jarakmu menyentuh jarakku.

21 April 2011

Spend all your time waiting
For that second chance
For a break that would make it okay
There’s always one reason
To feel not good enough
And it’s hard at the end of the day

I need some distraction
Oh beautiful release
Memory seeps from my veins
Let me be empty
And weightless and maybe
I’ll find some peace tonight

7 April 2011

When the day is long and the night, the night is yours alone,
When you're sure you've had enough of this life, well hang on
Don't let yourself go, 'cause everybody cries and everybody hurts sometimes

Sometimes everything is wrong. Now it's time to sing along
When your day is night alone, (hold on, hold on)
If you feel like letting go, (hold on)
When you think you've had too much of this life, well hang on

'Cause everybody hurts. Take comfort in your friends
Everybody hurts. Don't throw your hand. Oh, no. Don't throw your hand
If you feel like you're alone, no, no, no, you are not alone

If you're on your own in this life, the days and nights are long,
When you think you've had too much of this life to hang on

Well, everybody hurts sometimes,
Everybody cries. And everybody hurts sometimes
And everybody hurts sometimes. So, hold on, hold on
Hold on, hold on, hold on, hold on, hold on, hold on
Everybody hurts. You are not alone

22 March 2011

...all our time together, just feels like yesterday...
betapa dekatnya ingatan dengan apa yang kita alami hari ini. kenapa?
...satu persatu jalinan kawan beranjak menjauh...
ada yang tak mampu kubahasakan, selalu seperti itu sejak kata sudah menjadi jembatanku dengan dunia luar. bahkan terkadang huruf-huruf pun muak pada keenggananku merangkai mereka. kenapa?
masih ada dua 'kenapa' lain, satu ingin sekali kutanya padamu, karena aku tidak punya jawabnya. 'kenapa' yang kedua adalah milikku, aku kan menjawab setelah kudengar milikmu..mungkin ada bisu yg abadi di antara dua 'karena' kita itu. ini hanya masalah waktu. hidup ini melingkar. we never change, we never learn.. do we?

13 March 2011

Menemukan sosok yang hilang

Waktu itu saya tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian caturwulan II di kelas 2 SMA, saat seorang perempuan berambut pirang lurus, celana baggy, kaos oblong, dasi panjang, eyeliner tebal, dan skateboard ke mana-mana, tidak henti-hentinya hadir di kotak kaca bernama televisi. Dialah Avril Lavigne, dunia mengenalnya karena berani melawan arus, saat perempuan seusianya ber-belly dancing ala Britney atau Aguilera, Avril datang dengan tingkah rebelnya dan sontak menjadi idola di kalangan anak muda saat itu, tidak ketinggalan saya dan beberapa teman kelas.

Album pertamanya Let Go, saya hapal di luar kepala. Saya masih ingat, hari itu kasetnya (iya, pita kaset) saya pinjam dari ketua kelas, Anca, waktu itu sedang Ramadhan, saya mendengarnya tiap pagi, setelah pulang dari jalan-jalan subuh (ada kebiasaan setelah subuhan, jemaah mesjid terhambur ke luar mesjid menikmati udara pagi, pak ustadznya yang lagi ceramah ditinggal begitu saja, ckckck)

Let Go adalah salah satu album terbaik yang pernah saya dengar. Liriknya tipikal remaja yang sedang berjuang mencari jati diri katanya. Untuk seorang Avril yang menulis lirik-lirik di dalamnya pada saat ia berusia 16 tahun, bisa dikatan dewasa melampaui umurnya. Saya tidak bisa berhenti mendengarkan Tomorrow dan Things I'll never say-nya.

Di tahun-tahun berikutnya Avril merilis dua album lagi, saya tidak menemukan gairah yang bisa menandingi rasa suka pada Let Go. Under My Skin dan Best Damn Thing tidak terlalu membekas di telinga saya.

Hingga tanggal 8 maret kemarin, sahabat saya Iqko mengabarkan jika perempuan Kanada ini merilis album barunya. Ia sudah mewanti-wanti kalau nuansa Let Go akan terasa begitu kental. Saya terlalu 'sibuk' waktu itu hingga tidak sempat mendowload satu album. Barulah tadi malam, Ka Harwan mentransfer file-nya ke laptopku.


Sahabatku itu benar, saya merasa kembali ke jaman 9 tahun lalu, sound gitar akustik di mana-mana, musik yang sederhana namun memanjakan telinga, tanpa lengkingan suara yang memang tidak perlu, minim distorsi, dan tentunya yang paling utama, lirik yang tidak lagi centil seperti di dua album sebelumnya. Tadi sore, saya tertidur di kamar, laptop saya biarkan menyala memutar lagu-lagu di album Goodbye Lullaby ini. Ketika terbangun, perasaan begitu tenang kala sayup-sayup saya bisa mendengar lagu-lagu itu. Yeah, you made it Av, welcome back...!!!

Reuni Ranty

Mata masih berat saat saya bangun jam 7 pagi tadi, tidur cuma 3 jam, terjebak menyaksikan MU vs Arsenal setelah itu lanjut satu babak Real Madrid vs Hercules. Ampun, saya tidak kuat lagi melanjutkan keterjagaan, besok (Minggu) saya harus bangun pagi. Seminggu lalu, seorang teman mengirimkan pesan pendek berisi undangan pernikahannya.

Namanya Ranty... Saya mengenalnya kurang lebih 15 tahun lalu. Saat itu kami bersekolah di sekolah dasar yang berbeda. Menurut seorang teman kelasnya yang juga tetangga di lorong tempat tinggalku, dia pindahan dari kota Kendari. She is so special, cantik, dan membuat semua orang harus menatap dua kali, ya, pesona itu begitu kuat pada dirinya. Saya mengaguminya, jadi biasanya setiap sore saya naik sepeda melewati jalan yang biasa ia lalui sepulang dari les sore :) dan dia pun selalu membalas senyumku.

emma and ranty, the power of putih biru
(masih culung sekali gang, hehe)

Lalu akhirnya kami dipertemukan juga ketika menginjak bangku SMP, satu kelas, SMPN 6 yang letaknya hanya sekitar 300 meter dari rumahku. Ranty termasuk siswa yang cerdas, pembawaan tenang, dan ramah. SMA, yang juga tidak begitu jauh lokasinya dari rumahku mempertemukan kami kembali di kelas 3 Ipa I. Saya dan dia merasa senasib berada di antara kumpulan siswa-siswa andalan, kami merasa bukan siapa-siapa :(

dan ketika perjalanan hidup memisahkan teman-teman yang sudah seperti keluarga, saya mengambil kuliah komunikasi, Ranty juga pindah ke Makassar dan mulai bekerja. Selama itu kami memang berada di kota yang sama, tapi terhitung selama kurang lebih enam tahun, kami hanya bertemu sekali, suatu waktu di tahun 2004. Hari ini aku berkesempatan bertemu lagi.

Meski diguyur hujan tiba-tiba, sampai-sampai payung saya rontok dan jeans yang baru dipake, dari ujung lipatan sampai lutut basah kena cipratan air, dan sampai harus nyambung pete-pete menunggu hujan agak reda, aku tetap kukuh menghadiri acara sekali seumur hidupnya itu.

Same old Ranty, matanya indah berbinar, dan histeris jika melihat saya dari kejauhan. Hari ini ia menikah dengan pilihan hatinya. Doaku, semoga Ranty berbahagia, tidak kekurangan apapun dalam keluarga kecilnya. Love you honey, our friendship is forever. Allah bless you...

sepuluh tahun kemudian :)

6 March 2011

Letting Go


Tuhan...
berilah aku ketenangan dalam menghadapi sesuatu yang tidak bisa kuubah,,,
berilah aku keteguhan hati dalam mengubah apa yang dapat kuubah,,,
dan berilah aku petunjuk dalam membedakan keduanya
(Rachel’s Getting Married-The Movie)

Buat Meike

Ia berhenti dan tersenyum

"...teman masa kecilmu," katanya, sambil mengerdipkan matanya. "Yesus berkata, 'Biarlah yang mati menguburkan yang mati' karena Ia tahu bahwa kematian itu tidak ada. Kehidupan telah ada sebelum kita terlahir dan akan terus ada setelah kita meninggalkan dunia."

Mataku bergenang air mata.

"Sama saja dengan cinta," ia melanjutkan. "Cinta telah ada dari semula dan akan terus ada selamanya."

"Kau seakan mengetahui semua tentang kehidupanku," kataku.


"Semua kisah cinta mirip. Aku juga melalui hal yang sama suatu ketika. Tapi bukan itu yang kukenang. Yang kukenang adalah cinta akan kembali dalam wujud pria yang lain, harapan-harapan baru, mimpi-mimpi baru."


Ia memberikan pena dan kertas padaku.
"Tulislah semua yang kau rasakan. Keluarkan dari jiwamu, goreskan pada kertas, lalu buanglah kertas itu. Ada legenda bahwa Sungai Piedra begitu dingin sehingga apa pun yang terjatuh ke dalamnya -dedaunan, serangga, bulu burung- berubah menjadi batu. Mungkin akan baik bagimu untuk melemparkan semua deritamu ke dalam arus sungai."

Aku meraih lembaran kertas itu. Ia mencium pipiku, berkata aku bisa kembali makan siang kalau mau.


"Jangan lupa!" ia berseru seraya melangkah meninggalkanku. "Cinta akan tetap sama. Hanya lelaki yang berubah".


Aku tersenyum, ia melambaikan tangan.


Tulisan ini saya petik dari novel Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Tersedu karya Paulo Coelho, halaman 202-203, penerbit Alvabet. Semoga bisa memetik hikmah, Meike... Everything is not lost...

17 February 2011



Someday you'll find me stand in the crowd, hey you Green Eyes...

Just because I'm losing, doesn't mean I'm lost
doesn't mean I'll stop, doesn't mean I'm across
Just because I'm hurting, doesn't mean I'm hurt
doesn't mean I didn't get what I deserve
no better or no worse

I just got lost...
Every river that I try to cross
Every door that I tried was locked
Oh and I'm just waiting till the shine wears off

You might be a big fish... in a little pond
doesn't mean you've won
cause along may come a bigger one

And you'll be lost...

15 February 2011

Puisikah?

Katanya orang bisa melihat cinta di setiap tetes air yang jatuh ke bumi
Orang bisa melihat cinta pada sore hari
Orang bisa melihat cinta ketika nyawa sudah di tenggorokan
Orang bisa melihat cinta pada bunga yang merekah

aku bisa melihat cinta di mata Hira setiap kali aku menyebut nama seseorang
Dan seketika itu juga, kelopak matanya serupa cangkang kerang tersibak, memamerkan dua mutiara hitam yang berkilau diterpa matahari yang dingin oleh air laut
Tanpa senyum, matanya menguasai semua keindahan di wajah itu
Aku bisa melihat cinta yang bukan untukku
Tapi hanya dengan cara itu aku bahagia
Mencintai sorot mata yang penuh cinta

Bagaimana rasanya melihat cinta di mata Hira?
Seperti ketika seseorang membangunkanmu di pagi hari
Seperti saat mata dan semua inderamu pertama kali merekam dunia yang akan mengunjungimu berpuluh-puluh tahun kemudian, kala Tuhan memutuskan sudah saatnya memasukkan ingatan ke dalam tubuhmu .

Seperti saat aku bangun dari tidurku di lantai putih nan dingin
Saat aku tidur dengan menggunakan jins biruku
Saat namaku dipanggil dalam antrian
Saat pemain pengganti masuk ke lapangan
Ketika redanya hujan saat berteduh di halte yang sesak
Saat mendengar lagu band kesayanganku dimainkan di radio angkot yang kutumpangi
Tidak terduga namun selalu membahagiakan

12 February 2011

Time Capsule




Bianglala (Bag. I)


Dan disinilah aku sekarang, di sebuah padang rumput tanggung, bersebelahan langsung dengan rawa ditutupi daun lebar teratai yang bunganya menunggu merekah. Sekitar 100 meter dari jalan besar yang tidak pernah sepi kendaraan. Pada lahan itu menjulang dengan kukuh nan anggun, sebuah roda peri, wahana paling mencolok di antara wahana lain. Ketika aku kecil aku selalu disuguhi imaji roda peri di tivi-tivi dan majalah-majalah, dan entah kenapa rangka mekanik ini selalu mengundang decak kagumku, roda peri bagiku tampak selalu indah sekaligus mistis, semistis nama panggilan lainnya: bianglala. Hanya itu yang bisa menarik perhatianku untuk singgah setiap kali angkot yang kutumpangi tidak sengaja melewati pasar malam dadakan di kawasan ini, memandangi rangka itu sampai jauh dan menghilang.

Sekali-kali suara mesin blender yang sesekali meraung-raung menghancurkan es di stand penjual minuman. Aku melihat seorang anak kecil merengek pada ibunya, si ibu mengomel antara khawatir atau marah sang anak bisa sakit di tengah cuaca dingin ini, sesekali ia mencubitnya. Sementara si penjual pasang muka tidak peduli. Ia hanya peduli barang jualannya laku.

Ada senja yang melanggar waktu di sini, senja yang baru saja ditinggalkan hujan. Sudah seminggu hujan menjaga malam dan siangku. Seperti sepanjang hari ini pun tidak bisa luput. Pernah dengar lagu Tepi Campuhan-nya Slank? Aku yakin lagu ini pasti dibuat saat oleh penciptanya kala memandang matahari setelah hujan. Sejenak sebelum cahaya lampu tumbuh di malam itu, aku masih punya waktu memandangi matahari itu terhimpit di sela-sela bangunan ruko dan menatap cahaya jingga yang mendarat di rerumputan yang sudah jarang ditemui di sepanjang jalan protocol kota ini. Sebagian besar sudah terkubur bangunan-bangunan baru.

Jarak dua Januari hanya diisi oleh musim hujan. sebagian orang menganggapnya aneh, penyimpangan siklus iklim. Aku juga turut kesal, bukan karena hujan yang turun sepanjang tahun. Aku kesal, kenapa bukan dia yang mengunjungiku, kenapa tidak pernah kudengar ketukan di pintu maya padahal ia nyata menggenggam kunci itu.

Aku sudah tidak menemukan anak kecil yang merengek dan ibunya. aku melihat bayangan adik, kakak, dan ibuku. Kakakku membungkukkan badan mengaitkan seutas benang yang ujungnya ada balon gas di kancing baju adikku. Adikku tersenyum kegirangan seperti ilmuwan dengan temuan barunya, lalu meraih tanganku dan tangan yang satu menggenggam tangan ibu. Kancing baju kecil itu kadang melonjak2 ditarik udara helium yang sudah ditakdirkan lebih ringan dari udara. Sesekali aku menengadah ke atas memastikan balon gas itu tidak tersangkut dan meletus. Belum senyum adikku habis, balon itu ternyata meletus juga. Di sini tidak ada penjual balon.

Matahari akhirnya tertelan cakrawala juga. Suara klakson mobil terdengar memaki-maki, lampu menyala, membuyarkan lamunanku. Aku beranjak menuju penjual karcis. Wajahnya dingin, aku bertanya sudah berapa lama ia di sini? Mungkin ia bisa membaca pikiran seperti halnya aku. Aku berani menatap mata itu, biasanya aku tidak melihat ke mata orang yang baru kutemui. pertanyaan yang kulempar bukanlah hal penting, bukan juga memulai pembicaraan yang lebih panjang. Ia menatapku, dengan rokok yang terselip di bibir yang kering. Gipsi jadi-jadian ini tidak tahu maksudku. Ia memberi jawaban yang singkat tidak peduli. Aku juga tidak peduli hingga aku sudah lupa segera setelah karcis di tangan.

Aku menatap sekeliling, aku orang asing di sini, dan aku merasa semua mata tertuju padaku, lampu sorot diarahkan padaku. Aku berjalan menuju Penjaga wahana. seorang berkulit gelap, sebentar lagi kulitnya akan terlapisi minyak keringat alami. Rambutnya ikal tebal dan hitam pekat disapu gelap malam. Dengan tangan telanjang aku melap genangan air pada tempat duduk yang tidak sempat dicumbu oleh matahari matahari senja yang ramah. Hingga seperempat jam berlalu, hanya aku dan sepasang remaja. Aku sadar aku sudah nekat dengan pilihan ini. hilir mudik angin menyelipkan takut di jantungku.

Suara kendaraan dari berbagai arah makin terdengar keras, bunyi klakson bergelayut di udara bercampur dengan aroma karat yang basah, menusuk-nusuk hidungku. Aku menikmati alunan bunyi tanpa komando itu, aku melepas headset yang tercantol di telingaku.

Roda itu mulai beraksi. pada saat mesin itu membawaku tegak lurus dengan tanah, aku menggenggam pegangan kursi yang catnya mengelupas. Aku takut ketinggian. pada titik tertinggi aku bisa melihat jalan yang terang oleh. Aku menengadah ke langit mencari sesuatu yang bisa melegakan sedikit rasa penyesalanku berada di tempat ini. Aku melihat sebentuk cawan tipis di barat langit. Bianglala terus berotasi, seperti yang sudah kuhitung-hitung, ia membawaku dari atas ke bawah dan sebaliknya tidak kurang sepuluh detik. Jumlah putaran sudah tidak bisa kupastikan yang ke berapa, isi perutku sudah sampai di jantung dan pada rotasi berikutnya mulai meraba-raba kerongkonganku. Aku menelan ludah. Aku memberi kode pada lelaki ikal itu dengan tanganku, dan bianglala itu berhenti tiba-tiba.

10 February 2011

Bianglala (bab tengah)


Tidak ada yang peduli saat bulan terbit atau tenggelam, sebagian orang menganggapnya biasa-biasa saja. Dan perlahan aku pun menyadari aku seperti bulan itu, tidak penting.

Aku mencintai orang yang salah. Di film-film, mereka menyebut ini sebagai bentuk cinta yang paling kejam. Lelaki yang tidak sanggup mengucap selamat tinggal hanya karena tidak ingin dianggap buruk. Tahukah dia, bahkan Tuhan pun memberi peluang pada kita untuk berbohong. Jika Ia menginginkan para hamba jujur, mengapa ada rahasia di dunia ini. Bahkan kebaikan pun bisa menyebabkan kejahatan yang mahabesar. Mungkin karena itu Tuhan menyembunyikan hati di balik tubuh manusia. Tidak mengetahui sesuatu yang sebenarnya bisa membuatmu lebih tenang. Ingin kucongkel keluar hatinya, tapi bagaimana ia akan merasakan cinta orang-orang yang mengasihinya? Ingin sekali aku melihat sorot matanya saat itu supaya bisa kulihat caranya merangkai kebohongan.

Hujan tidak pernah datang dan pergi diam-diam, tidak seperti salju di negeri-negeri utara yang sering dia ceritakan, yang langitnya sudah begitu ramai hingga kita sudah tidak bisa membedakan bintang dengan pesawat yang kebetulan berlalu. Kau tahu kepergian terburuk adalah tanpa pamit. Selama itu aku berusaha baik, menghormati ingatan tentangnya dengan tidak memaksa memberi jawab yang memang tidak pernah berani kutanyakan. Aku mencarinya sendiri, tanganku sampai berdarah-darah mengeruk-ngeruk waktu yang menyimpan semua jawab yang kumau. aku tidak punya peta kecuali keheningan yang ia tinggal hingga membuat waktu berjalan sangat lamban. dan Dalam setahun ini, aku sudah bisa membedakan dan hapal mana hujan yang datang sejenak, mana yang akan bertahan 2 hingga 3 hari, dan kapan hujan yang terputus-putus, reda sejenak, seperti orang yang sedang menangis, diam tiba-tiba hujan lagi.

Sejak kecil aku dibuat percaya, bahwa bahkan daun tidak akan jatuh tanpa izinNya. Dan ada yang bilang jika engkau menganggap hidupmu adalah tragedi dan musibah, maka Tuhan akan memberi ganjaran akan kesabaranmu di kehidupan selanjutnya. Engkau akan menjadi orang yang tertawa memandang mereka yang selalu kau cemburui di dunia karena selalu meraih apa yang mereka mau, ujung-ujungnya tidak mendapatkan apa-apa. Kata ibuku, mereka tidak bisa menuntut apa yang sudah Tuhan berikan.

Beberapa orang percaya hidup bisa ditaklukkan, yang lain mendapat peran sebagai penunggu. Aku ingin melupakannya, bahkan rasa kehilangan itupun aku mau lupa. Ingatan kadang bisa menjelma menjadi bumerang*. Kau melemparnya sekuat tenaga sejauh mungkin, namun pada akhirnya pasti akan kembali ke arahmu. Ingatan tentangnya tidak sampai berlembar-lembar, namun ketika dihantamkan ke wajahku, itu sangat menyakitkan. Sayangnya saat itu tidak ada cermin tepat di hadapanku sehingga aku bisa sejenak lupa sakit, menertawai kepura-puraan yang setia menghuni wajahku.

*sebuah dialog dalam film Little Black Book starring Brittany Murphy