22 March 2011

...all our time together, just feels like yesterday...
betapa dekatnya ingatan dengan apa yang kita alami hari ini. kenapa?
...satu persatu jalinan kawan beranjak menjauh...
ada yang tak mampu kubahasakan, selalu seperti itu sejak kata sudah menjadi jembatanku dengan dunia luar. bahkan terkadang huruf-huruf pun muak pada keenggananku merangkai mereka. kenapa?
masih ada dua 'kenapa' lain, satu ingin sekali kutanya padamu, karena aku tidak punya jawabnya. 'kenapa' yang kedua adalah milikku, aku kan menjawab setelah kudengar milikmu..mungkin ada bisu yg abadi di antara dua 'karena' kita itu. ini hanya masalah waktu. hidup ini melingkar. we never change, we never learn.. do we?

13 March 2011

Menemukan sosok yang hilang

Waktu itu saya tengah sibuk-sibuknya mempersiapkan ujian caturwulan II di kelas 2 SMA, saat seorang perempuan berambut pirang lurus, celana baggy, kaos oblong, dasi panjang, eyeliner tebal, dan skateboard ke mana-mana, tidak henti-hentinya hadir di kotak kaca bernama televisi. Dialah Avril Lavigne, dunia mengenalnya karena berani melawan arus, saat perempuan seusianya ber-belly dancing ala Britney atau Aguilera, Avril datang dengan tingkah rebelnya dan sontak menjadi idola di kalangan anak muda saat itu, tidak ketinggalan saya dan beberapa teman kelas.

Album pertamanya Let Go, saya hapal di luar kepala. Saya masih ingat, hari itu kasetnya (iya, pita kaset) saya pinjam dari ketua kelas, Anca, waktu itu sedang Ramadhan, saya mendengarnya tiap pagi, setelah pulang dari jalan-jalan subuh (ada kebiasaan setelah subuhan, jemaah mesjid terhambur ke luar mesjid menikmati udara pagi, pak ustadznya yang lagi ceramah ditinggal begitu saja, ckckck)

Let Go adalah salah satu album terbaik yang pernah saya dengar. Liriknya tipikal remaja yang sedang berjuang mencari jati diri katanya. Untuk seorang Avril yang menulis lirik-lirik di dalamnya pada saat ia berusia 16 tahun, bisa dikatan dewasa melampaui umurnya. Saya tidak bisa berhenti mendengarkan Tomorrow dan Things I'll never say-nya.

Di tahun-tahun berikutnya Avril merilis dua album lagi, saya tidak menemukan gairah yang bisa menandingi rasa suka pada Let Go. Under My Skin dan Best Damn Thing tidak terlalu membekas di telinga saya.

Hingga tanggal 8 maret kemarin, sahabat saya Iqko mengabarkan jika perempuan Kanada ini merilis album barunya. Ia sudah mewanti-wanti kalau nuansa Let Go akan terasa begitu kental. Saya terlalu 'sibuk' waktu itu hingga tidak sempat mendowload satu album. Barulah tadi malam, Ka Harwan mentransfer file-nya ke laptopku.


Sahabatku itu benar, saya merasa kembali ke jaman 9 tahun lalu, sound gitar akustik di mana-mana, musik yang sederhana namun memanjakan telinga, tanpa lengkingan suara yang memang tidak perlu, minim distorsi, dan tentunya yang paling utama, lirik yang tidak lagi centil seperti di dua album sebelumnya. Tadi sore, saya tertidur di kamar, laptop saya biarkan menyala memutar lagu-lagu di album Goodbye Lullaby ini. Ketika terbangun, perasaan begitu tenang kala sayup-sayup saya bisa mendengar lagu-lagu itu. Yeah, you made it Av, welcome back...!!!

Reuni Ranty

Mata masih berat saat saya bangun jam 7 pagi tadi, tidur cuma 3 jam, terjebak menyaksikan MU vs Arsenal setelah itu lanjut satu babak Real Madrid vs Hercules. Ampun, saya tidak kuat lagi melanjutkan keterjagaan, besok (Minggu) saya harus bangun pagi. Seminggu lalu, seorang teman mengirimkan pesan pendek berisi undangan pernikahannya.

Namanya Ranty... Saya mengenalnya kurang lebih 15 tahun lalu. Saat itu kami bersekolah di sekolah dasar yang berbeda. Menurut seorang teman kelasnya yang juga tetangga di lorong tempat tinggalku, dia pindahan dari kota Kendari. She is so special, cantik, dan membuat semua orang harus menatap dua kali, ya, pesona itu begitu kuat pada dirinya. Saya mengaguminya, jadi biasanya setiap sore saya naik sepeda melewati jalan yang biasa ia lalui sepulang dari les sore :) dan dia pun selalu membalas senyumku.

emma and ranty, the power of putih biru
(masih culung sekali gang, hehe)

Lalu akhirnya kami dipertemukan juga ketika menginjak bangku SMP, satu kelas, SMPN 6 yang letaknya hanya sekitar 300 meter dari rumahku. Ranty termasuk siswa yang cerdas, pembawaan tenang, dan ramah. SMA, yang juga tidak begitu jauh lokasinya dari rumahku mempertemukan kami kembali di kelas 3 Ipa I. Saya dan dia merasa senasib berada di antara kumpulan siswa-siswa andalan, kami merasa bukan siapa-siapa :(

dan ketika perjalanan hidup memisahkan teman-teman yang sudah seperti keluarga, saya mengambil kuliah komunikasi, Ranty juga pindah ke Makassar dan mulai bekerja. Selama itu kami memang berada di kota yang sama, tapi terhitung selama kurang lebih enam tahun, kami hanya bertemu sekali, suatu waktu di tahun 2004. Hari ini aku berkesempatan bertemu lagi.

Meski diguyur hujan tiba-tiba, sampai-sampai payung saya rontok dan jeans yang baru dipake, dari ujung lipatan sampai lutut basah kena cipratan air, dan sampai harus nyambung pete-pete menunggu hujan agak reda, aku tetap kukuh menghadiri acara sekali seumur hidupnya itu.

Same old Ranty, matanya indah berbinar, dan histeris jika melihat saya dari kejauhan. Hari ini ia menikah dengan pilihan hatinya. Doaku, semoga Ranty berbahagia, tidak kekurangan apapun dalam keluarga kecilnya. Love you honey, our friendship is forever. Allah bless you...

sepuluh tahun kemudian :)

6 March 2011

Letting Go


Tuhan...
berilah aku ketenangan dalam menghadapi sesuatu yang tidak bisa kuubah,,,
berilah aku keteguhan hati dalam mengubah apa yang dapat kuubah,,,
dan berilah aku petunjuk dalam membedakan keduanya
(Rachel’s Getting Married-The Movie)

Buat Meike

Ia berhenti dan tersenyum

"...teman masa kecilmu," katanya, sambil mengerdipkan matanya. "Yesus berkata, 'Biarlah yang mati menguburkan yang mati' karena Ia tahu bahwa kematian itu tidak ada. Kehidupan telah ada sebelum kita terlahir dan akan terus ada setelah kita meninggalkan dunia."

Mataku bergenang air mata.

"Sama saja dengan cinta," ia melanjutkan. "Cinta telah ada dari semula dan akan terus ada selamanya."

"Kau seakan mengetahui semua tentang kehidupanku," kataku.


"Semua kisah cinta mirip. Aku juga melalui hal yang sama suatu ketika. Tapi bukan itu yang kukenang. Yang kukenang adalah cinta akan kembali dalam wujud pria yang lain, harapan-harapan baru, mimpi-mimpi baru."


Ia memberikan pena dan kertas padaku.
"Tulislah semua yang kau rasakan. Keluarkan dari jiwamu, goreskan pada kertas, lalu buanglah kertas itu. Ada legenda bahwa Sungai Piedra begitu dingin sehingga apa pun yang terjatuh ke dalamnya -dedaunan, serangga, bulu burung- berubah menjadi batu. Mungkin akan baik bagimu untuk melemparkan semua deritamu ke dalam arus sungai."

Aku meraih lembaran kertas itu. Ia mencium pipiku, berkata aku bisa kembali makan siang kalau mau.


"Jangan lupa!" ia berseru seraya melangkah meninggalkanku. "Cinta akan tetap sama. Hanya lelaki yang berubah".


Aku tersenyum, ia melambaikan tangan.


Tulisan ini saya petik dari novel Di Tepi Sungai Piedra Aku Duduk dan Tersedu karya Paulo Coelho, halaman 202-203, penerbit Alvabet. Semoga bisa memetik hikmah, Meike... Everything is not lost...