19 June 2015

Migrasi

Ini semacam 'bencana' media sosial, ketika lupa password, lupa email, dan lupa lainnya. Path dan instagram sudah tidak bisa saya akses dan dengan berat hati harus say bye bye. Twitter juga lupa tapi masih bisa login di handphone. Dan tidak ketinggalan blog ini juga saya tidak ingat lagi password nya. Login terakhir cuma bisa lewat laptop yang untungnya tidak pernah saya sign out. Fiuuuhh... Demi keamanan data, saya memutuskan migrasi ke Wordpress yang Alhamdulillah masih saya ingat password nya.

So please, buat yang masih kangen dengan tulisan saya (meh!) per hari ini pindah ke
www.mollygrail.wordpress.com

Till we meet again...

Love,


Emma

15 June 2015

Iqko,

It's been such a fast week lately. Bulan Mei berlalu seperti angin. Dalam sebulan itu saya dua kali ke Toraja dan masing-masing sekali ke Bone, Soppeng. Di Soppeng, saya bertemu Azmi, setelah antah berantah berapa lama tidak bertemu. Selalu menyenangkan bertemu kawan. Sejenak berbagi beban dan cerita, meski dengan bercerita saja galau dan rumitnya masalah tidak akan terurai. But at least and for some moment we're not alone.

Seperti itu juga yang saya rasakan saat arisan mempertemukan saya dan teman-teman SMA. Tidak terasa sudah empat bulan berjalan. Tiga kali di Makassar, dan sekali di Bone demi mengakomodir teman-teman yang memilih pulang kampung setelah merantau kuliah. Some faces are quite unfamiliar. But look what time has done to us, especially to memories and relationships. Kala berseragam putih abu-abu, beberapa orang yang ditakdirkan hanya saling bertukar senyum, bertukar pandangan. Tapi satu dekade setelahnya, lebih banyak hal yang bisa terjadi. Jarak yang dulunya terasa sangat jauh antara yg populer dan cupu atau antara si nerd dengan si cuek, kini menjadi cerita atau bahkan lelucon hingga pertanyaan besar "Kenapa baru sekarang bisa akrab seperti ini?"

Pagi tadi, saat mempersiapkan properti syuting iklan Ramadhan kantor, notifikasi BBM ku menunjukkan nama perempuan yang saya ingat benar adalah siswa lulusan terbaik 2004. My goodness. I was nothing compare to her. Saya memastikan ia mendapat kontak BBM ku dari teman kelasnya -yang juga tidak pernah saling sapa semasa SMA- yang saya temui di arisan kemarin.

She is a teacher now. My dream job, matter of fact. I didn't ask what subject but I was pretty sure it's everyone's nightmare but a passion for her: Math.

What keeps me wonder and secretly smile each time I feel how close we are now, apakah mungkin karena siklus kesibukan sudah berakhir, di mana pada usia seperti sekarang ini semua sudah seharusnya memiliki anak dan pekerjaan, dan lingkaran pertemanan yang makin mengecil. Sebuah pemakluman besar, saat setiap orang telah dengan kehidupannya masing-masing. Dan ketika sesuatu yang pernah menjadi bagian penting atau tidak penting, tapi yang pasti pernah dilalui bersama, seketika sebuah ruang terbuka dan pemakluman baru pun hadir, mungkin seperti: semua ada masanya.

And I'm truly thankful for that. Sebelas tahun sejak kelulusan. Jarak telah bekerja sama baik dengan waktu. Mungkin menjauhkan, tapi waktu akan selalu mengembalikan semua pada tempatnya.

Well, sepertinya saya terlalu berfilosofi ya.
By the way.Drones is out now. I'm waiting for your review if you don't mind.


Miss you,

Emma

21 May 2015

La Luna

Pada sebuah siang di pertengahan Agustus 2004, saya dan beberapa teman sedang beristirahat di Pelataran Baruga Unhas. Status: mahasiswa baru. Bisa dibayangkan 'istirahat' cuma kata karena kami dikelilingi senior-senior yang siap menerkam sedikit saja kami melakukan kesalahan. Dan sebuah kesalahan dilakukan oleh seorang perempuan yang kelak menjadi teman kuliah sepenanggungan sependeritaan. Ia datang terlambat,.. Dari lima hari rangkaian Pra Ospek, ia baru datang di hari ke lima. Jadilah ia dan beberapa teman lain yang juga terlambat, bulan-bulanan senior yang insting 'kena deh' nya sangat tinggi.

Rambutnya yang hitam panjang diikat pas di tengah kepala bagian atas. Yes, we were all an idiot in our early days at college hahahha. Saya, wiwi, dwi, azmi, darma,  yang hadir dari hari pertama didaulat jadi 'pelatih' koreo untuk pementasan kami. Tiap pagi sampai sore kami berlatih, kurang lebih ada empat koreo yang harus kami hapal di luar kepala. Nah, teman-teman yang terlambat dan tidak mengikuti dari awal, harus kerja ekstra keras, dan hari itu saya ditugaskan untuk melatih mereka, salah satunya perempuan itu, Rahmah Were Uleng, yang selanjutnya lebih sering kami panggil Were.

She has a deep voice, two panda eyes, beautiful straight hair and a warm heart. Nothing has changed even last night we celebrated her birthday.

Sebelas tahun pertemanan, banyak cerita yang dialami bersama, saya bingung harus menceritakan bagian mana dan dari urutan mana. Lets start in February 2014. Saya dirawat empat hari di rumah sakit karena DBD. Efek samping secara tidak langsung, saya jadi parno tinggal di kamar di kosan Toddopuli. Sehari sebelum keluar saya menghubungi Were untuk tinggal di rumahnya beberapa hari sebelum saya ke Bone. That's the point why I'm gonna miss her a lot. She gave me home, a cable tv that broadcasted Sherlock season 3. Bukan pertama kalinya, saat mengerjakan tugas akhir, Puri Asri juga jadi tempat pulangku.

Kembali ke sekitar tiga minggu lalu, saya menyanyikan lagu 100 Years nya Five for Fighting. The intro made her yel. Yeah, I know. Sehari sebelum Ospek, rumah tante saya jadi base camp tidak resmi buat teman-teman yang datang dari daerah seperti saya dan belum memiliki banyak kenalan di Makassar. Saat semua sedang sibuk-sibuknya memmpersiapkan perlengkapan hari besar itu, she showed up dengan handphone Nokia keluaran paling hits saat itu dengan video 100 Years di dalamnya. Kalau di postingan sebelumnya tentang lagu yang mengingatkan kita pada seseorang, maka video itu akan selalu mengingatkan saya pada Were.

Half time goes by
Suddenly you're wise
Another blink of an eye
Sixty seven is gone 
We're moving on


Happy birthday dear Luna (her name means Moon, maybe that's why she likes Sailormoon to death hahaha). You are more than any story I could have told people about you. Don't change. Sebastian Vettel is still possible to catch baby... :D:D


Love always,

Emma



Ka Ome,

Last night was a blast for Were and me, or maybe the rest of us which were mostly freshmen in Kosmik. There were two things made me happy and feeling worthwhile, after such a worst day in office. When Were told me that sort of "last minutes persons, who will always be there in any circumstances" and when Ridho laughed as I told him I didn’t pass the scholarship twice. Then he said that maybe my essay were too good. Hahaha. 

I was about to text you how bad my days around. But my psychic instinct told me that you'd probably texted back me like "it's okay Emma, you still have your mom to talk to." I'm so sorry for your big loss, and for brought this up. I know I shouldn't have. But maybe this could remind me to be more thankful rather than whining. I hope so and I hope you'd never read this.

Emma

19 May 2015

Freon AC ruangan divisi Marketing rusak. Akibatnya saya jadi malas ngapa-ngapain padahal hari ini rencananya semua to do list bisa selesai. Sesekali saya kabur ke ruang meeting atau ke pantry ngadem. I'm clueless. Minggu ini mestinya saya dan tim ke Parepare untuk acara kantor. Meski sebenarnya kondisi jiwa tidak saya persiapkan ke mana-mana minggu ini.

I'm tuning to Muse Live at Montreux Jazz just to let go the heat. Streamingnya via handphone, ya ampiun. Berangkat dari keheranan Imel dengan paket dataku yang tidak habis-habis dari tiga bulan lalu, akhirnya saya berniat 'menghabiskan' dengan streaming konser jadulnya Muse. Yeah, namanya juga manusia pecinta jadul. Konsernya indoor, penonton tidak sampai ribuan, tapi jaminannya adalah lagu-lagu andalan dari Origin of Symmetry (OOS). Surely, saya lebih suka OOS dan B-Side nya Hoolabaloo, dari semua album Muse. Lebih dark, lebih hancur, lebih putus asa, efek dengar tengah malamnya juga lebih terasa, oh please.

I know this is not good for my health, that kind of Citizen Erased thing. Outro-nya itu selalu bikin merinding. And I always think people will remember me when this song pop up sometimes in the future. Kemarin sempat sms Kak Rahe, tanya lagu apa yang akan mengingatkannya pada saya. Hahahah, such a bad idea. For your record, Kak Rahe adalah kakak kesayangan kami di Kosmik, yang suka memutarkan lagu tertentu setiap saya dan teman-teman kuliah mengerjakan tugas di warnet nya di depan Unhas.

Misalnya Nothing Last Forever nya Maroon 5 itu punya Were, Fix You nya Coldplay punya Echy, dsb. Saya? Lewat sms, Kak Rahe menjawab: Jangan Datang Malam Ini nya Padi. Hahahah, ini karena waktu jaman-jaman itu saya sering menginap di kosan Dwi di Telaga Safar, tidak jauh dari warnet. Pernah sehari tercetus dari mulut Dwi sambil becanda kalau dia tidak ingin saya ke kosannya. Kak Rahe yang kadang datang usilnya, akhirnya menasbihkan lagu ini lagu yang menggambarkan diri saya seutuhnya. Oh I miss you Kak Rahe...

 Anyhow, jika saya bisa memutar waktu, saya ingin menjadi penonton yang ada di konser Montreux ini. Muse's early days, young and rage, playing my rarely played midnight songs, using simplest instruments. Citizen Erased, Hypermusic, Sunburn, Space Dementia, Dead Star. I just hope that someday there will be an anniversary gig. 20 Tahun Origin of Symmetry maybe. Still years to come but lets just hope :D


 Mused,

Emma

16 April 2015

Iqko,

Tadi malam saya nonton How I Met Your Mother season 1 (finally, nemu juga). Episode Halloween. One of the best things about HIMYM, beside the plot itself, adalah soundtrack jelang akhir tiap episode. Guess whose song at that Halloween episode that almost made me cry? None other than Nadasurf, Inside of Love. Huaaa. It could have meant nothing kalo moment adegannya tidak tepat. But that's the beauty of it, adegannya pas. Goosebumped as the scene fade out.

Made me remember our college days hahaha. Melow deh. Setting serialnya 2005. Jadi masih fresh-fresh nya lagu itu ya. Mungkin nuansanya beda kalo nontonnya pas saat itu juga. But, as Ted believe in timing, last night maybe the perfect time for me to watch it.

Guess that's all I can share. Good luck with your paper.


Emma

Tiba-tiba ingin posting tentang kardus. Hmmm...

Bagi perantau, kardus memegang peranan penting dalam menyangga kehidupan selama jauh dari kampung halaman. Entah sebagai tempat cemilan buatan mama dan hasil bumi lainnya sebagai bekal selama berada di tempat baru. Selama tinggal di Makassar, saat kuliah, hampir setiap pulang dari Bone ke Makassar, mama mencarikan kardus. Selalu saja ada yang beliau ingin saya bawa. Dari keripik pisang, tape ketan hitam, rambutan, pizza buatan kakakku, sukun, atau lauk kesukaan adikku. Kadang saat saya bersikeras untuk tidak membawa apa-apa, beliau cuma bilang "ya, kasih ke teman-teman kantor atau teman kos". Truly, teman-teman di kantor selalu bersemangat kalau saya bilang mau ke Bone.  

Tapi ada satu kisah mengharukan bagi saya sehubungan dengan kardus. Dua semester awal kuliah, saya dan kakakku tinggal di rumah keluarga mama di bilangan Daya. Di rumah itu saya menempati kamar yang sangat layak. Spring bed, jendela (tidak bisa tinggal di kamar yg tidak ada jendelanya), dan lemari besar tiga pintu vertikal. Masalahnya, ketiga pintu lemari itu terkunci. There I was, dengan pakaian di tas, dan ransum dari Bone.

Menjalani kuliah dari hari ke hari, peralatan sedikit demi sedikit juga bertambah. Hingga akhirnya tas pakaian tidak muat lagi. Karena segan meminta kunci pada pemilik rumah, jadilah kardus tempat oleh-oleh dari Bone menjelma tempat baju, berdampingan dengan kardus lain yang jadi tempat buku-buku dan peralatan kuliah. Hiks. Kalo ingat masa-masa itu, miris saja. Entah karena orang rumah yang tidak memberikan kunci salah satu lemari atau karena 'kemalasan' saya meminta kunci. Heuheuheu...

But it was such a long ago. Di kos sekarang juga menyediakan satu lemari besar di tiap kamar :D Dan rumah di Daya? Saya meninggalkan rumah penuh kenangan itu tepat setelah Ramadhan 2005 untuk selanjutnya memulai hidup sebagai anak kos hingga hari ini.