30 December 2010

22 December 2010

Sudah

tiba-tiba kangen dengar lagu ini



Dinda...
Semua berakhir sudah
segala rasa yang tlah tertuang
manis mungkin hanyut berdua
di dalam kekosongan mata hati ini

tak satupun yang kusesali
malahan semua hiasi hidup
mungkin setitik perih yang ada
mendewasakan aku dan kamu

dinda...
jangan sesali ini
kamu masih cantik seperti dulu
saat pertama kali kita jumpa

oh dinda...
semua berakhir sudah
mestinya semua terangkum dan

tak satupun yang kusesali
malahan semua warnai hidup
mungkin duri yang pernah tertancap
mendewasakan aku dan kamu
untuk terus dapat melawan badai

21 December 2010

Lagi, posting lirik :(

No I never meant to do you wrong
that's what I came here to say
and if I was wrong then I'm sorry
I don't let it stand in our way

as my head just aches when I think of
the things that I shouldn't have done
but life is for living we all know
and I dont wanna live it alone


coldplay/life is for living

19 December 2010

Wrong Impression


haven't you wondered
why you finding it hard just looking at me?

have you ever wondered
what we've could been if you'd let me in?

I want you but I want you to understand
I leave you I live you...

didn't wanna leave you with the wrong impression
didn't wanna leave you with my last confession of love...

wasn't try to pull you in the wrong direction
all I wanna do is try to make a connection of love...

(Natalie Imbruglia)

17 December 2010

Zahirnya Fanton Drummond

Di tingkat lima-belas dia dan saya turun. Dia membelok ke kiri, dan saya ke kanan. sebelum berpisah, dia menanyakan nomor apartemen saya. Seharusnya saya juga menanyakan nomor apartemennya. Entah mengapa saya hanya berkata, "Saya tidak mengira bahwa sampean juga tinggal di gedung ini". Nada saya tolol.Dan lebih tolol lagi, saya tidak memancing supaya dia mengatakan namanya. Nama Olenka, sebetulnya saja, baru saya ketahui setelah saya bertemu dengan dia beberapa kali.

Setelah peristiwa ini berlalu, saya sering melihat dia menunggu bis, duduk di bangku taman, atau berbaring-baring di padang rumput. Dia selalu membaca buku. Sambil membaca dia selalu mengunyah kacang, kue, sandwich, atau apel. kadang-kadang dia juga menggigit-gigit rumput atau kuku jarinya sendiri. Karena dia tidak pernah menoleh ke tempat lain, saya tidak berani menegur. Kalau bis datang dia langsung menutup buku, kemudian naik. Dan di dalam bis dia langsung membaca lagi. Andaikata saya mempunyai kesempatan untuk menegur, mungkin dia tidak tahu siapa saya. Dari semua gerak-geriknya saya menarik kesimpulan bahwa dia sudah lupa siapa saya.

....

saya pikir, satu-satunya jalan untuk melepaskan diri dari bayangan Olenka adalah berusaha menghindarinya. Tapi saya tidak dapat. Hampir setiap kali saya menunggu bis, dia juga sedang di sana. Setiap kali saya berjalan-jalan dia taman, dia kebetulan sedang duduk di salah satu kursi yang saya lewati. dan setiap kali saya berolahraga lari melintasi padang rumput, dia kebetulan juga sedang menjemur diri di sana. Hanya saya heran, mengapa saya tidak pernah melihat dia di Tulip Tree, gedung raksasa yang memuat ratusan apartemen, termasuk apartmentnya dan apartment saya. Memang dia sering menunggu bis di depan Tulip Tree, tapi saya tidak pernah melihat dia keluar atau masuk gedung ini.

....

Mungkin dia isteri seseorang, tapi saya tidak pernah melihat dia bersama laki-laki. Dan saya tidak yakin cincin apa yang dipakainya. Mungkin yang dipakainya cincin kawin, mungkin juga tidak.

Kesimpulan saya hanyalah, dia mempunyai dunia sendiri. Dalam dunianya dia tidak pernah berbicara dengan orang lain, tidak mau ditegur, dan tidak mau mengusik. Inilah Olenka di luar rumah. Bagaimana dia di dalam rumah, saya tidak tahu.

Ini adalah salah satu petikan 'episode' dalam novel Olenka karya Budi Darma. Saya sangat menyenangi bagian ini, di mana Fanton Drummond, sang narator cerita yang sedang mengalami fenomena 'Zahir', sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Paulo Coelho untuk menggambarkan kondisi manusia yang sedang memikirkan seseorang. Fanton yang baru saja bertemu Olenka, tiba-tiba dipenuhi pikiran tentang perempuan itu, hingga ke mana pun ia menatap, ia selalu merasa 'menemukan' imaji Olenka. Di taman, di dalam bus, di padang rumput, di mana saja.

tadi malam saya membuka-buka lagi novel ini, salah satu novel favorit saya selain Cala Ibi milik Nukila Amal dan The Dublinners karya James Joyce. Saya senang dengan novel-novel yang tidak menitik-beratkan pada alur cerita, saya tertarik dengan kisah-kisah yang menggambarkan kegamangan, keraguan, perenungan, kesatiran, pertarungan keyakinan tokoh-tokoh di dalamnya. Olenka adalah salah satunya...

14 December 2010

Memento


09.12.10: I Love this picture so much :)

11 December 2010

Perjalanan Akhir Tahun: Batam (bag II-selesai)

Cuaca sedang tidak terlalu mendung saat pesawat perlahan mengurangi kecepatan dan menurunkan ketinggian untuk selanjutnya mendarat di Bandara Hang Nadim, kota Batam. Dari atas saya bisa melihat tanah merah bekas galian di beberapa kawasan. Ya, kota ini sedang membangun dirinya menjadi sebuah kota industri.

kami dijemput dan dibawa ke Puri Garden Hotel, kediaman sementara selama kami berada di Batam. Kak Budi, pihak yang bertanggung jawab mengurusi kami, paham benar dengan kondisi dua manusia ini. hotel tersebut dipilih karena berhadapan langsung dengan Nagoya Hills, mal terbesar di Batam, ckckckck...

malamnya, setelah merenggangkan badan yang kaku karena tekanan udara selama di pesawat, kami iseng nyebrang ke Nagoya. Karena lapar, kami menuju lantai 3. eh ujung-ujungnya dapat rumah makan Jawa juga. Asik, bisa makan yang aman, aman di perut dan aman di kantong. tapi yang bikin kami semalaman tidak habis pikir, es kelapa muda yang saya pesan, takrannya bisa dipakai mandi sodara-sodara, hehehehe...

ya itulah malam pertama kami di pulau 'buatan' BJ Habibie ini. meski letih perjalanan masih terasa, kami sangat excited hingga lupa jalan keluar mal, awwee...kesiang. satu hal yang menjadi keluhan saya khususnya Darma yang ternyata diciptakan dengan telapak kaki yang lebih tipis, adalah suhu kamar hotel yang tidak dapat kami tolerir, meski sudah diturunkan ke suhu 30 derajat. hmm...rupanya Makassar yang panas telah mendarah daging di tubuh.

Jadinya, Darma memilih posisi bujur berlawanan dengan saya. bahkan katanya jika dinginnya sudah tidak tahan, ia menggelayut di kakiku yang terbungkus bed cover berwarna hijau. dan ketika dia menceritakannya di pagi hari saya tidak tahan tidak tertawa. saya tiba-tiba teringat dengan sosok 'Mort si Mata Sedih' dalam kisah Penguins of Madagascar. dikisahkan si Mort ini sangat suka pada kaki Raja Julien yang norak-norak bergembira, hehehe...

selama tiga hari sejak Rabu hingga Jumat (8-10 desember) kami menjalani rutinitas pengumpulan data yang selanjutnya akan dimasak jadi profil perusahaan. Alhamdulillah, the people are nice. Tidak ada hambatan berarti yang kami hadapi, kecuali berhadapan dengan orang-orang baru yang kadang tidak bisa terlalu terbuka membeberkan data-data perusahaan. Tapi sesuai petunjuk pak Rizal saat pelatihan jurnalisme bisnis kemarin, akhirnya perlahan-perlahan kami bisa beradaptasi dengan narasumber dengan tipe seperti itu.

awalnya kami menyangka, setelah aktivitas di pabrik selesai, kami bisa berleha-leha keliling kota di episode malam. Ternyata kami terlalu letih dan ngantuk begitu sampai di tempat menginap. Jangankan nyebrang lagi ke Nagoya, bergerak untuk mandi pun rasanya berat, padahal badan sama baju sudah mandi debu semen waktu di pabrik. jadi mohon maaf saja kepada teman-teman yang sudah pesan ole-ole elektronik, sungguh kami tidak berdaya, hiks hiks...

satu lagi hal bodoh yang kami perbuat: kami baru tahu kalau Puri Garden punya fasilitas wifi, pada malam ketiga di hotel. dasar udik cuma bisa nginap di kosan saja, ckckck... tapi menurut Darma kami punya pembelaan terhadap ke-oon-an ini: dua malam lalu, meski ada hotspot, tetap saja tidak bisa onlen karena kecapean, iya kan? hehehe...

Nah pada malam ketiga kami menyempatkan diri mengunjungi tanjung Harbor dengan Singapore view di seberang laut, wuiiiihhh.... sayang sekali ibu darma tidak punya paspor, jadinya kami tidak bisa nyebrang ke sana, ya ampyunnn. Nah, di sepanjang tanjung ini terhampar tempat makan yang dikunjungi oleh berbagai etnis, mulai dari etnis melayu, india, chinese, padang, dan bugis.

menurut informasi yang kami peroleh, kebanyakan dari etnis melayu, india, dan sebagian chinese merupakan penduduk Singapore dan Malaysia yang memilih menghabiskan waktu mereka di Batam. Yang seru lagi, ketika mereka bercengkrama mereka asik dengan bahasa masing-masing. jadi saya dan darma berinisiatif menggunakan bahasa daerah yang kami kuasai, supaya nda dikalahki gang, hehehe....

Karena letaknya yang sangat strategis, Batam menjadi kota belanja untuk para 'imigran' dadakan setiap akhir pekan. selain itu harga barang yang ditawarkan pun lebih murah jika dibanding di negara asal mereka. jadi jangan heran hampir setiap sudut bisa dijumpai berbagai hotel, mal, tempat makan, dan tempat hiburan lainnya. sulit bagi kami menemukan tempat yang sarat nilai historis. kami berencana mengunjungi kampung Vietnam, namun waktu sudah tidak memungkinkan kami untuk berlama-lama.

dan tibalah saatnya harus pulang. saya masih harus bertemu dengan saudara sepupu kakek dari ibu saya, lima jam sebelum pesawat ke jakarta take off. beliau menyayangkan jadwal yang sangat mepet, katanya tidak bisa beli ole-ole buat keluarga ibu saya di Bone. Yah, mau bagaimana lagi, mungkin memang saya harus kembali ke sana suatu saat. Beliau juga sudah menasbihkan kediamannya untuk kami tinggali jika suatu saat menginjak tanah merah Batam.

Oh, Batam, sudah dicatat Tuhan untuk menjadi kota pertama terjauh yang pernah kudatangi. Siapa yang menyangka ada banyak simpul kehidupan saya atau pun Darma di sana. kami sudah menautkannya hingga ada sedikit rasa berat untuk berkata 'sampai jumpa lagi'. Entah kapan saya atau Darma kembali ke sana. Tapi tidak ada keentahan bagi hati saya yang bahagia dengan perjalanan ini. Seperti kata Paulo Coelho: a journey gets you wiser. Semoga... We'll be missing you, Batam. Kita akan bertemu lagi, amin..

PS: fotonya menyusul yaa..


Perjalanan Akhir Tahun: Batam (bag I)

mata terasa sangat berat. badan terasa lelah setelah perjalanan di udara selama lima jam. rasanya ingin langsung tidur, berleha-leha menunggu pagi datang, sekaligus memulihkan tenaga. tapi saya memaksakan diri duduk lebih lama di depan layar komputer sebuah warnet di sekitar kosan. biasannya jam 11 seperti ini sudah sepi, tapi malam ini masih terisi anak-anak belum balig yang melanggar tenggat waktu bermain game (aduh, kok pada tidak belajar sih????).

perut saya agak kembung, akibat tadi tidak sempat sarapan sebelum take off pukul 13 wib. Terus pas tiba di ramsis makassar, saya langsung genjot pake ikan bakar dan sedikit nasi plus dabu-dabu andalan racikan Meike, Mimi, dan Chiko, adik-adik saya di Kosmik. Hufh, jadinya malah kembung, melebihi rasa kenyangnya.

baiklah, sebelum rasa lupa mencakar-cakar ingatan saya sampai habis, saya meniatkan untuk bercerita malam ini saja. perjalanan ke Batam kemarin itu sebenarnya bisa dibilang perjalanan 'dinas'. kebetulan sekarang saya masih berstatus freelance di sebuah majalah internal perusahaan di Makassar.

tercetusnya dinas ini adalah ketika saya, darma, beserta anggota redaksi lainnya rapat tema dan outline untuk edisi selanjutnya. Ketika membicarakan rubrik anak perusahaan yang akan kami angkat, terpilihlah PT Semen Bosowa Batam. awalnya saya sambil bercanda bilang: kayaknya harus ke Batam deh biar lebih afdol. ternyata gayung bersambut. seminggu setelah rapat redaksi, ka Ome sebagai redaktur pelaksana mengabari kami agar siap-siap berangkat hari Selasa (7 des 2010). jadwal ini sebelumnya telah disesuaikan dengan kondisi Darma yang harus menyelesaikan berkas pendaftaran ke salah satu instansi pemerintah, tempat ia akan mengabdikan diri.

seperti yang sudah diceritakan Darma, ini adalah perjalanan pertama kami via udara. maklum, orang udik, tinggal jauh dari kota. Malamnya saya tidak bisa konsentrasi tidur, jadinya saya menghabiskan malam online lewat hape Corby, hadiah ulang tahun saya dari kak Harwan. Paginya, ketika masih menunggu Darma di halte bus shuttle bandara, muka saya rasanya tidak karuan, pegal sana-sini karena tidak tidur sempurna. tapi mau bagaimana lagi, masa saya tidur di halte?

akhirnya Darma datang, saya pun pamit dengan mata yang saya tahan supaya tidak berkaca-kaca menatap pria yang sudah mengantar saya sejak jam 6 pagi itu. kami menanti pesawat berangkat sambil sesekali menelpon keluarga di kampung, redaktur pelaksana, dan pihak yang akan menjemput kami setibanya di Batam.

lagi-lagi saya tidak sarapan sebelum berangkat. hanya berbekal roti isi pisang cokelat yang saya beli pas di pintu 2 unhas, sudah cukup mengganjal perut yang memang tidak terbiasa diisi di pagi hari. saya lupa pinjam mp3 milik ka riza, padahal lumayan kan buat mengatasi stres menunggu pesawat mendarat nantinya. sepanjang udara saya tidak bisa duduk tenang, bawaannya gelisah terus, kepala pusing karena belum tidur semalaman, belum lagi jantung naik turun berbanding dengan kemiringan si burung besi, wihhh. Lain cerita dengan Darma dan penumpang di sebelahnya, mereka malah asik tidur, ckckck...

transit di Soekarno-Hatta, kami hampir ketinggalan pesawat kiranya kami tidak mendengar seorang petugas memanggil penumpang yang akan menuju sumatera. kami sempat terbawa arus rombongan penumpang lainnya. saya dan darma (lengkap dengan tas besar di punggung) harus berlari-lari setelah itu rela bergelantungan di bus yang akan membawa kami ke dalam burung besi selanjutnya...

6 December 2010

trust me... i am a master of letting go