11 December 2010

Perjalanan Akhir Tahun: Batam (bag II-selesai)

Cuaca sedang tidak terlalu mendung saat pesawat perlahan mengurangi kecepatan dan menurunkan ketinggian untuk selanjutnya mendarat di Bandara Hang Nadim, kota Batam. Dari atas saya bisa melihat tanah merah bekas galian di beberapa kawasan. Ya, kota ini sedang membangun dirinya menjadi sebuah kota industri.

kami dijemput dan dibawa ke Puri Garden Hotel, kediaman sementara selama kami berada di Batam. Kak Budi, pihak yang bertanggung jawab mengurusi kami, paham benar dengan kondisi dua manusia ini. hotel tersebut dipilih karena berhadapan langsung dengan Nagoya Hills, mal terbesar di Batam, ckckckck...

malamnya, setelah merenggangkan badan yang kaku karena tekanan udara selama di pesawat, kami iseng nyebrang ke Nagoya. Karena lapar, kami menuju lantai 3. eh ujung-ujungnya dapat rumah makan Jawa juga. Asik, bisa makan yang aman, aman di perut dan aman di kantong. tapi yang bikin kami semalaman tidak habis pikir, es kelapa muda yang saya pesan, takrannya bisa dipakai mandi sodara-sodara, hehehehe...

ya itulah malam pertama kami di pulau 'buatan' BJ Habibie ini. meski letih perjalanan masih terasa, kami sangat excited hingga lupa jalan keluar mal, awwee...kesiang. satu hal yang menjadi keluhan saya khususnya Darma yang ternyata diciptakan dengan telapak kaki yang lebih tipis, adalah suhu kamar hotel yang tidak dapat kami tolerir, meski sudah diturunkan ke suhu 30 derajat. hmm...rupanya Makassar yang panas telah mendarah daging di tubuh.

Jadinya, Darma memilih posisi bujur berlawanan dengan saya. bahkan katanya jika dinginnya sudah tidak tahan, ia menggelayut di kakiku yang terbungkus bed cover berwarna hijau. dan ketika dia menceritakannya di pagi hari saya tidak tahan tidak tertawa. saya tiba-tiba teringat dengan sosok 'Mort si Mata Sedih' dalam kisah Penguins of Madagascar. dikisahkan si Mort ini sangat suka pada kaki Raja Julien yang norak-norak bergembira, hehehe...

selama tiga hari sejak Rabu hingga Jumat (8-10 desember) kami menjalani rutinitas pengumpulan data yang selanjutnya akan dimasak jadi profil perusahaan. Alhamdulillah, the people are nice. Tidak ada hambatan berarti yang kami hadapi, kecuali berhadapan dengan orang-orang baru yang kadang tidak bisa terlalu terbuka membeberkan data-data perusahaan. Tapi sesuai petunjuk pak Rizal saat pelatihan jurnalisme bisnis kemarin, akhirnya perlahan-perlahan kami bisa beradaptasi dengan narasumber dengan tipe seperti itu.

awalnya kami menyangka, setelah aktivitas di pabrik selesai, kami bisa berleha-leha keliling kota di episode malam. Ternyata kami terlalu letih dan ngantuk begitu sampai di tempat menginap. Jangankan nyebrang lagi ke Nagoya, bergerak untuk mandi pun rasanya berat, padahal badan sama baju sudah mandi debu semen waktu di pabrik. jadi mohon maaf saja kepada teman-teman yang sudah pesan ole-ole elektronik, sungguh kami tidak berdaya, hiks hiks...

satu lagi hal bodoh yang kami perbuat: kami baru tahu kalau Puri Garden punya fasilitas wifi, pada malam ketiga di hotel. dasar udik cuma bisa nginap di kosan saja, ckckck... tapi menurut Darma kami punya pembelaan terhadap ke-oon-an ini: dua malam lalu, meski ada hotspot, tetap saja tidak bisa onlen karena kecapean, iya kan? hehehe...

Nah pada malam ketiga kami menyempatkan diri mengunjungi tanjung Harbor dengan Singapore view di seberang laut, wuiiiihhh.... sayang sekali ibu darma tidak punya paspor, jadinya kami tidak bisa nyebrang ke sana, ya ampyunnn. Nah, di sepanjang tanjung ini terhampar tempat makan yang dikunjungi oleh berbagai etnis, mulai dari etnis melayu, india, chinese, padang, dan bugis.

menurut informasi yang kami peroleh, kebanyakan dari etnis melayu, india, dan sebagian chinese merupakan penduduk Singapore dan Malaysia yang memilih menghabiskan waktu mereka di Batam. Yang seru lagi, ketika mereka bercengkrama mereka asik dengan bahasa masing-masing. jadi saya dan darma berinisiatif menggunakan bahasa daerah yang kami kuasai, supaya nda dikalahki gang, hehehe....

Karena letaknya yang sangat strategis, Batam menjadi kota belanja untuk para 'imigran' dadakan setiap akhir pekan. selain itu harga barang yang ditawarkan pun lebih murah jika dibanding di negara asal mereka. jadi jangan heran hampir setiap sudut bisa dijumpai berbagai hotel, mal, tempat makan, dan tempat hiburan lainnya. sulit bagi kami menemukan tempat yang sarat nilai historis. kami berencana mengunjungi kampung Vietnam, namun waktu sudah tidak memungkinkan kami untuk berlama-lama.

dan tibalah saatnya harus pulang. saya masih harus bertemu dengan saudara sepupu kakek dari ibu saya, lima jam sebelum pesawat ke jakarta take off. beliau menyayangkan jadwal yang sangat mepet, katanya tidak bisa beli ole-ole buat keluarga ibu saya di Bone. Yah, mau bagaimana lagi, mungkin memang saya harus kembali ke sana suatu saat. Beliau juga sudah menasbihkan kediamannya untuk kami tinggali jika suatu saat menginjak tanah merah Batam.

Oh, Batam, sudah dicatat Tuhan untuk menjadi kota pertama terjauh yang pernah kudatangi. Siapa yang menyangka ada banyak simpul kehidupan saya atau pun Darma di sana. kami sudah menautkannya hingga ada sedikit rasa berat untuk berkata 'sampai jumpa lagi'. Entah kapan saya atau Darma kembali ke sana. Tapi tidak ada keentahan bagi hati saya yang bahagia dengan perjalanan ini. Seperti kata Paulo Coelho: a journey gets you wiser. Semoga... We'll be missing you, Batam. Kita akan bertemu lagi, amin..

PS: fotonya menyusul yaa..


No comments: