Empat jam perjalanan pulang ke Makassar terasa sangat menyiksa. Semua berawal dari salah perhitungan oleh sang supir Panther yang terus menerima pesanan nomor kursi. Sebenarnya tidak masalah jika angkutan yang tersedia cukup. Lah ini, gara-gara sesuatu dan lain hal yang tidak diantisipasi sebelumnya, salah satu mobil divonis 'dalam proses perbaikan'. Akibatnya saya dan penumpang lain harus jadi korban, diperlakukan bak barang-barang yang bisa diatur tempatnya dan dimuat-muatkan ke dalam satu mobil.
Sesak minta ampun. Seperti yang sering saya alami jika ke Makassar atau ke Bone, tempat duduk saya lebih sering di kursi paling belakang. Barang-barang di bagasi bertumpuk hingga posisi sandaran kursi hampir tegak lurus. Karena di belakang kami duduk berempat, saya tidak dapat bagian untuk bersandar. Ya Allah, kapan saya bisa menikmati perjalanan dengan santai. Apalagi, seorang ibu paruh baya di depanku tidak berhenti mengomel dengan situasi ini.
Sepanjang jalan, saya menahan posisi tubuh agar tidak ke mana-mana. Kalau seperti begini keadaannya, saya tidak bisa tidur sama sekali selama perjalanan. Penderitaan saya bertambah, ketika Pak Supir menyetel keras sound-sound menghentak sampai ke jantung ala ala tripping diskotek kampung. Hiks...hiks...sempurnalah perjalanan empat jamku.
Saya tidak tahan lagi, tapi apa bisa dikata, Si Supir jadinya ngantuk kalau tidak ada musik pengusik jantung. Keselamatan kami bagaimana pun berada di tangannya...Daripada dia menyuruh kami turun di lokasi antah berantah di tengah malam, lebih baik merecap pengalaman sekali-sekali ini, meski dengan suasana hati yang tidak enak. Sejak mobil meninggalkan kantor agen hingga ke halte perhentian saya, sound-sound itu terus berkumandang, mengejek-ejek saya yang berani mencoba pengalaman baru dalam lembaran sejarah saya bab bolak balik Makassar-Bone.
Sesak minta ampun. Seperti yang sering saya alami jika ke Makassar atau ke Bone, tempat duduk saya lebih sering di kursi paling belakang. Barang-barang di bagasi bertumpuk hingga posisi sandaran kursi hampir tegak lurus. Karena di belakang kami duduk berempat, saya tidak dapat bagian untuk bersandar. Ya Allah, kapan saya bisa menikmati perjalanan dengan santai. Apalagi, seorang ibu paruh baya di depanku tidak berhenti mengomel dengan situasi ini.
Sepanjang jalan, saya menahan posisi tubuh agar tidak ke mana-mana. Kalau seperti begini keadaannya, saya tidak bisa tidur sama sekali selama perjalanan. Penderitaan saya bertambah, ketika Pak Supir menyetel keras sound-sound menghentak sampai ke jantung ala ala tripping diskotek kampung. Hiks...hiks...sempurnalah perjalanan empat jamku.
Saya tidak tahan lagi, tapi apa bisa dikata, Si Supir jadinya ngantuk kalau tidak ada musik pengusik jantung. Keselamatan kami bagaimana pun berada di tangannya...Daripada dia menyuruh kami turun di lokasi antah berantah di tengah malam, lebih baik merecap pengalaman sekali-sekali ini, meski dengan suasana hati yang tidak enak. Sejak mobil meninggalkan kantor agen hingga ke halte perhentian saya, sound-sound itu terus berkumandang, mengejek-ejek saya yang berani mencoba pengalaman baru dalam lembaran sejarah saya bab bolak balik Makassar-Bone.
No comments:
Post a Comment