Lima bulan sudah saya menyandang gelar sarjana. "Kerja di mana sekarang?" adalah sebuah pertanyaan alam bawah sadar setiap teman-teman yang pernah terpisah jarak. Dalam periode lima bulan itu pun, terhitung hanya satu kali saya memasukkan pernik-pernik lamaran kerja ke sebuah perusahaan industri di Kawasan Industri Makassar. HasilnyaI screwed it, gagal total.
Sempat pula saya meniatkan diri memasukkan lamaran ke sebuah majalah computer-thing dan sebuah koran nasional, keduanya berbasis di ibukota. Berkas dan kualifikasinya sudah saya genapi, tinggal kirim via pos. Namun, entah mengapa malam berikutnya, semangat saya jadi surut. Mengapa? Padahal saya paham benar pekerjaan semacam ini adalah dunia saya.
Mungkin benar kata salah seorang teman, saya sering memberi jeda/ruang di antara kedua belahan otak saya. Sebuah keputusan mendadak kadang-kadang mengapung ke permukaan, dan itu di luar tebakan orang-orang, bahkan dari perencanaan saya yang matang. Apa yang menggerakkannya, adalah sebuah keentahan lain yang belum bisa saya jawab.
Kata Ka Harwan, segala bentuk pekerjaan itu baik, selama halal, dan dengan bekerja orang akan menjadi sehat. Kalimat ini menjadi air bagi semangat saya yang sering layu. Saya tidak membenci pekerjaan, saya hanya kadang cemburu dengan mereka yang telah bekerja sendiri, hidup dengan biaya sendiri, bahkan sanggup menghidupi orang lain. Maka celakalah orang yang mencemooh orang-orang yang bekerja.
Hidup memang terlalu kuat untuk dikendalikan dalam bentuk rencana-rencana. Ada yang menaklukkan dan ada yang takluk oleh hidup. Kedua pilihan ini bukan untuk dipikirkan, tapi untuk dijalani.
Sempat pula saya meniatkan diri memasukkan lamaran ke sebuah majalah computer-thing dan sebuah koran nasional, keduanya berbasis di ibukota. Berkas dan kualifikasinya sudah saya genapi, tinggal kirim via pos. Namun, entah mengapa malam berikutnya, semangat saya jadi surut. Mengapa? Padahal saya paham benar pekerjaan semacam ini adalah dunia saya.
Mungkin benar kata salah seorang teman, saya sering memberi jeda/ruang di antara kedua belahan otak saya. Sebuah keputusan mendadak kadang-kadang mengapung ke permukaan, dan itu di luar tebakan orang-orang, bahkan dari perencanaan saya yang matang. Apa yang menggerakkannya, adalah sebuah keentahan lain yang belum bisa saya jawab.
Kata Ka Harwan, segala bentuk pekerjaan itu baik, selama halal, dan dengan bekerja orang akan menjadi sehat. Kalimat ini menjadi air bagi semangat saya yang sering layu. Saya tidak membenci pekerjaan, saya hanya kadang cemburu dengan mereka yang telah bekerja sendiri, hidup dengan biaya sendiri, bahkan sanggup menghidupi orang lain. Maka celakalah orang yang mencemooh orang-orang yang bekerja.
Hidup memang terlalu kuat untuk dikendalikan dalam bentuk rencana-rencana. Ada yang menaklukkan dan ada yang takluk oleh hidup. Kedua pilihan ini bukan untuk dipikirkan, tapi untuk dijalani.
No comments:
Post a Comment