Tidak terhitung berapa kali aku harus meminta izin menginap pada Kak Accank, demi merasakan empuknya ranjang pegas, nikmatnya susu cokelat ala Ira di pagi hari (sambil mendengarkan pita kaset JET dan Avril Lavigne), dan mengagumi hasil jepretan kamera manual tua yang telah menemaninya sekian tahun.
Kemarin, aku dilanda de javu saat melintasi Racing Centre, tepatnya ketika melihat bangunan masjid berwarna hijau menjelang buka puasa. Ramadhan lima tahun lalu, aku ingat, lepas kuliah, aku menghampiri lalu menggelayut di pundaknya, meminta agar menemaniku belanja suvenir ulang tahun adikku di Lasinrang. Tanpa babibu, ia langsung mengiyakan sambil tersenyum-senyum menggodaku yang sedang takjub dengan ketulusannya.
Karena kelamaan cuci mata, kami terancam tidak buka puasa di rumah. Alhasil Kak Ira mentraktir minuman dingin lalu singgah sejenak di depan mesjid Lasinrang. Ternyata di masjid itu jamaah sedang berbuka. Kami berdua dipanggil-panggil masuk oleh salah seorang warga. "Wah bagaimana ini kak?" "Ayo masuk saja...".
Aku dan Kak Ira hanya bisa saling memandang saat melihat seisi rumah ibadah itu.Kami berada di antara puluhan jemaah yang semuanya laki-laki!!! Kami jadi canggung dan tidak kuasa menghabiskan penganan berbuka. Buru-buru kami keluar berwudhu dan mengasingkan diri ke lantai dua masjid yang sementara direnovasi.
Aku rindu pada Kak Ira, pada spring bed-nya, pada TV-nya, pada tumpukan kaset di lemarinya, pada foto-foto karyanya, pada sisirnya, pada cerminnya, pada dinding kamarnya yang bergaris-garis, pada langit-langit kamarnya yang bocor, bahkan pada sabun mandi cairnya yang sering kupakai.
Di mana lagi akan kutemukan kakak yang selalu kurindukan sepertimu, Kak Ira?
No comments:
Post a Comment