23 May 2008

Mahkota Kemenangan itu telah kembali

God Save the England...

Rasa kantuk benar-benar kini menjadi lawan yang tak dapat kukalahkan. Semalaman aku sudah berikrar untuk bangun lebih dini. Namun ketika penanda waktu berbunyi, aku hanya butuh sedikit tenaga untuk mematikannya. Pengeluaran tenaga yang tidak cukup untuk membuatku tersadar lebih lama. Hingga akhirnya aku mendapati diriku bangun pada pukul 11 pagi. Bravo!!! Rekor telah terpecahkan. Selama ini aku bangun paling lambat jam 10.30. Aku butuh insomnia di pagi hari tampaknya.

Kabar kemenangan Manchester United atas klub ibukota Inggris, Chelsea telah tersiar ke mana-mana. Trofi Liga Champion simbol supremasi klub-klub sepakbola Eropa tersebut telah kembali ke tanah Inggris, khususnya Old Trafford, setelah melanglang buana ke klub-klub yang ada di belahan Eropa lainnya selama sembilan tahun. Terhitung Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, telah disinggahinya (di tahun 2005, Liverpool berhasil membanggakan rakyat Pangeran Charles dengan menjadi juara mengalahkan AC Milan).

Kemenangan ini dirasakan begitu berarti oleh MU setelah sebelumnya telah memastikan diri sebagai juara liga domestik. A Double winner. Bagiku, berita kemenangan tersebut membuatku mengalami de javu, nostalgia final Liga Champion 1999 di Nou Camp Stadion antara MU dan Muenchen. Saat itu, David Beckham yang sedang hangat-hangatnya digelari Spice Boy menjadi pahlawan masyarakat Manchester meraih gelar trebel winner. Treble Winner yang sama-sama kita ketahui telah memberi gelar kehormatan tertinggi, Sir kepada Alex Ferguson. Sembilan tahun berlalu dan kini kita tidak lagi mendapati Beckham di deretan podium kehormatan. Tidak juga Peter Schmichel, Dwight Yorke, dan Teddy Sheringham, tergantikan oleh Van Der Saar, Wayne Rooney, dan Ronaldinho.

Jauh sebelum partai final kemarin digelar di Moskow, pecinta sepak bola Inggris boleh berbangga hati menyaksikan All England Final. Yah, cukuplah sebagai obat atas kegagalan timnas Union Jack melangkah ke babak final Piala Eropa 2008. God save the England ;p

Aku menantikan apakah Piala Eropa yang akan dimainkan dalam tempo dua bulan, Juni dan Juli, sanggup mengubah pola tidurku. Mengingat ia digelar di Austria-Swiss, zona waktu yang berbeda membuat para pecinta bola di tanah air mau tidak mau harus 'rela' menyesuaikan jam (re-scheduling) tidur mereka jika ingin menyaksikan pertandingan secara langsung. Tumbalnya? apa lagi kalau bukan terbengkalainya tugas di pagi hari (bahkan sepanjang hari) tergantikan oleh aktivitas tidur atau sekedar membincangkan pertandingan semalam, atau lebih tepatnya pertandingan sesubuh. Apalagi jika bukan pengabaian terhadap hal lain yang menunggu untuk ditunaikan.

Namun kabar baiknya adalah, seluruh tayangan televisi memiliki potensi yang sama untuk membuat audiensnya berperilaku demikian.

Just wait and see...

No comments: