15 April 2014

Tadi malam saya tidur lebih cepat, jam 9. Been tied up all day, dengan segala drama di kantor. Meski demikian, saya masih sempat bertemu dengan adik di tempat makan favorit kami di Perintis. Alasan lain, sedang menghindar dari seorang teman yang 'memaksa'ku bercerita apa yang sedang terjadi sampai aku mengiriminya pesan teks sorenya saat aku meninggalkan kantor.

"Stres ka.."
"Cerita Em biar lebih ringan. Nanti kalo sudah di rumah, kabarika."

I did text him, let him know that I'd been too tired. Dan tadi pagi, hujan turun, salah satu kebahagiaan yang mungkin sedang diingatkan Rabb padaku, atas semua rasa tidak bersyukur ini. Rasa tidak syukur yang rencananya kutuangkan dalam bentuk curhat dengannya.

Pagi ini sebelum berangkat kantor, dari ujung jalan lorong menuju jalan utama, seorang bapak mengenakan jas hujan menarik gerobak baksonya. Seems like a hard day to go. Another reason to be thankful for, not because I got better one. Lalu di kantor aku bertemu dengan salah seorang karyawan pemasaran sebuah media yang kebetulan kerja sama dengan kantor. Kenal lumayan baru, setahun.

We had lunch, not having any much talk. Pada beberapa bagian percakapan yang sedikit itu, there were moments I saw myself in him. No, not the conversation, it is how he has been all along. He got everything to be what he wanted to, but he just didnt. Aku tidak mau menanyakan kenapa. I just let my imagination reach the answers yang sepertinya tersimpan sangat dalam. At least, I got better knowing that I'm not alone with that way of thinking.

My point is, no matter how hopeless and wasteful a heart is, there's always, there's always a reason to smile. Hope is in the air after all. Cahaya di ujung jalan itu akan selalu ada, mungkin karena itulah tempat pulang sesungguhnya.

"Don't engage your heart in grief over the past or you won't be ready for what is coming." (Imam Ali). 

"Never give up, never surrender..." you said on your DM


No comments: