11 September 2009

Tentang Sahabatku, Desy

Di dunia ini saya mengenal tiga orang bernama Desi, walau dengan huruf penyusun yang berbeda. Pertama, Deasy teman SD ku hingga kelas 3, Decy teman se-angkatan di Kosmik, dan ada Desy Maulana, teman SD dari kelas 2 hingga kelas 4. Ketiganya adalah benang-benang warna dalam rajutan hidupku. Aku ingin menelusuri lagi salah satu warna itu, melihat pola jarum sulam pada benang itu, dan jejak yang telah kulalui bersamanya, Desy-ku.

Gadis cilik pindahan dari kota Makassar, rambutnya hitam dikuncir kuda dengan poni menutupi dahi, cantik dan atraktif. Dia selalu jadi kebanggaan ibu guru, jago matematika pula. Pernah sekali, aku ingat, waktu itu ibu guru sedang menjelaskan cara membaca jam dinding. Desy sangat fasih dalam hal ini, sementara aku sangat ketinggalan. Dasar bodoh, aku sampai kena lemparan kapur ibu guru karena tidak bisa menjawab pertanyaan.


Jika Desy punya sepeda biru merek Mustang (cukup populer saat itu), maka aku punya sepeda 'aneh' tidak bermerek. Dengan sepeda itulah kami sering kali mengunjungi satu sama lain, entah mengerjakan PR atau hanya sekedar menyusuri jalan-jalan tertentu yang sudah familiar bagi kami. Di rumah si sulung ini aku dibuat agar tidak merasa canggung. Makan-makan, main telpon-telponan, main tali, sampai mandi bersama di depan rumahnya dengan pompa air manual. Demikian pula setiap ia berkunjung ke rumahku, ia tidak akan ragu-ragu mendaki anak tangga dari bambu menuju lantai dua rumahku yang belum jadi.

Warna Desy selalu membuatku tersenyum. Kami berdua adalah penonton setia dua serial Thailand yang dibintangi oleh aktris yang sama. Kalau anda ingat, salah satu serial itu adalah Lady of the Poor dengan Bo sebagai tokoh utama, yang model rambutnya ditiru habis-habisan oleh penggemarnya. Serial satunya aku lupa, namun dengan itulah "puncak" kekompakanku dengan Desy terasa berbekas di hatiku. Soundtrack serial itu sering kami nyanyikan dengan lirik gubahan kami sendiri.

Namun, siapa yang sangka kebersamaanku dengan Desy tidak berumur panjang. Menginjak kelas 4, setahun setelah kepergian Deasy ku yang lain, keluarga Desy turut pindah ke Sinjai (ayah Desy seorang pegawai Telkom yang harus berpindah-pindah ke beberapa kabupaten di Sulsel). Lagi-lagi aku merasa kehilangan, rasa perih itu tidak pernah berkurang hingga hari ini. Aku sangat rindu saat ia tiada duduk di
samping bangku tempat dudukku di kelas.

Ia pernah mengirimkan surat dengan nomor telpon barunya. Namun belum sempat aku membaca seluruh isi surat dan menyimpan satu-satunya nomor yang bisa menghubungkanku dengannya, salah seorang menarik carik kertas itu dan merobek-robeknya tepat di depan mataku. Oh, apa gerangan yang menimpaku? Seperti sumur yang tidak berdasar, kerinduan itu akhirnya tidak pernah menemukan tempat berpijak.

Terkadang aku tidak bisa paham dengan rencana Tuhan. Pertanda yang Ia beri masih sangat sulit kuterjemahkan. Hingga 14 tahun melayang-layang dalam sumur itu, tiba-tiba Ia membuka jalan pertemuan kembali dengan sahabat masa kecilku. Aku bahagia sampai ingin menangis saat mendengar suaranya lewat telpon seluler (teknologi yang tidak pernah kami bayangkan di kala kami bermain telpon-telponan dahulu).


Kemarin ia mengabariku kalau ia sudah wisuda (ternyata selama ini menginjakkan kaki di universitas yang sama). Desy mengundangku ke acara buka puasa di Raja Boga, tidak begitu jauh dari kediamanku saat ini. Tiga bulan yang lalu, aku terlebih dahulu mengundangnya ke acara syukuran wisudaku. Namun baru kali ini aku bisa mengabadikan momen bersama. Ya, inilah rencana Tuhan yang tidak pernah kuramalkan kedatangannya, hingga aku bingung harus berbicara apa saja pada sahabatku ini.

Ia bertambah gemuk, katanya akibat stres mengerjakan skripsi. Tenri, sang adik yang masih dalam buaian terakhir kali aku melihatnya kini sudah SMA, tidak kalah cantik dengan sang kakak.


Memang aku bingung harus berbuat apa saja denganmu Des, waktu telah terlalu lama memisahkan kita, hingga banyak hal yang pernah tidak kita alami bersama. Namun satu hal yang tidak akan kuhalangi, teruslah jadi benang cerah dalam hidupku, Des...