19 September 2009

Lebaran tanpa Keluarga A Ling

Tidak seperti jelang lebaran tahun-tahun sebelumnya, di akhir Ramadhan tahun ini, buras andalan buatan ibu sudah matang duluan, dua jam sebelum buka puasa hari terakhir. Padahal tahun kemarin-kemarin ibu mengeluh karena tidak bisa mengejar waktu. Seringkali buras dan penganan pelengkap baru bisa disantap setelah Shalat Id, itupun setelah melalui begadang yang melelahkan.


Di penjuru lorong lokasi rumahku, buras ibu terkenal paling enak. Tiap lebaran datang, masyarakat sekitar punya 'tradisi' kirim hantaran ke rumah keluarga A Ling, keluarga keturunan Tiong Hoa yang huniannya hanya beberapa meter dari rumahku. Ibu marah jika aku mulai malas-malasan tidak mau membawa beberapa ikat buras persegi ke rumah perempuan supel itu.


A Ling adalah anak bungsu dari keluarga utama di rumah itu. Ayahnya, pemilik Pabrik Mie yang cukup familiar di telinga orang-orang kota (makanya lorong itu lebih dikenal dengan Lorong Pabrik Mie), sudah cukup tua terakhir kali aku melihatnya. Adik ibu pernah bekerja di sana, dan darinya aku tahu satu hal, hantaran ibuku yang paling dinanti-nanti (^_^). Aku lupa sejak kapan pabrik itu mulai ada. Mungkin sudah puluhan tahun sejak mereka pertama kali menginjakkan kami di daerah kami. Aku juga lupa sejak Ramadhan tahun kapan, keluarga itu rutin mengirimi kami parsel jelang Idul Fitri.


Undangan makan juga kami peroleh setiap ada hari raya mereka, ataukah undangan ulang tahun keponakan A Ling, Leona. Suatu kali, aku berpapasan. Dia 'marah' karena aku tidak datang ke acara Gong Xi Fa Chai-nya. Ia lalu mengajakku masuk, namun hanya tolakan halus yang kuberikan. Aku tidak terbiasa di sana.


Dua tahun sudah kami tidak menerima parsel lagi. Dua kali Lebaran pula, Ibu tidak menyisihkan bagian buat hantaran. Seperti ada yang hilang. Tiap kali aku melintas, yang kulihat hanya rumah tidak terurus, berjamur, kumuh, pagar yang dimakan karat, daun-daun sirsak belanda yang berguguran. Pada malam hari, di antara kegelapan yang menyelimuti, hanya sebuah cahaya lampu dari ruang dalam, menambah aroma sunyi dan seram rumah itu.

***

Apa yang paling kutakutkan di dunia ini? Ada tiga hal. Kembang api tidak termasuk. Jantungku memang rasanya mau meledak tiap kali pecah di udara. Tapi semburan wewarnanya adalah penawar mujarab. Kembang api malam takbiran ini, juga buras ala ibu ingatkanku pada keluarga itu. Selamat Lebaran, A Ling, Leona...

1 comment:

harwan ak said...

tulisan bagus...kenangan indah.... a ling juga nama salah satu tokoh novelnya andrea hirata...