14 December 2009

Panggil Aku Donald Duck

Kurang lebih tiga malam lalu, aku iseng-iseng membuka kardus bekas dispenser berisi barang-barang lama yang sayang sekali jika dibuang (ya, untuk urusan yang satu ini, aku mewarisi sifat ibuku, suka menyimpan benda-benda lama (^_^)). Lama tidak dibongkar, ternyata aku menemukan banyak benda yang kini punya nilai tertentu, mungkin salah satunya karena telah ditinggalkan oleh waktu. Dua di antaranya selembar foto pra ospek, di mana aku berhadapan dengan Dwi, saling membersihkan wajah kami yang belepotan cat tembok dengan tinner (bayangkan!!! tinner??? pembersih wajah manapun lewatttt!!!)

Satunya lagi, sebuah komik Disney yang tebal tidak utuh (beberapa bagian cerita terpotong, kertasnya berwarna cokelat kusam), namun masih bisa dinikmati kisahnya. Aku jadi teringat sewaktu SD dulu, sering merengek pada ibu minta dibelikan majalah "Donald Bebek" yang saat itu harga 2.500 termasuk ukuran mahal buat ibu.

Pertama kali membaca kisah-kisah tokoh transnasional produksi Walt Disney saat itu, aku langsung mengidentikkan diriku dengan karakter Donald Bebek. Pemalas, seniman tidak karuan, suka berleha-leha, bersantai-santai, susah bangun pagi, dan gampang marah. Membaca kisahnya lagi di tiga malam belakangan ini, mendorongku mengidentikkan ulang karakter-karakter itu, dan hasilnya memang masih sama, hehehehe... Maaf ya kalau ada yang mengeluh dengan sifat-sifatku..

2 comments:

pisped said...

Donald Duck???

wah,,, ingat masa kecil dulu saat komik-komik yang ada dalam rumah hanya ada komik itu beserta tabloid bobo...nda lakumi sekrang dich...

Emma said...

heheh...iya...gmn caranya di' supaya bisa dapat komik digitalnya?