24 May 2008

Teori Relativitas

Puluhan mahasiswa duduk di ruas jalan keluar pintu satu Unhas. Gerbang pintu keluar ditutup agar kendaraaan tidak bisa melintas. Sementara gerbang yang lain dibiarkan terbuka. Semacam renungan mereka lakukan semalam. Renungan menyambut pengumuman kenaikan BBM pukul 23.00. Aku mengamati dari kejauhan, di dalam angkot yang sedang menunggu penumpang tepat di tikungan jalan masuk Unhas. Mungkin terakhir kalinya aku membayar 1500 rupiah, esok cerita pasti akan berbeda.

Aku singgah melihat kakak-kakak yang sedang berjuang meninggalkan unhas alias sedang mempersiapkan proposal penelitian. Waktu di kampus, aku dengar kabar Darma, Shanty, Ali, Arya, dan Wiwi manis akan ujian proposal pekan depan. Selamat ya teman-teman. Buat Darma Perez, aku tahu engkau pekerja keras, tenang, dan tidak terburu-buru. Shanty berjuanglah, tinggal selangkah lagi. Ali, kami akan sealu mengingat senyummu dan kala engkau berpatah kata di acara mubes 2005 silam. Arya dan Wiwi manis sejak pertama kalian memang 'tak terpisahkan', Semoga persahabatan ini selamanya.

Sebuah charge tak bertuan ka asri berikan. Aku tidak sabar menunggu kabar ka harwan. Kemungkinan besar ka harwan sudah tiba di lokasi. Hitung-hitungan probabilitasku terbukti!!! Aku senang mendengarnya, lebih senang lagi karena Fren ternyata sudah beroperasi di sana. Selama ini aku mengeluh, pulsaku bisa habis dalam waktu tidak lebih dari sehari. Operator seluler yang bisa bikin dower itu kali ini memungkinkan aku, ka harwan, dan ka ishak bisa bercengkrama lebih lama lewat udara. tidak lupa aku menceritakan pertemuanku dengan Ka Syam (pertemuan yang selalu inspiratif), kabar ibunda Dwi yang masuk rumah sakit Ibnu Sina, teman-teman angkatan yang akan seminar dan relativitas waktu yang kualami bersama Echy.

Bagi Echy, satu hari adalah 24 jam, namun bagiku satu hari adalah 48 jam. Kenapa? Mungkin kalimat dari seorang senior bisa menjelaskannya: waktu terasa begitu cepat berlalu bagi yang merasa takut, dan terasa begitu lama bagi yang menunggu. Well Thanks, Einstein...

Kabar dari seberang sana, Angga,Jihad,dan Maya (setia saat di Malino) menanyakan kabarku. Teman-teman kecilku,aku merindukan kalian.

stop eksploitasi anak! bukan untuk kepentingan kampanye

Aku mengisi malam bersama komputerku. Pada layarnya, Shaun, bocah 12 tahun menggunduli rambutnya agar dapat diterima menjadi anggota sebuah kelompok ultra nasionalis Inggris.Dari balik kamar, tv tua milik kakak ipar menayangkan pengumuman kenaikan harga BBM. Terjawab sudah mengapa malam itu mobil yang kutumpangi turut antri di SPBU depan pintu satu. Yeah,This Is Indonesia...

23 May 2008

Grazie....Gaia

(Demi GAIA POlloni part II)

Panas, gerah, mual, ngantuk, pening dan nyeri menyatu dalam tubuhku. Kondisi ini kualami tidak lama setelah menyantap sop saudara di salah satu kedai di terminal Daya ketika menemani ka harwan dan pasangan pengantin baru, Ishak-Rena, menunggu bus ke Palopo. Ka harwan sudah mewanti-wanti sedari dulu untuk tidak mencicipi segala makanan yang dapat memicu tekanan darahku. Namun, godaan ka Rena tak dapat kutahan. Jadilah efeknya harus kutanggung sendiri sampai pete-pete yang kutumpangi untuk pulang berhenti di depan pintu satu. Destination: Extra Net.

Sesampai di tujuan, aku mencari mungkin ada wajah familiar bercokol di sana. Ternyata hanya ada beberapa users saja dan penjaga warnet partner ka Rahe. Akses ke dunia maya pun kubuka, dan kutemui Gaia Polloni di kotak suratku. Grazie...GAIA, permintaanku yang kukirim sekitar tiga minggu yang lalu telah dikonfirmasi. Aku mengirimkannya setangkai green clove leaf gift sebagai tanda terima kasih.

Sementara itu, di balik dinding kaca ExtraNet, jalur sepanjang Perintis Kemerdekaan tampak macet. Truk, mobil, motor terjebak dalam panas, tertahan langkahnya oleh segerombolan mahasiswa yang mengatasnamakan diri mahasiwa Universitas Hasanuddin menyeberang jalan untuk selanjutnya melakukan long march menentang kenaikan BBM pada akhir Mei ini.

Dinding kaca itu tidak begitu tebal, namun dua ruang yang ia batasi sangat berbeda. Hawa air conditioning membuatku mampu merasakan gerah para demonstran. Aku kembali memusatkan perhatianku ke dunia global di hadapanku. Di halaman pribadiku, aku bertemu darma dkk saling 'berbalas' comment di shoutbox. Teman-teman, kakak-kakak, aku merindukan kalian semua. Syukurlah Tuhan menghimpun kita sehingga dapat bertatap mata, merasakan energi dan aura kalian. Salam keselamatan dan keterjagaan semoga dilimpahkan atas kita semua.

Aku meninggalkan warnet dengan uang pas di tangan, cukup untuk sekali naik angkot balik ke pondokan. Rasa lelah kembali merayapi tubuhku, momen perenungan singkat di pete-pete pun dimulai, meski singkat, namun kadang menjadi saat bagiku mengumpulkan semangat serta memaafkan keterbatasan dan kelemahan diriku selama ini. Aku ingin kotak berjalan ini membawaku lebih cepat....Aku ingin segera merebah, terlelap, untuk kemudian bangkit lagi dan memulai langkah kecilku.

Kutemui adikku Ilham sedang mencuci perabot makan yang telah menumpuk tak terurus selama berhari-hari . tangannya berbusa dan ada senyum sumringah di wajahnya. Aku sudah terbiasa dengan bahasa tubuh itu, pasti ia sedang butuh sesuatu, Benar saja, ia menanyakan status sms yang ia kirim pagi tadi. pesan singkat itu berisi keadaan dirinya yang lagi tak berduit. Kurogoh tasku untuk memberinya uang, namun ia menahan, '...nantipi, selesaipi kerjaanku.' dalam hati aku meminta, sabarlah adik...berkah tidak akan pernah meninggalkan kita.

Meski jarang berada di pondokan, aku bisa merasakan perubahan adikku. Ia menjadi lebih tenang, tidak gegabah, dan mau mendengar. Semoga hatinya telah tersentuh. Namun demikian, masih ada satu hal yang mengganjal dan selalu hadir di dalam tiap momen renunganku, bagaimana kuliahnya? berantakankah atau teruruskah? Pernah sekali aku bertanya padanya. Jawaban yang tidak kuinginkan justru ia berikan. Untunglah lami dibatasi dinding triplek pemisah kamarku dengan kamarnya. Jika tidak ,mungkin amarahku takkan terkendalikan. Untunglah....

Akhirnya aku hanya berkata,',,,sudah bukan masanya saya menyuruh-nyuruhmu.' Engkau harus bergerak dengan kehendakmu. Dan dia pun hanya diam. Pernyataan bahwa bahasa bisa membentuk realitas di kepala telah kupraktekkan hari itu. Selamat!

Mahkota Kemenangan itu telah kembali

God Save the England...

Rasa kantuk benar-benar kini menjadi lawan yang tak dapat kukalahkan. Semalaman aku sudah berikrar untuk bangun lebih dini. Namun ketika penanda waktu berbunyi, aku hanya butuh sedikit tenaga untuk mematikannya. Pengeluaran tenaga yang tidak cukup untuk membuatku tersadar lebih lama. Hingga akhirnya aku mendapati diriku bangun pada pukul 11 pagi. Bravo!!! Rekor telah terpecahkan. Selama ini aku bangun paling lambat jam 10.30. Aku butuh insomnia di pagi hari tampaknya.

Kabar kemenangan Manchester United atas klub ibukota Inggris, Chelsea telah tersiar ke mana-mana. Trofi Liga Champion simbol supremasi klub-klub sepakbola Eropa tersebut telah kembali ke tanah Inggris, khususnya Old Trafford, setelah melanglang buana ke klub-klub yang ada di belahan Eropa lainnya selama sembilan tahun. Terhitung Spanyol, Italia, Jerman, Portugal, telah disinggahinya (di tahun 2005, Liverpool berhasil membanggakan rakyat Pangeran Charles dengan menjadi juara mengalahkan AC Milan).

Kemenangan ini dirasakan begitu berarti oleh MU setelah sebelumnya telah memastikan diri sebagai juara liga domestik. A Double winner. Bagiku, berita kemenangan tersebut membuatku mengalami de javu, nostalgia final Liga Champion 1999 di Nou Camp Stadion antara MU dan Muenchen. Saat itu, David Beckham yang sedang hangat-hangatnya digelari Spice Boy menjadi pahlawan masyarakat Manchester meraih gelar trebel winner. Treble Winner yang sama-sama kita ketahui telah memberi gelar kehormatan tertinggi, Sir kepada Alex Ferguson. Sembilan tahun berlalu dan kini kita tidak lagi mendapati Beckham di deretan podium kehormatan. Tidak juga Peter Schmichel, Dwight Yorke, dan Teddy Sheringham, tergantikan oleh Van Der Saar, Wayne Rooney, dan Ronaldinho.

Jauh sebelum partai final kemarin digelar di Moskow, pecinta sepak bola Inggris boleh berbangga hati menyaksikan All England Final. Yah, cukuplah sebagai obat atas kegagalan timnas Union Jack melangkah ke babak final Piala Eropa 2008. God save the England ;p

Aku menantikan apakah Piala Eropa yang akan dimainkan dalam tempo dua bulan, Juni dan Juli, sanggup mengubah pola tidurku. Mengingat ia digelar di Austria-Swiss, zona waktu yang berbeda membuat para pecinta bola di tanah air mau tidak mau harus 'rela' menyesuaikan jam (re-scheduling) tidur mereka jika ingin menyaksikan pertandingan secara langsung. Tumbalnya? apa lagi kalau bukan terbengkalainya tugas di pagi hari (bahkan sepanjang hari) tergantikan oleh aktivitas tidur atau sekedar membincangkan pertandingan semalam, atau lebih tepatnya pertandingan sesubuh. Apalagi jika bukan pengabaian terhadap hal lain yang menunggu untuk ditunaikan.

Namun kabar baiknya adalah, seluruh tayangan televisi memiliki potensi yang sama untuk membuat audiensnya berperilaku demikian.

Just wait and see...

A Glorious Comeback

"sangat etnografis....,"gumam kak harwan

Gerimis kecil menemani langkahku malam itu. kutengadahkan tangan untuk memastikan. Agak keheranan karena mestinya saat ini sedang musim kemarau. Ya, hujan turun di akhir mei. Beberapa ruas jalan nampak basah dan ada pula yang tergenang pertanda telah turun air dari langit. Kegelisahan bermain-main dalam pikiran kiranya tanda apa yang tengah diperlihatkan olehnya.

Sebuah mobil merah berplat kuning berhenti mendadak setelah dihadang oleh polisi bermobil panter. Samar-samar aku dapat melihat sang supir pete-pete mengambil surat-surat kendaraan dan sejenisnya untuk diperlihatkan kepada dua pak polisi yang menunggu di dalam mobil lengkap dengan tingkah pongahnya. Sang supir malang menghadap dengan bahasa tubuhnya yang jelas terbaca, iamemposisikan dirinya sebagai subordinat di hadapan oknum berseragam, menyerahkan bukti-bukti yang bisa meringankan ksalahannya yang telah parkir di daerah terlarang. Ia tak akan terampuni jika saja di antara surat-surat tersebut tidak terselip uang pecahan berjumlah sekian. Dan seperti hari-hari lainnya, aku menjadi saksi bagaimana hukum diperjualbelikan.

Sebelumnya aku dan ka harwan berkunjung ke colormax, sebuah studio foto yang berlokasi di depan smansa makassar. Kunjungan kami ke sana tak lain tak bukan ingin menuangkan momen pernikahan ka ishak dan ka rena ke dalam kertas foto untuk selanjutnya di bawa ke kediaman ka harwan di Palopo. Pergantian sore ke malam tak terasa. Aku sibuk membaca atau sekedar mebolak-balik majalah yang disediakan di ruang tunggu. Mulai dari majalah advertorial sampaimajalah musik, dari majalah lokal sampai majalah trans-nasional.

***************************

Dari majalah Rolling Stone Indonesia edisi Januari 2008 yang memampang ekstrim wajah Mas Iyek, aku belakangan menyadari betapa mudahnya menjadi tenar di masa sekarang ini. Pernyataan ini didukung oleh Dave Matthew. Adaah Kate Nash yang menjadi misalnya. Awalnya, nona Kate memasang lagunya di situs MySpace. Lalu datanglah Lily Allen yang menemukan Kate dan memasukkannya ke dalam Top Eightnya. "dengan promosi itu, Kate Nash tiba-tiba meroket di jajaran tangga lagu-lagu hits di Inggris', demikian redaksi Rolling Stone.

Bukan hanya Kate yang merasakan shocking moment tersebut. White Shoes and Couples Company dan Mocca adalah contoh lain musisi yang meraih sukses di negeri orang lain setelah memasang lagu-lagu mereka di Myspace. Walaupun nampang di internet dengan akses global bukanlah jaminan utama kesuksesan mereka, kualitas tetap menjadi pertimbangan pertama dalam penilaian.

Kate Nash mungkin akan sangat berterima kasih dengan jasa internet yang membuat dirinya dikenal oleh dunia. Namun beberapa musisi, entah pendatang baru atau senior, menganggap kehadiran dunia maya sebagai media promosi musik turut membawa pengaruh buruk bagi musik itu sendiri. Sebut saja Tom Morello, gitaris Rage Against the Machine ini beranggapan bahwa musik saat ini gratisan layaknya air, ia tidak akan dicari karena ia ada di mana-mana, Siapa yang akan berjuang mati-matian medapatkan hal-hal yang bersifat gratisan? Entah bagaimana tanggapan Michael Stipes, Chris Martin, dan Arcade Fire. Sementara itu, calon pangeran pop, Justin Timberlake, memilih berpikir positif dengan kondisi industrialisasi permusikan saat ini.

************

'Nomor' antrian kini milikku, aku menyerahkan majalah dalam keadaan terbuka di halaman yang memuat review In Rainbows milik Radiohead kepada ka harwan. Seratus empat puluh delapan foto ukuran 4r dan sebuah foto memorable ukuran 10R menunggu untuk dicetak. Butuh waktu sekitar satu setengah jam untuk proses jadinya. Aku menoleh ke arah ka harwan yang sedang serius membaca liputan konser comeback tetuanya britpop, the glorious legend, Led Zeppelin.

13 May 2008

Buon Giorno, La Vecchia Vitta

selamat datang pagi, apa kabarmu?

lama tak menikmati udaramu
lama tak menyentuh bulir bening air bergelantungan di dedaunan
lama tak menghirup aroma rumput hijaumu

bagaimana kabar mentari?
adakah panas gurun sahara ia bawa serta?
ataukah karbon-karbon di udara telah bergabung dengannya?

bagaimana kabar malaikat pembawa rezeki?
bagaimana kabar para pencari tuhan?
tidakkah kau menemukan kelusuhan dalam pandangan mereka?

boun giorno, la vecchia vitta
sertailah gelisahku menuju ketersingkapan
tuntunlah dengan penandanya yang bertebaran
terserak di tujuh langit

Kosmik, 13 Mei pada 05.39




serasa Kurt Kobain (di sebuah pagi, tidak pagi-pagi sekali)


Udara khas pegunungan melewati pintu kamar, dingin membangunkanku dari tidur. Rasanya masih ingin memejamkan mata, tapi cahaya dari luar memaksaku untuk bangun. tidak begitu kuat memang namun jam biologisku mengatakan sudah pukul 10 pagi (demikianlah jika sering bangun jam 10). sekuat tenaga aku bangkit dari tempat tidur mengumpulkan satu persatu belahan-belahan ruh yang telah berkelana dalam mimpi.

Aku berniat melangkah keluar hendak memastikan apakah benar-benar sudah jam 10, soalnya semalam rombongan sudah maktub ke rumah ka ishak jam 8 untuk sarapan. Tidak sarapan bisa menyebabkan lapar. Apalagi di daerah pegunungan baru disentuh sedikit angin, lapar pun menjadi-jadi.

tidak lama kemudian

'hah?!' masih jam 6? astaga!!!!

Masih pagi berarti masih dingin, oh...tak berani aku menyentuh air. Rasanya mutlak pedis...perih...,dan meresap..... Brrr....Hiiiii....Berkali-kali aku membantah titah untuk segera mandi dengan segala macam alasan.

Aku masih di tempat tidur ternyata, rebahan sambil menunggu semua inderaku normal berfungsi. Samar-samar kudengar suara seorang manusia sedang melantunkan lagu dengan suara berat khas bangun pagi .Liriknya kurang lebih seperti ini:

When I woke up...It's a bad dream...

'kenapa na suaraku kayak Kurt Kobain kalo pagi-pagi?'

(kira-kira siapa pelakunya?)

huh.... pertanyaan yang sama sekali tidak membutuhkan jawaban!!! Apalagi jawaban ilmiah. jikalaupun butuh jawaban atau reaksi, maka callaan-lah satu-satunya jawaban yang paling tepat. Hahahaha….

Aku sudah mantap dengan pendirianku untuk bangun. tanpa alas aku menjejakkan dan melangkahkan kakiku pada ubin-ubin bangunan tempat kami menginap. rasa dingin menjalar di kakiku, Mirip kadal yang hidup di padang pasir, aku mengangkat kakiku bergantian untuk menghidari sengatan dinginnya. Bedanya, kadal itu bukan manusia, dan padang pasir itu panas (?????)

Kemudian aku sadar kalau aku tidur memakai baju pesta di acara resepsi ka ishak tadi malam. Lebih-lebih baru kusadari, ternyata aku masih punya stok pakaian ganti di dalam tas. Dasar teledor kelas wahid.

Di luar sudah ada para pria dewasa, ka harwan, ka vic, dan madi berkumpul menikmati kopi tubruk panas bukan hangat. Aku mengambil kamera dari bawah tempat tidur dan mulai mengedari taman mencari objek latihan memotret. Hitung-hitung oleh-oleh, komplit dengan sekantung markisa dan alpukat.

Hanya sayang, kesejukan (baca: kedinginan) pagi itu dengan butir embun pada bunga-bunga liar di taman sebagai ikonnya tak mampu terekam oleh kamera di tanganku. entah keterbatasan kamera atau aku yang terbatas. Mawar merah jambu dan dua kumbang yang sedang bercengkrama cukuplah jadi penyegar bagi mataku yang belum kubasuh dengan air sejak bangun tadi.

Malino 10 mei 08

12 May 2008

The Men in Night Dreams

Ada yang bilang mimpi itu bisa jadi obat. Apa yang kita sangat inginkan di realitas nyata yang nyata tidak mampu diraih atau disalurkan, akan tertampung dan tersalur melalui mimpi. Bukan hanya pelepasan bagi hasrat, namun juga bagi segala ketakutan beku yang tersimpan dalam benak. Ada yang menganggap mimpi hanya sekedar bunga tidur, rangkaian firasat alamat akan ada sesuatu terjadi, atau bahkan sebagai petunjuk pamungkas dalam pasang nomor judi butut.

Sudah berulangkali aku bangun terkaget dan ketakutan karena mimpi malam hari, tidak jarang air mata yang berurai dalam mimpi (saking sedihnya barangkali) sampai terbawa ke alam sadar. Rasa takut yang sanggup membuat jantung berdegup kencang dan sesak, akhirnya takut memejamkan mata untuk meneruskan lelap tidur.

Dari sekian ribu mimpi yang telah kulalui, banyak juga yang membahagiakan, membuat tersenyum ketika mengingatnya, dan menyesalkan kenapa mimpi itu berakhir begitu cepat, kadang memaksa untuk tidur lagi dan berharap mimpi itu berlanjut. Fitrah manusia pasti menginginkan yang baik dan menjauhi apa yang tidak baik bagi dirinya. Begitupun mimpi, sebelum aku terlelap, kuselipkan doa agar diberi kesempatan menjelajah dunia mimpi yang indah.

Aku pernah ‘bertemu’ dengan Ridho ‘Slank’ Hafiedz, David Trezeguet, Chris ‘coldplay’ Martin, dan terakhir, Miracleous Devoners, Muse. Rasionalisasi untuk semua ini adalah jelas, aku mengidolakan mereka pada periode waktu yang berbeda. Tidak hanya para tokoh popular yang baru kusebutkan, orang-orang disekitarku yang menyita waktu untuk kuingat atau menjadi beban sepanjang hari, yang pada mereka ada beragam ekspektasi, juga sering mampir jadi figuran dalam bunga tidurku.

dontkidyourself