19 March 2010

Cause I'm Small and The World is Big

Katanya, bumi ini tidak ada apa-apanya, hanya seukuran sayap lalat yang biasa tanpa diundang hinggap di hidangan. Kalimat ini aku dengar dari seorang khatib ibadah Jumat siang tadi, sementara aku sedang online di 'kantin' sebelah mesjid. Aku tertegun sambil terus memainkan kibor laptop di hadapanku, sambil sesekali menoleh kiri kanan, menggoyang-goyangkan kaki karena gelisah kapan khutbah akan berakhir.

Aku masih memikirkan ucapan tadi. Sejujurnya, tidak ada keraguan dengan kalimat itu. Aku sudah sering mendengarkannya, dari Ahmad Dhani*, Kak Ilo**, Paulo Coelho***, sampai Jodie Foster****. Dilihat dari galaksi sebelah, bola biru hunian kita ini memang tidak ada apa-apanya. Aku ingin tertawa keras, jika memang begitu, tidak ada gunanya takut pada apa pun yang akan menimpa hidupku.

Karena aku membayangkan diriku seperti semut dari koloni semut yang tadi kulihat di salah satu titik sekitar kantin. Siapa yang peduli jika salah satu semut itu terinjak atau sarang yang mereka buat susah payah berantakan oleh ulah bocah nakal pesaran? Do you care? Kita hanya setitik debu yang tersesat. Apakah Tuhan dan malaikat-malaikat peduli?

Aku lalu ingat pertanyaan Eleanor****: adakah makhluk di luar sana selain manusia? Cukupkah jawaban sang ayah "dunia ini tidak terlalu besar jika hanya untuk manusia"? Benarkah manusia sekecil itu dibanding jagad raya ini? Ada yang pernah bilang padaku, hati atau pikiran manusia itu seluas alam semesta. Haruskah aku tertawa juga mendengarnya?

Sejenak setelah jumatan berakhir, aku merasa ada ruang lapang di hatiku, tapi di sebelahnya ada ruangan lain penuh tanda tanya yang berdesak-desakan. Apakah Tuhan menciptakan makhluk berpikir bernama manusia sebagai penghuni satu-satunya di dunia maha besar ini karena ia menempatkan otak dan hati yang bisa menjangkau seluruh semesta hanya pada tubuh manusia? Lalu haruskah manusia sombong ataukah berbesar hati karena keutamaannya itu?

Tuhan, aku hanya bingung apakah Engkau sedang menguji atau memuji kami sebagai hamba-Mu?

*dalam lagu Kuldesak
**dalam kalimat Aku adalah Setitik Debu dalam Waktu
***dalam novel Penyihir dari Portobello
****dalam film Contact, ketika Eleanor yang diperankan oleh Jodie Foster melakukan perjalanan ke dimensi lain untuk membuktikan eksistensi makhluk dari galaksi Vega

3 comments:

non inge said...

hmmmm...
bingung juga mau comment apa...

manusia adalah makhluk paling tinggi tingkatannya dibanding makhluk lain ciptaan Allah *hewan, tumbuhan, erm jg jin*
tp setinggi-tingginya tingkatan manusia, Allah jg ingin menunjukkan bahwa manusia juga kecil... jika dibandingkan jagad raya...
mungkin agar manusia tidak minder tapi juga tidak sombong...
itu sie menurut kemampuan otakku yg pas2an ini... jadi ya maaph kalo g berkenan ^^

happy bloging

hendra chandra bhone said...

emm di artikelmu ini cukuplah menggambarkan bahwa manusia diciptakan penuh dengan kelebihan dan dari kelebihan itu muncullah kekurangan dari kekurangan hadirlah secuil semangat, dari secuil semangat bangkitlah sebuah harapan sehingga dari semua itu Hiduplah sesuka hatimu, sesungguhnya kamu pasti mati.
Cintai siapa saja yang kamu senangi, sesungguhnya kamu pasti akan berpisah dengan nya. Lakukan
apa saja yang kamu kehendaki, sesungguhnya kamu akan memperoleh balasannya.
Dan ingatlah bahwa bersama kesulitan itu senantiasa akan timbul
kesenengan. opss bingung yaa dengan tulisan ini untuk itu silahkan membacanya dengan penuh penghauyatan selamat mencoba heheheh :cyclops:

Emma said...

@inge: thanks umpan baliknya, wajib dimasukkan ke dalam renungan saya, ^^...sekali lagi makasih ya.
@hendra: dari kekurangan muncul kelebihan? mmm...ok deh, thanks sudah berkunjung teman :cyclops: