30 July 2014

Semalam di revi.us

Penghujung Ramadhan...

Sebelumnya saya pernah meminta Meike agar ia menemaniku belanja oleh2 buat hadiah Lebaran orang-orang di rumah. Kami sengaja ‘telat’ ke gerai baju demi harapan jumlah pengunjung akan berkurang dan kami bisa leluasa. But that remained a myth. Matahari tempat kami keliling masih penuh sampai jam 22.30.

Kami memilih yang kami sanggup beli dan sesuai harapan. Baju koko buat adek Ilham dan bapak dan kebaya hitam buat mama.

whom you can talk about almost anything
Meike mengajakku singgah ke kantor revi.us sebelum kami balik untuk ber-sky is the limit di kosan di Toddopuli. FYI, revius aadalah situs ‘citizen journalism’ yang dikelola oleh sahabat baikku di kampus, Abe. Lokasinya di jalan Adhyaksa, jadi kami memilih berjalan kaki cantik. Maunya bawa donat tapi semua gerai baking sudah tutup.

Awalnya kami cuma ingin singgah. Say hi ke Abe, Jooem, atau Echa then leave. But… Karena lamanya tidak bersua dengan Abe dan Nunu, kami tinggal sampai sahur. Pesan panas special minus coke yang saya ganti dengan lemon tea. Hardly drinking coke and its friends. It was fun. We had talk in a small living room yang dibatasi oleh tiga bidang sofa merah. Dari komputer terputar soundtrack film The Secret Life of Walter Mitty, menebak adegan-adegan pas lagu itu. Abe complained karena tidak nonton via teater dan saya membuatnya cemburu karena saya dapat waktu masih tayang di TO.

Dan dari situlah semua percakapan tengah malam dimulai.Kali ini saya harus mengakui Meike dan Abe sebagai juara insomnia. Jam setengah empat saya sudah tepar, meringkuk di sofa. Yes, I love sleeping on the sofa. Samar-samar saya bisa mendengar percakapan mereka. Abe sempat bertanya mau lullaby apa, yang dengan mantap kujawab “Absolution” nya Muse.

I must have been sleeping while the record was on, cause the moment I was awake, it was Thought of a dying atheist in the air. Saya benar-benar lelap dan terbangun jam 06.00 while they were still nowhere but in the middle of the conversation (fiuuuhh, tahan bener) and saw a piece of sunrise on Abe’s face (whew).

Kami pulang naik bentor, tidak terlalu jauh dari kosan. Saya sudah berjanji pada Abe dan teman-teman mungkin akan sering-sering ke sana. By the way juga, saya bisa menepati janji submit satu tulisan sebelum Lebaran. Selengkapnya bisa dibaca di sini.

19 July 2014

Baru sekali ini lagi saya terbangun kesiangan, asli kesiangan, jam 10. Still got towel all over my head. It's Saturday but I supposed to work, sudah lupa jadwal on-off nya. Huft.

Ini namanya membayar tidur hahaha. Saya tiba di kosan jam 4, setelah dari Panrita, bergabung dengan teman-teman berdoa. Rencananya mau tahan sampai pagi, but my mental world didn't let me. Alhasil setelah bersih-bersih, langsung rebahan, mengucapkan mantra 'let's sleep' and  couldn't remember anything more afterward. Yang saya ingat hanyalah saya sempat tersenyum saat memejamkan mata.

I'm exhausted, mungkin ini rasanya jetlag kali ya. Jam biologis masih merasa waktu subuh. Di luar matahari menyengat dan merusak moodku plus perasaan begah di perut menghilangkan sebagian konsentrasi dan toleransiku.

Anyway, semoga mood nya bisa swing lagi. Lotsa thing to do T___T

Okay, before drowning again, the following quote changed my life:

Beware of envy for it harms you not your enemy 
(Imam Al Hadi AS)

16 July 2014

18 Ramadhan 1435

Woke up in the morning and my mind still echoing last night's test result by @blogdokter. The test is intended to capture depression symptoms. It divided into four categories based on the sum of the answer's value. Suprisingly or predictably, my score is 33 and that is above 30 which describes I got "Gejala Depresi Berat".

Oh, my. This ever happened before, when I was in junior high school. Yeah too young untuk merasakan keinginan untuk mati.

Unfortunately, terapi makan harus saya tunda sampai jam buka puasa :D but that's okay. Pola makanku juga banyak berubah setahun belakangan ini. Waktu saya cerita ke Dwi, dia malah tertawa -,- She suggest me to have a long vacancy. Ka Aty, seniorku di kantor malah meminta saya segera ke psikiater, sebelum semuanya terlambat.


Untuk beberapa saat, saya merasa menjadi John Watson, harus menuliskan apa yang terpikirkan di blog, perubahan-perubahan yang terasa, meski in his very mind tidak ada yang berubah. You're not alone John...

So that's it. Have to face the fact I'm on my way hahhaha. But at least di dua pertanyaan, skor saya 0 (nol). Pertanyaan tentang masa depan. At least saya masih percaya dengan masa depan. Seperti saran Dwi, Lebaran ini saya akan mengambil libur, just made a plan to stay couple of days in my Granny's house. Kuharap akan lebih menenangkan.

15 July 2014

Dwi,

It was 00.20 and I was still with my uniform, trapped in Sari Laut nearby my appartment #halah #gaknemuistilahnya.Likely, seminggu ini tekanan darah mungkin turun, bawaannya oleng, dan sudah berapa kali saya menabrak pintu atau meja. Awful.Efeknya juga ternyata, tadi malam, I felt like I might eat the whole things.

Baru tiba dari bilangan Perintis, had a not-so-strong caffein for staying late up night. I thought it could, but apparently saya terkapar juga sampe telat bangun, seperti yang kubilang di Path. Caffein didn't work lately. Sudah kebal kali ya...

By the way, saya ingin menceritakan kejadian kemarin di kantor. Saya pernah sudah menyinggung namanya di blog ini. Pak Naing, driver salah seorang bos di kantor. Mengenalnya sudah sejak sebelum saya resmi jadi karyawan di sini. I love to be around him, bahasa Indonesianya kadang terbata-bata dan ia lebih banyak menggunakan bahasa bugis ketika berbicara denganku.

Dan... Lebih banyak tertawa.

Usianya sudah paruh baya, salah satu alasan mengapa saya merasa 'aman' bercerita dengannya. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah natural law nya orang yang sudah berumur, ia memiliki beberapa pengetahuan yang menurutku 'klasik' yang hanya dipunyai oleh orang-orang 'pedalaman'. You know Dwi, pengetahuan orang-orang dulu.

As he saw my wrist, katanya pergelangan tanganku 'aneh'. One in one hundred :D

Ia menyarankan, jika misalnya aku pulang ke Bone, sebelum orang menanam padi atau tanaman lainnya, saya yang harus memulai duluan. That kind of wrist, katanya, tanaman itu pasti jadi. Whew... Strange, but I tried opening my mind to that belief.

Lalu kuceritakan, mungkin 'bakat' itu turun dari ayahku, yang juga selalu berhasil dengan tanaman-tanamannya. Saya berjanji pada pak Naing, saya akan menguji teorinya, kelak jika saya sudah pulang ke Bone dekat-dekat Lebaran ini.

somewhere in Parallel Universe,
we are them :D
This sticks in my mind, just before I went to bed last night, evenmore when I was in the cafe with my coffee latte thing. The thing is... untuk sejenak saya merasa punya arti, dengan hal sederhana itu yang 'kumiliki'.

Kemarin juga, I wove my hand to a fellow friend, then he wove back. Another kind of happiness. Say, that my next steps in the rest of my life would be just about collecting pieces. Ow, I miss us talking about that hahaha.

Have a great life in your new place. Don't stop doing little kindness, no matter how invisible they might be.





Emma


5 July 2014

Makassar, 4 Juli 2014

Berkesempatan bertemu dengan Ka Asri, salah satu senior di FISIP UH. Setahun di atasku. Ka Asri dan istrinya adalah saudara jiwa jika bisa dikatakan demikian. 

Ada sebuah sabda dari seorang Imam suci, Treat ordinary people with fairness and treat the believers with self-sacrifice. Maka keluarga kecil itu termasuk kategori yang kedua. 

Puasa tanpa terasa masuk hari ke enam, kami buka puasa bersama di salah satu tempat makan di Panakkukang. Ia yang mengusulkannya sejak beberapa pekan sebelum Ramadhan. Menu utamanya yang adalah kebangaan saya: Sop Ubi Ganja. Literally not. Tapi term "Ganja" merujuk pada rasa sop ubinya yang membuat saya selalu ingin tambah. 

"Mudah-mudahan masih seganja yang dulu, Em"

Hahaha. Iya, saya sempat khawatir ada perubahan rasa dari terakhir mencicipinya kurang lebih setahun lalu. 

Dan, memang masih senagih yang dulu. 

Tapi bukan hanya itu tujuan tulisan ini. Bertemu Ka Asri saya selalu merasakan secercah harapan. Sama ketika saya bertemu Dwi, Iqko, Nida, Madi (teman-teman seperjuangan di kampus). Yang buat saya, mereka adalah orang-orang yang selalu memberi ruang bagi kisah-kisah yang mungkin anti-mainstream, imajinatif, atau mungkin kisah yang menguak luka #dalem. 

Saya bercerita tentang film terakhir yang kunonton malam sebelumnya, Transformer: Age of Extinction, di mana saya menontonnya dengan Dwi, Were, dan Ara. Di sela-sela film saya sempat tertidur, oh no. Lalu saya juga bercerita tentang X-Men yang franchise terakhirnya cukup memuaskan saya dibanding skenario The Amazing Spiderman. 

Tidak lupa tentang novel terakhir yang kubaca. Fiuuuhhh... Tidak ada ruang bagi kisah-kisah ini di kantor. Entah karena kesibukan yang sungguh menyita waktu dan kesempatan. 

Saking serunya cerita dan semangat membalaskan dendam karena lapar :D saya sampai pesan dua kali. Tapi justu itulah yang dia inginkan: saya harus kenyang. Alhasil, dua piring + sebotol teh + satu gelas kopi susah payah kuhabiskan. Keringatan. 

"Ya, lumayan buat sampe sahur sudah nda makan lagi," kataku. 

Kami ngobrol sampai semua pengunjung pulang, stand sudah banyak tutup. Bunyi roda troli sudah tidak terdengar. Kami berpencar, ia kembali ke Tamalanrea, saya kembali ke Toddopuli. Ada janji nonton bareng Prancis vs Jerman dengan teman-teman kantor, rame-rame. 

Bukan kali pertama saya harus terjaga sampai dini hari hanya karena undangan yang saya tidak bisa tolak. Saya hanya ingin menjalani kesempatan yang datang, yang belum pernah saya lakukan. Seperti kata Ka Asri saat kami turun tangga daripada menggunakan lift,

"Ini baru pertama kali saya gabung dengan rombongan pengunjung mal yang telat pulang..."

The last time do things for the first time. I remember a friend told me that. Hidup bukanlah kemarin atau esok. Saya hanya ingin memaknai setiap momen, salah satunya dengan berani mengambil resiko, termasuk pulang dini hari *tepok jidat*. Karena mungkin saja, apa yang saya lakukan memberi dampak di masa yang akan datang. 

Btw, Jerman melaju ke semifinal. Masih ada satu pertandingan lagi, tapi kami memutuskan pulang. Esoknya kami masih harus ngantor meski Sabtu. 

27 June 2014

Dwi,

Malam pertama Ramadhan di hadapanku, dari balik jendela ruang meeting. Jumat, kata orang-orang suci, doa yang diucapkan saat matahari separuh tenggelam akan diijabah. Namun, awan tebal sedikit merusak mood berdoa, aku jadi tidak bisa melihat saat mustajab itu tiba. But, doaku dalam hati tidak berhenti hingga samar suara azan mulai terdengar.

Belum ada pengumuman resmi dari pemerintah. Tapi setahuku, kemungkinan besar engkau sudah berpuasa besok. Seorang teman mengajakku menemaninya sahur pertama. Dia juga seorang ibu, tapi karena kesibukan, ia harus menitip anaknya di rumah orang tuanya di Jakarta. Sebenarnya malam ini aku ingin habiskan di mahadir canai dengan geng canai. Tapi ini bukan pertama kalinya ia merengek ditemani. Rumahnya tidak terlalu jauh dari kantor, masih bisa dijangkau jalan kaki. So, I decide to stay at office, sambil selesaikan pekerjaan yang sudah menumpuk sejak pulang dari Lombok... Fiuuuhhh...

Me really wanna go home, but this routine is my guilty pleasure sometimes. Conficious said, wherever you go, go with all your heart. Ya, mungkin udah sampe ke taraf itu kali ya hahaha. Pikiran masa kuliah kita pasti akan menganggap inilah ilusi kerja, a job that slowly kills me. But, maybe that's all I need. Apalagi, Ramadhan sudah datang. Jika tidak ada aral merintang, saya harus ke luar kota lagi (dengan segala drama perjalanannya :D) Atau jika tidak, pindah dari satu acara buka puasa ke buka puasa lainnya, jam kantor akan terasa lebih pendek. This is somehow bad news for me, bulan ini akan berlalu dengan cepat hingga mungkin tidak sempat merasakannya. Semoga tidak denganmu, Dwi.

Mungkin itu yang akan jadi doaku, semoga waktu yang melalui kita tidak dendam dan menghabisi semua yang dilaluinya. Karena tidak lama lagi, dua sahabat terbaikku, kamu dan Iqko akan pergi. Tidak mau membayangkannya tapi pasti tetap akan terjadi. Tapi seperti katamu, dengan hijrah akan terbuka pintu kebaikan. Aku mendoakan kebaikan untukmu, untuk Iqko, dan berharap saya juga bisa melalui hijrah spiritual serupa.

I miss you by the way, casually. Kantor mulai sepi, besok mungkin banyak yang tidak masuk.Tadi, seorang teman menghampiriku, cipika cipiki, dan sesuai tradisi sebelum puasa, ia mohon maaf. Aku bercanda berkata aku belum puasa besok, Lebaran masih lama. Dia berlalu sambil berkata, "siapa yang tahu hari esok masih ada." Ungkapan yang nyaris tidak pernah kudengarkan di tempat ini. Seperti sebuah berkah, saat yang kita butuhkan hanyalah seorang yang percaya bahwa hari esok belum tentu akan datang lagi, bukan yang selalu menganggap hidup ini selamanya, yang karenanya begitu mudah menyakiti hati, memelihara dendam. Aku teringat dengan kalimat di sebuah buku yang kubaca di Gramed tadi malam "Hari kemarin terasa sangat jauh, dan hari esok sungguh cepat datangnya."

Satu hal yang juga ingin kusyukuri hari ini, saat mobil yang kutumpangi ke pabrik tadi randomly memutar lagu "Kau dan Keajaiban Kecilmu" milik Ada Band. Ini lagu favorit kak Accang, bisa dibilang penjara bagi kenangan-kenangan kami waktu kami masih tinggal di Daya. Terakhir kali mendengarnya seperti sudah bertahun-tahun kehidupan yang lalu.

Keajaiban kecil, kau baru-baru saja menyinggungnya di status bbm mu beberapa hari lalu. Jika hidup adalah tentang keyakinan, maka salah satu keyakinanku adalah tentang little things that keep people alive. Jangan berhenti, Dwi. Seperti butterfly effect, kita tidak pernah tahu 'badai' apa yang akan diciptakan oleh sebuah kepakan kebaikan.

Please dont stop reminding me when I start being so drama. That's one of your parts in my life. :DD Selamat berpuasa, may Allah bring us all home. Amin.

Love,


Emma xoxo

9 June 2014

Dwi,

Pernahkah engkau berpikir that you're too old enough to read fairy tales dan roman-roman picisan yang kita lalui di rak-rak toko buku tempat kita bertemu kemarin?

Often I feel I am.

Buku terakhir kubaca dalam setengah tahun inicuma Di Tepi Sungai Piedra nya Paulo Coelho yang sudah kutamatkan berkali-kali sejak pertama kali membacanya waktu kita semester 2 di kampus. Terkadang aku cemburu padamu, Meike, Dwi, dan siapapun yang masih bisa bercengkrama, meluangkan waktu untuk menjelajah alam imajinasi. Entah ke mana hasrat membacaku, hasrat akan pengetahuan yg dulu sangat menggebu-gebu.Apakah semata karena pekerjaan.

Kurasa tidak. Buku itu seperti kekasih, yang dengan karena alasan apapun pasti akan kita luangkan waktu untuknya. Atau karena kesombonganku yang menganggap semua akhir cerita sama, predictable. Whew.Kata imam suci, salah satu hijab yang menghalangi kita dari Tuhan adalah merasa lebih baik, merasa lebih pintar hingga merasa tidak butuh belajar lagi. Semoga Tuhan melindungimu dari hijab seperti itu Dwi, lebih menyesatkan dari hijab apapun.

Aku pernah membaca juga bahwa keburukan bisa mematikan ilmu. Aku lebih percaya ini daripada rutinitas yang sudah menyita banyak waktu dan kepongahan itu.

Karena itu aku lebih sering memberimu buku daripada membeli buku untuk diriku sendiri. Pernah beberapa kali beli, but they just end up in my book shelf. Awful. Anggaplah aku juga sedang membaca buku yang kuberikan padamu. Karena sepertinya kata-kata sudah tidak menyukaiku, aku juga tidak menyukai mereka terkadang #eh.

Do you remember my saying last night, that "coriousity kills us". I started emptying my mind, karena yang lebih sering terjadi ketika mulai menerka-nerka, itulah yang terjadi. Hate that feeling Dwi. You know, when you mind said "See, it's real and true." Saya hanya ingin semuanya berjalan tanpa prasangka, keluar dari lingkaran subjektivitasku, memilih tidak ikut campur.

Oke, sebelum curhatanku ini makin absurd, aku ingin menyampaikan kalau engkau harus menonton The Perks of Being a Wallflower. Selain faktor Emma Watson yang sangat kuat, naskahnya juga sangat berisi, tidak seperti kebanyakan film remaja yang cheesy. Mungkin engkau akan menemukan dirimu dalam Charlie seperti aku menemukan potongan diriku pada John Watson.


Ada sebuah quote di dalamnya "Because we are infinite." Then I remember dari buku yang terngiang-ngiang di telinga kita waktu jaman kuliah, bahwa manusia adalah miniatur semesta. Correct me if I'm wrong, seperti semesta tidak terbatas, demikian juga jiwa manusia... #okesip :D

See u soon,



Emma xxx


Btw, saya sudah memikirkan akan memberimu apa kelak di hari ulang tahunmu. Hahaha...Sorry I really can't help myself.