Berkesempatan bertemu dengan Ka Asri, salah satu senior di FISIP UH. Setahun di atasku. Ka Asri dan istrinya adalah saudara jiwa jika bisa dikatakan demikian.
Ada sebuah sabda dari seorang Imam suci, Treat ordinary people with fairness and treat the believers with self-sacrifice. Maka keluarga kecil itu termasuk kategori yang kedua.
Puasa tanpa terasa masuk hari ke enam, kami buka puasa bersama di salah satu tempat makan di Panakkukang. Ia yang mengusulkannya sejak beberapa pekan sebelum Ramadhan. Menu utamanya yang adalah kebangaan saya: Sop Ubi Ganja. Literally not. Tapi term "Ganja" merujuk pada rasa sop ubinya yang membuat saya selalu ingin tambah.
"Mudah-mudahan masih seganja yang dulu, Em"
Hahaha. Iya, saya sempat khawatir ada perubahan rasa dari terakhir mencicipinya kurang lebih setahun lalu.
Dan, memang masih senagih yang dulu.
Tapi bukan hanya itu tujuan tulisan ini. Bertemu Ka Asri saya selalu merasakan secercah harapan. Sama ketika saya bertemu Dwi, Iqko, Nida, Madi (teman-teman seperjuangan di kampus). Yang buat saya, mereka adalah orang-orang yang selalu memberi ruang bagi kisah-kisah yang mungkin anti-mainstream, imajinatif, atau mungkin kisah yang menguak luka #dalem.
Saya bercerita tentang film terakhir yang kunonton malam sebelumnya, Transformer: Age of Extinction, di mana saya menontonnya dengan Dwi, Were, dan Ara. Di sela-sela film saya sempat tertidur, oh no. Lalu saya juga bercerita tentang X-Men yang franchise terakhirnya cukup memuaskan saya dibanding skenario The Amazing Spiderman.
Tidak lupa tentang novel terakhir yang kubaca. Fiuuuhhh... Tidak ada ruang bagi kisah-kisah ini di kantor. Entah karena kesibukan yang sungguh menyita waktu dan kesempatan.
Saking serunya cerita dan semangat membalaskan dendam karena lapar :D saya sampai pesan dua kali. Tapi justu itulah yang dia inginkan: saya harus kenyang. Alhasil, dua piring + sebotol teh + satu gelas kopi susah payah kuhabiskan. Keringatan.
"Ya, lumayan buat sampe sahur sudah nda makan lagi," kataku.
Kami ngobrol sampai semua pengunjung pulang, stand sudah banyak tutup. Bunyi roda troli sudah tidak terdengar. Kami berpencar, ia kembali ke Tamalanrea, saya kembali ke Toddopuli. Ada janji nonton bareng Prancis vs Jerman dengan teman-teman kantor, rame-rame.
Bukan kali pertama saya harus terjaga sampai dini hari hanya karena undangan yang saya tidak bisa tolak. Saya hanya ingin menjalani kesempatan yang datang, yang belum pernah saya lakukan. Seperti kata Ka Asri saat kami turun tangga daripada menggunakan lift,
"Ini baru pertama kali saya gabung dengan rombongan pengunjung mal yang telat pulang..."
The last time do things for the first time. I remember a friend told me that. Hidup bukanlah kemarin atau esok. Saya hanya ingin memaknai setiap momen, salah satunya dengan berani mengambil resiko, termasuk pulang dini hari *tepok jidat*. Karena mungkin saja, apa yang saya lakukan memberi dampak di masa yang akan datang.
Btw, Jerman melaju ke semifinal. Masih ada satu pertandingan lagi, tapi kami memutuskan pulang. Esoknya kami masih harus ngantor meski Sabtu.
No comments:
Post a Comment