15 July 2014

Dwi,

It was 00.20 and I was still with my uniform, trapped in Sari Laut nearby my appartment #halah #gaknemuistilahnya.Likely, seminggu ini tekanan darah mungkin turun, bawaannya oleng, dan sudah berapa kali saya menabrak pintu atau meja. Awful.Efeknya juga ternyata, tadi malam, I felt like I might eat the whole things.

Baru tiba dari bilangan Perintis, had a not-so-strong caffein for staying late up night. I thought it could, but apparently saya terkapar juga sampe telat bangun, seperti yang kubilang di Path. Caffein didn't work lately. Sudah kebal kali ya...

By the way, saya ingin menceritakan kejadian kemarin di kantor. Saya pernah sudah menyinggung namanya di blog ini. Pak Naing, driver salah seorang bos di kantor. Mengenalnya sudah sejak sebelum saya resmi jadi karyawan di sini. I love to be around him, bahasa Indonesianya kadang terbata-bata dan ia lebih banyak menggunakan bahasa bugis ketika berbicara denganku.

Dan... Lebih banyak tertawa.

Usianya sudah paruh baya, salah satu alasan mengapa saya merasa 'aman' bercerita dengannya. Entah sebuah kebetulan atau memang sudah natural law nya orang yang sudah berumur, ia memiliki beberapa pengetahuan yang menurutku 'klasik' yang hanya dipunyai oleh orang-orang 'pedalaman'. You know Dwi, pengetahuan orang-orang dulu.

As he saw my wrist, katanya pergelangan tanganku 'aneh'. One in one hundred :D

Ia menyarankan, jika misalnya aku pulang ke Bone, sebelum orang menanam padi atau tanaman lainnya, saya yang harus memulai duluan. That kind of wrist, katanya, tanaman itu pasti jadi. Whew... Strange, but I tried opening my mind to that belief.

Lalu kuceritakan, mungkin 'bakat' itu turun dari ayahku, yang juga selalu berhasil dengan tanaman-tanamannya. Saya berjanji pada pak Naing, saya akan menguji teorinya, kelak jika saya sudah pulang ke Bone dekat-dekat Lebaran ini.

somewhere in Parallel Universe,
we are them :D
This sticks in my mind, just before I went to bed last night, evenmore when I was in the cafe with my coffee latte thing. The thing is... untuk sejenak saya merasa punya arti, dengan hal sederhana itu yang 'kumiliki'.

Kemarin juga, I wove my hand to a fellow friend, then he wove back. Another kind of happiness. Say, that my next steps in the rest of my life would be just about collecting pieces. Ow, I miss us talking about that hahaha.

Have a great life in your new place. Don't stop doing little kindness, no matter how invisible they might be.





Emma


5 July 2014

Makassar, 4 Juli 2014

Berkesempatan bertemu dengan Ka Asri, salah satu senior di FISIP UH. Setahun di atasku. Ka Asri dan istrinya adalah saudara jiwa jika bisa dikatakan demikian. 

Ada sebuah sabda dari seorang Imam suci, Treat ordinary people with fairness and treat the believers with self-sacrifice. Maka keluarga kecil itu termasuk kategori yang kedua. 

Puasa tanpa terasa masuk hari ke enam, kami buka puasa bersama di salah satu tempat makan di Panakkukang. Ia yang mengusulkannya sejak beberapa pekan sebelum Ramadhan. Menu utamanya yang adalah kebangaan saya: Sop Ubi Ganja. Literally not. Tapi term "Ganja" merujuk pada rasa sop ubinya yang membuat saya selalu ingin tambah. 

"Mudah-mudahan masih seganja yang dulu, Em"

Hahaha. Iya, saya sempat khawatir ada perubahan rasa dari terakhir mencicipinya kurang lebih setahun lalu. 

Dan, memang masih senagih yang dulu. 

Tapi bukan hanya itu tujuan tulisan ini. Bertemu Ka Asri saya selalu merasakan secercah harapan. Sama ketika saya bertemu Dwi, Iqko, Nida, Madi (teman-teman seperjuangan di kampus). Yang buat saya, mereka adalah orang-orang yang selalu memberi ruang bagi kisah-kisah yang mungkin anti-mainstream, imajinatif, atau mungkin kisah yang menguak luka #dalem. 

Saya bercerita tentang film terakhir yang kunonton malam sebelumnya, Transformer: Age of Extinction, di mana saya menontonnya dengan Dwi, Were, dan Ara. Di sela-sela film saya sempat tertidur, oh no. Lalu saya juga bercerita tentang X-Men yang franchise terakhirnya cukup memuaskan saya dibanding skenario The Amazing Spiderman. 

Tidak lupa tentang novel terakhir yang kubaca. Fiuuuhhh... Tidak ada ruang bagi kisah-kisah ini di kantor. Entah karena kesibukan yang sungguh menyita waktu dan kesempatan. 

Saking serunya cerita dan semangat membalaskan dendam karena lapar :D saya sampai pesan dua kali. Tapi justu itulah yang dia inginkan: saya harus kenyang. Alhasil, dua piring + sebotol teh + satu gelas kopi susah payah kuhabiskan. Keringatan. 

"Ya, lumayan buat sampe sahur sudah nda makan lagi," kataku. 

Kami ngobrol sampai semua pengunjung pulang, stand sudah banyak tutup. Bunyi roda troli sudah tidak terdengar. Kami berpencar, ia kembali ke Tamalanrea, saya kembali ke Toddopuli. Ada janji nonton bareng Prancis vs Jerman dengan teman-teman kantor, rame-rame. 

Bukan kali pertama saya harus terjaga sampai dini hari hanya karena undangan yang saya tidak bisa tolak. Saya hanya ingin menjalani kesempatan yang datang, yang belum pernah saya lakukan. Seperti kata Ka Asri saat kami turun tangga daripada menggunakan lift,

"Ini baru pertama kali saya gabung dengan rombongan pengunjung mal yang telat pulang..."

The last time do things for the first time. I remember a friend told me that. Hidup bukanlah kemarin atau esok. Saya hanya ingin memaknai setiap momen, salah satunya dengan berani mengambil resiko, termasuk pulang dini hari *tepok jidat*. Karena mungkin saja, apa yang saya lakukan memberi dampak di masa yang akan datang. 

Btw, Jerman melaju ke semifinal. Masih ada satu pertandingan lagi, tapi kami memutuskan pulang. Esoknya kami masih harus ngantor meski Sabtu. 

27 June 2014

Dwi,

Malam pertama Ramadhan di hadapanku, dari balik jendela ruang meeting. Jumat, kata orang-orang suci, doa yang diucapkan saat matahari separuh tenggelam akan diijabah. Namun, awan tebal sedikit merusak mood berdoa, aku jadi tidak bisa melihat saat mustajab itu tiba. But, doaku dalam hati tidak berhenti hingga samar suara azan mulai terdengar.

Belum ada pengumuman resmi dari pemerintah. Tapi setahuku, kemungkinan besar engkau sudah berpuasa besok. Seorang teman mengajakku menemaninya sahur pertama. Dia juga seorang ibu, tapi karena kesibukan, ia harus menitip anaknya di rumah orang tuanya di Jakarta. Sebenarnya malam ini aku ingin habiskan di mahadir canai dengan geng canai. Tapi ini bukan pertama kalinya ia merengek ditemani. Rumahnya tidak terlalu jauh dari kantor, masih bisa dijangkau jalan kaki. So, I decide to stay at office, sambil selesaikan pekerjaan yang sudah menumpuk sejak pulang dari Lombok... Fiuuuhhh...

Me really wanna go home, but this routine is my guilty pleasure sometimes. Conficious said, wherever you go, go with all your heart. Ya, mungkin udah sampe ke taraf itu kali ya hahaha. Pikiran masa kuliah kita pasti akan menganggap inilah ilusi kerja, a job that slowly kills me. But, maybe that's all I need. Apalagi, Ramadhan sudah datang. Jika tidak ada aral merintang, saya harus ke luar kota lagi (dengan segala drama perjalanannya :D) Atau jika tidak, pindah dari satu acara buka puasa ke buka puasa lainnya, jam kantor akan terasa lebih pendek. This is somehow bad news for me, bulan ini akan berlalu dengan cepat hingga mungkin tidak sempat merasakannya. Semoga tidak denganmu, Dwi.

Mungkin itu yang akan jadi doaku, semoga waktu yang melalui kita tidak dendam dan menghabisi semua yang dilaluinya. Karena tidak lama lagi, dua sahabat terbaikku, kamu dan Iqko akan pergi. Tidak mau membayangkannya tapi pasti tetap akan terjadi. Tapi seperti katamu, dengan hijrah akan terbuka pintu kebaikan. Aku mendoakan kebaikan untukmu, untuk Iqko, dan berharap saya juga bisa melalui hijrah spiritual serupa.

I miss you by the way, casually. Kantor mulai sepi, besok mungkin banyak yang tidak masuk.Tadi, seorang teman menghampiriku, cipika cipiki, dan sesuai tradisi sebelum puasa, ia mohon maaf. Aku bercanda berkata aku belum puasa besok, Lebaran masih lama. Dia berlalu sambil berkata, "siapa yang tahu hari esok masih ada." Ungkapan yang nyaris tidak pernah kudengarkan di tempat ini. Seperti sebuah berkah, saat yang kita butuhkan hanyalah seorang yang percaya bahwa hari esok belum tentu akan datang lagi, bukan yang selalu menganggap hidup ini selamanya, yang karenanya begitu mudah menyakiti hati, memelihara dendam. Aku teringat dengan kalimat di sebuah buku yang kubaca di Gramed tadi malam "Hari kemarin terasa sangat jauh, dan hari esok sungguh cepat datangnya."

Satu hal yang juga ingin kusyukuri hari ini, saat mobil yang kutumpangi ke pabrik tadi randomly memutar lagu "Kau dan Keajaiban Kecilmu" milik Ada Band. Ini lagu favorit kak Accang, bisa dibilang penjara bagi kenangan-kenangan kami waktu kami masih tinggal di Daya. Terakhir kali mendengarnya seperti sudah bertahun-tahun kehidupan yang lalu.

Keajaiban kecil, kau baru-baru saja menyinggungnya di status bbm mu beberapa hari lalu. Jika hidup adalah tentang keyakinan, maka salah satu keyakinanku adalah tentang little things that keep people alive. Jangan berhenti, Dwi. Seperti butterfly effect, kita tidak pernah tahu 'badai' apa yang akan diciptakan oleh sebuah kepakan kebaikan.

Please dont stop reminding me when I start being so drama. That's one of your parts in my life. :DD Selamat berpuasa, may Allah bring us all home. Amin.

Love,


Emma xoxo

9 June 2014

Dwi,

Pernahkah engkau berpikir that you're too old enough to read fairy tales dan roman-roman picisan yang kita lalui di rak-rak toko buku tempat kita bertemu kemarin?

Often I feel I am.

Buku terakhir kubaca dalam setengah tahun inicuma Di Tepi Sungai Piedra nya Paulo Coelho yang sudah kutamatkan berkali-kali sejak pertama kali membacanya waktu kita semester 2 di kampus. Terkadang aku cemburu padamu, Meike, Dwi, dan siapapun yang masih bisa bercengkrama, meluangkan waktu untuk menjelajah alam imajinasi. Entah ke mana hasrat membacaku, hasrat akan pengetahuan yg dulu sangat menggebu-gebu.Apakah semata karena pekerjaan.

Kurasa tidak. Buku itu seperti kekasih, yang dengan karena alasan apapun pasti akan kita luangkan waktu untuknya. Atau karena kesombonganku yang menganggap semua akhir cerita sama, predictable. Whew.Kata imam suci, salah satu hijab yang menghalangi kita dari Tuhan adalah merasa lebih baik, merasa lebih pintar hingga merasa tidak butuh belajar lagi. Semoga Tuhan melindungimu dari hijab seperti itu Dwi, lebih menyesatkan dari hijab apapun.

Aku pernah membaca juga bahwa keburukan bisa mematikan ilmu. Aku lebih percaya ini daripada rutinitas yang sudah menyita banyak waktu dan kepongahan itu.

Karena itu aku lebih sering memberimu buku daripada membeli buku untuk diriku sendiri. Pernah beberapa kali beli, but they just end up in my book shelf. Awful. Anggaplah aku juga sedang membaca buku yang kuberikan padamu. Karena sepertinya kata-kata sudah tidak menyukaiku, aku juga tidak menyukai mereka terkadang #eh.

Do you remember my saying last night, that "coriousity kills us". I started emptying my mind, karena yang lebih sering terjadi ketika mulai menerka-nerka, itulah yang terjadi. Hate that feeling Dwi. You know, when you mind said "See, it's real and true." Saya hanya ingin semuanya berjalan tanpa prasangka, keluar dari lingkaran subjektivitasku, memilih tidak ikut campur.

Oke, sebelum curhatanku ini makin absurd, aku ingin menyampaikan kalau engkau harus menonton The Perks of Being a Wallflower. Selain faktor Emma Watson yang sangat kuat, naskahnya juga sangat berisi, tidak seperti kebanyakan film remaja yang cheesy. Mungkin engkau akan menemukan dirimu dalam Charlie seperti aku menemukan potongan diriku pada John Watson.


Ada sebuah quote di dalamnya "Because we are infinite." Then I remember dari buku yang terngiang-ngiang di telinga kita waktu jaman kuliah, bahwa manusia adalah miniatur semesta. Correct me if I'm wrong, seperti semesta tidak terbatas, demikian juga jiwa manusia... #okesip :D

See u soon,



Emma xxx


Btw, saya sudah memikirkan akan memberimu apa kelak di hari ulang tahunmu. Hahaha...Sorry I really can't help myself.

25 May 2014

Hai back again.

Mendadak influenza setelah perjalanan lima hari ke Kupang dan Lombok kemarin (jadi ingat Dave yang juga rentan influenza). Feel uncoordinated, after last night sleep loss akibat nonton final Liga Champion antara Real Madrid dan Atletico. Final terakhir yang saya nonton itu enam tahun lalu, when MU wore the crown. Kali ini, saya pikir harus bela-belain nonton, menjadi saksi El Real meraih La Decima. It was a game, worth my time. People said Life is a ball, round, rolling unpredictably. Ramos proved that things aren't over till they are over.

Moreover, mengalami momen magic saat menyaksikan Xabi Alonso di bangku penonton. Peaceful over his face and the way he kissed his accompany's cheek. An eyegasm.... Nooo...

A defining moment. Wish Guti and Ozil were there..

Laptop bermasalah, baterainya sudah jebol. God, feels like half my brain died. Belum mempertimbangkan apakah ganti baterai atau ganti baru.

My mind can't stop working. Seperti bisa memikirkan semua hal bersamaan. Thus, I hate when my body can't align the energy.

Still mad with my room. Tadi sempat nonton X Men sama adek Ilham (review nya di posting berikutnya ya). Rindu dengan perjalanan pulang balik Tamalanrea-kantor. My heart is there all along. Mungkin baru bisa pindah habis Lebaran. Pindah kantor juga mungkin hiks hiks...

Tapi sebelum saya mengeluh lebih jauh (di mana itulah guna blog ini :D) saya mengutip kalimat dari film Barfi:

When you love, you may suffer. When you don't, you don't live. 
See u soon,


Emma xx

16 May 2014

Psycosomathic

Half yesterday and last night was quite bizarre. I know it must be my mind playing the tricks on me. Pulang dari takziah mama Uphie yang meninggal pekan lalu, setelah insiden mutar-mutar Perumnas Antang oleh supir taksi yang sotoy kata Were. Saya harus bayar 72.000, setara dengan ongkos mobil pulang kampung ke Bone kata Were lagi. Fiuuuhh... But as usual I tried to swallow my anger so much that I suffered backhead pain as I arrived home.

Efeknya badan tidak bisa bergerak. Teringat janji dengan Dwi, but Thank God rain was falling. Rencana ke Rotterdam dan sunset di Popsa akhirnya batal. Lega, soalnya saya tidak pernah bisa menolak ajakan Dwi :D

Alhasil terkapar di kasur yang selalu bikin tulang belakangku sakit. Couldn't move my body. Got trapped in Sherlock's The Reichenbach Fall, just to see Moriarty's mimic on "Honey you should see me in a crowd" and Sherlock's face as he felt being beaten by him. And of course Molly, she gave me hope.

Terbangun jam 2 malam, chat di group Dragon penuh dengan ucapan semangat buat Mbak Wuri yang sebentar lagi akan melahirkan akhir pekan ini. Aku hanya bangun minum air, put my jeans on, dan kembali tergeletak, berharap terang tidak segera datang. Thursday night, I supposed to stay late, but my body betrayed me again.

And because this is Friday, I'm making my wish, that He'll erase hatred and loathes in my heart, a chance to visit Imam Husain's shrine, to begin no matter how hurt the past is.

A strange to carry on my Lord, I will never make my way without Your Grace.



8 May 2014

Gwen's Speech

"It's easy to feel hopeful on a beautiful day like today, but there will be dark days ahead of us too, and they'll be days where you feel all alone, and that's when hope is needed most, no matter how buried it gets, or how lost you feel, you must promise me, that you will hold on to hope. Keep it alive, we have to be greater than what we suffer. 

My wish for you, is to become hope, people need that, and even if we fail, what better way is there to live. As we look around here today, and all the people who helped make us who we are, I know it feels like we're saying goodbye, but we will carry a piece of each other, into everything we do next, to remind us of who we are, and if we're meant to be. I've had a great four years with you, I'll miss you very much."
—Gwen Stacy
From Amazing Spiderman 2
*Nangiiiiiiiiiissss*