21 June 2013

I'm so tired but I can't sleep
Standing on the edge of something much too deep
It's funny how we feel so much but we cannot say a word
Though we are screaming inside
Oh we can't be heard...



"I will remember you..."
Sarah McLachlan

14 June 2013

Lisan

Kalau tidak salah, aku pernah membaca kalimat di sebuah buku yang kubaca di akhir-akhir masa kuliahku. Di lembaran itu tertulis: "bahkan dengan kata-kata pun manusia sanggup bertahan hidup...". Aku termasuk orang yang percaya dengan kalimat ini. Sebuah kata dapat mengubah isi kepala bahkan seluruh hidup seseorang. Dan berbahagialah yang masih sanggup berlisan, yang dengannya ia dapat memasukkan kebahagian di hati orang yang mendengarnya, meneduhkan hatinya, meredam amarahnya. Kata-kata yang terucap hanya terdengar di dunia ini. Karena di sebuah tempat yang dituju semua manusia, kata akan tidak memiliki arti...

Lantai 19, hampir Isya, menunggu macet reda, sambil dengar Sixpence None The Richer

13 June 2013

Aku membaca pesan itu dua jam setelah engkau mengirimkannya. Engkau pasti kelelahan terjaga sampai dini hari. Entah, membaca isinya seperti membaca sebuah kalimat perpisahan, seperti sebuah pertanda yang menunggu terjadi. Semoga ini hanya kekhawatiranku yang kadang berlebihan. I hope I was wrong. Lord, save me and him from my weaknesses.


In case you read this, I just missed you...
Dini hari tadi, aku terbangun oleh tangisan Ara. Hujan deras turun sejak tadi malam. Hujan yang membuatku terlelap lebih cepat dari malam-malam sebelumnya, meninggalkan Dwi dan Ka Yusran suaminya larut dalam cerita dan tawa silih berganti. Berada di dekat mereka, aku seperti berada di rumah, pembicaraan-pembicaraan yang selalu kurindukan dan telah lama hilang dalam keseharianku.

Ara menangis, meronta, sesekali menarik kerah baju atau mencoba mengangkat ujung bajuku. Tangisnya membuatku terjaga sesaat. Aku memeluknya dan ia mengucapkan No...! No...! berkali-kali. Usianya hampir dua tahun. Tadi malam, saat aku tiba di Sudiang, ia sudah terlelap di pelukan ibunya. Mungkin karena alasan itu, ia tidak mengenalku dan malah mengira aku ibunya. Ia minta nenen... Ara oh Ara... Ibu dan ayahnya akhirnya ikut terjaga, menarik tubuh Ara yang tidak mau lepas dariku. Jari-jarinya menempel erat seperti laba-laba, hewan favoritnya.

Ara sudah tenang didekap Dwi, aku melanjutkan mimpi yang terpotong. Hujan tidak membiarkanku terjaga lebih lama, Kondisi yang sangat beresiko sebenarnya, karena esoknya harus ke kantor lebih pagi. Kekhawatiranku benar, aku salah perhitungan. Dari Sudiang ke kantor butuh setengah jam tambahan dari durasi perjalanan Alauddin-kantor selama ini. Telat lagi tiba di kantor... Padahal baru kemarin sore, atasanku mengirimkan pesan meminta kami untuk lebih disiplin.

Dwi akan berangkat ke Baubau, katanya Kak Yusran sudah sangat rindu kampung halaman. Aku menyempatkan diri ke Sudiang. Sekedar bertemu, bercerita sejenak tentang rambutnya yang baru saja di-smoothing, menyambung kisah tentang Athens yang belum selesai-selesai sejak ia kembali menginjakkan kaki di sini. Namun sisa energiku tidak cukup menemaninya sampai larut. Aku tertidur dengan remote tivi di tanganku.
 

20 May 2013

Tentang 2 David

Aku masih ingat ekspresi wajah bermahkota rambut pirang itu melekat di dinding kamar kakakku. Sebuah poster dari majalah ANITA yang kubeli dari uang tabunganku waktu itu, tidak lama sebelum ujian kelulusan SD. Sometimes in 1998, jelang Piala Dunia. Poster itu awalnya diminta seorang teman, sebagai gantinya ia akan memberiku poster Ricky Martin di edisi Anita berikutnya haha (saat itu lagi booming-nya La Copa de La Vida). Tapi kakakku mencegah, karena doski yang mau pasang *tepokjidat. Secara teknis juga waktu itu aku belum punya kamar sendiri.

David Beckham… Pria dengan rambut pirang di poster itu. Saya menjadi saksi pertandingan panas berbumbu politis Inggris vs Argentina, di mana ia diganjar kartu merah karena ‘menendang’ Diego Simone. Subuh itu, rumah ramai. Di lantai bawah Bapak menonton via TVRI, sedangkan kakak-kakakku bersama teman-temannya menyaksikannya di lantai atas. Saya terbangun oleh keriuhan saat Michael Owen menciptakan gol penyama kedudukan 2-2. Saat meniti tangga ke atas, kepala kakakku muncul dan mengucapkan hal yang bikin hati remuk: “Beckham kartu merah!” 
 
A moment that defined year 1998

God, mataku yang masih mengantuk akhirnya membelalak. Ya, saya masih ingat wasit mengangkat kartu merah di tayangan ulang. Riuh kembali tercipta (yang saya yakin bukan hanya di rumah kami). Dan entah kenapa ada sedikit ngilu di hati waktu Beckham meninggalkan lapangan. Benar-benar pertandingan yang emosional buatku. 

 Beckham bukanlah pemain bola favoritku. Tapi dia salah satu alasanku mulai menyukai pertandingan sepak bola sejak saat itu. Kehebatan adalah definisi dirinya. Meski tidak terlalu mengikuti perkembangan karirnya, hati saya tetap merasakan kehilangan saat sebuah tayangan TV baru-baru ini mengabarkan rencana pensiun Becks. Dalam tayangan itu, Spice Boy ini meninggalkan lapangan sekali lagi seperti waktu melawan Argentina subuh itu, tapi kali ini dengan mata yang memerah.

merayakan gol Owen... yg juga pensiun tahun ini... hiks

Seorang David lain, David Trezeguet. Yang satu ini, saya secara resmi adalah fans berat. Senyum ‘kecele’nya saat berulang kali gagal menjebol gawang Senegal di pertandingan perdana Piala Dunia 2002 sungguh menawan hati. Perancis kalah duluan dan lagi-lagi ‘sakit hati’. Tahun-tahun berikut dalam hidupku bisa ditebak, beli tabloid olahraga yang ada dia, pesan majalah Bola Vaganza yang ada dia lewat kak Accang, karena di toko andalan “Naga Sari” tidak menjualnya.

the reason why I love Juve

Tapi mungkin, sepak bola menjadi ingatan yang hanya bertaut dengan masa SMAku. Poster-poster, guntingan koran dan majalah berhenti di situ. Entah sekarang sudah berada di mana koleksi itu, apalagi poster Beckham aku lupa sejak kapan diturunkan dari dinding. Mestinya waktu hijrah ke Makassar kubawa serta seperti catatan-catatan harianku. Setidaknya bisa jadi artefak…

Beckham dan Trezeguet adalah dua ikon yang ‘akrab’ denganku selama ini. Anggap saja PHB nya adalah media-media itu. Shared experience kami sifatnya searah. Aku kembali memaknai masa-masa di mana imaji-imaji mereka di dinding kamar sebelum lelap, atau saat salah satunya menjadi alasan bibir melengkung ke atas, menjadi tujuan, yang menuntun jemariku meraba-raba buku tebal “Belajar Bahasa Perancis di rak-rak perpus sekolah, dengan harapan suatu saat bisa ke Perancis dan bertemu :D Oh I miss those moments however…

Mendengar mereka akan pensiun, ada momen of silence tercipta. Kehilangan itu ada, saat melihat Beckham menitikkan air mata pada laga yang boleh dikatakan laga perpisahan. Atau saat membaca twit temanku tentang Trezeguet yang juga akan pensiun akhir musim ini. 

Goodbye Becks, Au Revoir Trez…

13 May 2013

Semacam Moodbuster

Dia teman satu kelasku waktu SMP. Paling mudah dikenali karena dia yang paling cantik, no argue. Namanya Engka, jika ada waktu luang, Engka akan ke rumahku menyelesaikan PR dari sekolah atau aku yang jalan-jalan ke rumahnya jika ingin membaca edisi terbaru majalah Aneka Yess atau membicarakan sinetron remaja malam sebelumnya. 

Malam itu, aku baru tiba di depan kosan Eby saat pesan instannya masuk ke hapeku. Kami terhubung lagi setelah terakhir kali bertemu empat tahun lalu. She is now a mother of three. Ia bertanya tentang foto profil yang baru saja kupasang, foto Ronald hasil jepretan setahun lalu di Akkarena. Ternyata keduanya berteman di Path, envy her... aku belum punya akun di Path. Huaaaa... Jadinya aku titip salam via Engka, selengkap-lengkapnya sesuai hasil pembicaraan malam itu hehe. Dengan senang hati ia melakukannya untukku.

Pagi harinya, Engka mengirimkan screenshot yang ia janjikan *terharu*.  Made my day undoubtly :p

It's been a year by the way. Gee, time flies...


Dwi,

Kabar rencana kepulanganmu datang bersamaan dengan telpon ibuku. Hari itu ia menelponku menanyakan kabar setelah sebuah 'insiden cuci otak' oleh kakakku. Naluri mungkin, kalau anak perempuan satu-satunya ini sedang tidak stabil. Apa yang kudengarkan kemudian membuat mimpi-mimpi dan harapanku bermekaran kembali. Kalau katamu seperti mercon yang siap meledak di udara, Itu yang kurasakan juga begitu mendengar rencana-rencanamu ke depan, setibanya engkau di kota perantauan kita ini. I breath easily again.

Tidak sabar menunggumu pulang, jika perlu aku akan mendirikan tenda di bagian kedatangan di bandara :D