14 January 2013

Edward Bloom

"And I suppose if I had to choose between the true version and an elaborate one involving a fish and a wedding ring, I might choose the fancy version. But that's just me."

Untuk sejenak, saya ingin seperti Dr. Bennett yang mengatakan kalimat ini, dalam film Big Fish. In fact, I wish I were Edward Bloom, the leading role. Dalam kisah ini, Edward adalah seorang ayah yang suka menceritakan kisah hidupnya pada sang anak, Will. Kisah Edward selintas lebih mirip dongeng yang sulit terjadi di dunia nyata. Penyihir, Puddleville, dua perempuan dalam satu badan, ikan besar, raksasa, dan hal-hal mustahil lainnya. Hingga sang anak beranjak dewasa, ia mulai jenuh dan menganggap semuanya omong kosong, termasuk kisah saat ia dilahirkan.

"I kind of liked your version", kata Will setelah mendengar kisah 'sebenarnya' dari dr. Bennett saat ia lahir ke dunia.

Terakhir kali saya menonton film ini, sekitar dua tahun lalu. Ingatan yang terus menggema tentang Edward, selain saat melamar istrinya (yang selalu bikin saya meleleh), juga adalah kepiawaian Edward dalam bercerita. Beberapa dari keberatan Will juga terpikirkan olehku. Will hanya menginginkan kejujuran, cerita sesungguhnya tanpa bumbu-bumbu mistis dan keanehan yang membuatnya terdengar lebih drama dan mudah dikenang.

Bagaimana kira-kira Edward mereka ulang kisahnya, mengolahnya dengan 'imajinasi-imajinasi' yang membuat Will jengah namun justru sangat disenangi istri Will, Josephine. Maybe I'm more like Will, tidak peduli betapa pahit sebuah realita, selama itu jujur dan sungguh-sungguh, itu jauh lebih berarti. Daripada bahagia tentang hal yang sebenarnya tidak ada.

Hingga Kamis lalu, sebuah keadaan tiba-tiba membuat saya terkenang Edward. Semacam 'wangsit' yang tanpa tedeng aling-aling memutarkan imaji di kepalaku, lengkap dengan alur dan bumbu-bumbu cerita khas Edward. It's gonna be a good story to tell, yeah, akhirnya saya bisa seperti Edward, merasakan bagaimana ide itu datang, dan... yang buruk mungkin, yang berusaha kulawan selama ini: perasaan bahagia saat menceritakan ulang keadaan itu.

But then I remember, kalimat yang sering saya berikan kepada teman jika bertanya apa yang harus mereka lakukan: "Mau percaya yang mana? Yang bikin bahagia atau yang bikin sedih?" This time I choose to be happy with this , undoubtedly.


Saya janji, suatu saat akan menceritakannya, with my very own version :D

No comments: