Hitam-putih, oh apakah hanya ada warna itu dalam hidupku. Bulan ini aku akan menjalani ritual penting di dalam hidupku. Aku lalu teringat dengan kata Kak Syam, wisuda itu ibarat pernikahan, saat di mana perempuan ingin terlihat cantik di sepanjang hidupnya. Mungkin kalimat ini berlaku padaku. Aku sempat panik hingga tekanan darahku meningkat dari angka normal. Bingung akan mengenakan pakaian apa kelak pada hari itu.
Hitam-putih, ya, kali ini aku harus berkata bahwa itu akan menjadi warnaku di hari khusus 25 Juni tahun ini. Kebaya yang akan kukenakan berwarna putih dengan rok batik dasar hitam. Ibu yang membelinya untuk 'pesta' kelulusan SMA ku lima tahun lalu. Kini, melintasi jarak ratusan hari, tidak ada yang berubah dari ukuran panjang dan lebar tubuhku. Tidak perlu sentuhan mesin jahit sedikitpun, hanya tangan ibu yang tekun menyematkan payet-payet merah muda di pinggiran kainnya.
Kebaya itu kini tersimpan di lemariku. Belum ada waktu melicinkannya dengan setrika. Tiada niatku untuk menggantinya dengan yang lain. Sikap ini tidak lebih dari pemaknaanku yang kadang terlalu berlebihan terhadap hal-hal kecil. Karena pakaian ini masih layak pakai, uang yang mestinya kugunakan untuk membeli yang baru bisa kualihkan ke hal-hal "tidak penting" lainnya, misalnya sandal jepit kekecilan, sepatu kebesaran, pulsa 10ribuan yang habis dalam sehari, atau memenuhi hasrat ketagihan makan lumpia yang entah bagaimana awalnya, selama satu minggu terakhir ini.
No comments:
Post a Comment