Tiba-tiba ingin posting tentang kardus. Hmmm...
Bagi perantau, kardus memegang peranan penting dalam menyangga kehidupan selama jauh dari kampung halaman. Entah sebagai tempat cemilan buatan mama dan hasil bumi lainnya sebagai bekal selama berada di tempat baru. Selama tinggal di Makassar, saat kuliah, hampir setiap pulang dari Bone ke Makassar, mama mencarikan kardus. Selalu saja ada yang beliau ingin saya bawa. Dari keripik pisang, tape ketan hitam, rambutan, pizza buatan kakakku, sukun, atau lauk kesukaan adikku. Kadang saat saya bersikeras untuk tidak membawa apa-apa, beliau cuma bilang "ya, kasih ke teman-teman kantor atau teman kos". Truly, teman-teman di kantor selalu bersemangat kalau saya bilang mau ke Bone.
Tapi ada satu kisah mengharukan bagi saya sehubungan dengan kardus. Dua semester awal kuliah, saya dan kakakku tinggal di rumah keluarga mama di bilangan Daya. Di rumah itu saya menempati kamar yang sangat layak. Spring bed, jendela (tidak bisa tinggal di kamar yg tidak ada jendelanya), dan lemari besar tiga pintu vertikal. Masalahnya, ketiga pintu lemari itu terkunci. There I was, dengan pakaian di tas, dan ransum dari Bone.
Menjalani kuliah dari hari ke hari, peralatan sedikit demi sedikit juga bertambah. Hingga akhirnya tas pakaian tidak muat lagi. Karena segan meminta kunci pada pemilik rumah, jadilah kardus tempat oleh-oleh dari Bone menjelma tempat baju, berdampingan dengan kardus lain yang jadi tempat buku-buku dan peralatan kuliah. Hiks. Kalo ingat masa-masa itu, miris saja. Entah karena orang rumah yang tidak memberikan kunci salah satu lemari atau karena 'kemalasan' saya meminta kunci. Heuheuheu...
But it was such a long ago. Di kos sekarang juga menyediakan satu lemari besar di tiap kamar :D Dan rumah di Daya? Saya meninggalkan rumah penuh kenangan itu tepat setelah Ramadhan 2005 untuk selanjutnya memulai hidup sebagai anak kos hingga hari ini.
No comments:
Post a Comment