11 January 2009

Setelah Hari Ini Berlalu

A Story of An English Wizard


Semalam aku memimpikanmu lagi. Engkau bersama rekan- rekanmu akan memainkan lagu baru kalian, namun anehnya- di bangunan sekolah dasarku yang sudah tua. Ada yang kulihat berbeda kali ini, pria tambun dan ramah itu tidak ada di sana, yang ada posisinya digantikan oleh seorang perempuan berambut gelap dan bermaskara tebal bernama Elena. Pesonanya bak Shirley Manson, vokalis Garbage. Sejenak engkau rehat dan membiarkan suara klasikmu diambil alih oleh perempuan gotik itu, ternyata suara dan penghayatannya tidak kalah dalam ketika engkau yang bernyanyi Aku kemudian mengajaknya berbincang dalam bahasa inggris yang fasih dan coba tebak, saat itu, di alam sadar, aku dapat merasakan diriku berbisik dalam keadaan tidur, sambil tersenyum melihat diriku disitu begitu mengalirnya berbicara dengan orang asing. Tak sedetik pun engkau mau melihat ke arahku, aku memperhatikan gerak-gerikmu tapi untunglah tidak kutemui raut benci di wajahmu, hanya keengganan.

Ah, kukira awalnya kita akan bertemu di Vfest, Glastonbury, Reading atau festival besar lainnya di Inggris. Namun aku akhirnya sadar, engkau sendiri jauh lebih megah dan agung di banding ratusan kali penampilanmu. Tak perlulah aku berdesak-desakan, merangsek ke posisi paling depan agar dapat melihatmu memesona ribuan orang. Cukuplah aku menemukanmu sedang berjalan di downtown kota london atau cambridge atau como, atau di manapun itu di dunia, selama bukan di panggung. Cukuplah menyadari keberadaanmu di luar sana setelah selama ini engkau hanya hidup di dunia tak bermassa di kepalaku belaka.

Tahukah kau, engkau terlanjur hidup di sana dan aku tiada henti selalu menyiramimu dengan air harapan kelak suatu saat dapat bertemu denganmu. Engkau tumbuh di dunia sadar dan tidak sadarku. hadirmu bagai sihir yang memantra dan menggerakkanku mentah-mentah tanpa kusadari mengapa aku melakukannya. Tidak sadarkah engkau, para pengeruk uang itu menggunakan citramu menghasutku menghabiskan waktu dan uang atas nama kecintaan padamu. Relakah dan pedulikah engkau, melihatku 'menghancurkan' diri sementara di sana engkau bahkan tidak menyadari keberadaanku. Apa bedanya engkau dengan kekasih-kekasih platonisku di masa lalu. Setiap hari aku melihatmu, mencari kabar tentangmu, menyimpan imaji dirimu dan menulis lirik penyemangat darimu di halaman pertama buku catatanku. Aku telah memaksamu menjadi serpihan kepingan pembentuk diriku. Namun bagaimana aku bisa menolak saat engkau ada dan terekam oleh inderaku tanpa sengaja kala aku sedang berada di titik nadir perjalananku.

Namun janganlah khawatir, aku telah menyucikanmu dari segala 'kesalahan-kesalahan'mu pada diriku. Suaramu tidak akan lagi dengan sengaja kudengarkan, aku hanya akan berharap bertemu kondisi di mana aku dapat mendengar suaramu yang lembut namun kuat itu layaknya penari balet, tanpa kurencanakan. Nungkin ketika berada di dalam angkot, ketika tidak sengaja aku berjalan melewati distro yang memutar lagumu, ketika ada teman yang menyetel winamp dan ada engkau dalam daftar antrian, atau mahakaryamu menjadi backsound acara-acara gosip murahan di televisi. Biarlah tangan-tangan nasib merancang sendiri pertemuan-pertemuan kita kelak pada masa setelah hari ini berlalu.

No comments: