"Cause every time I breath I take you in
and my heart beats again
baby I can't help it
you keep me drowning in your love..."
27 January 2014
16 January 2014
Dialog Pagi saat Hujan
"So when will you hit back the town again?"
"Tergantung Kak Yus," kilahnya
"Pliissss, I miss you..."
"No, Em, It's raining all the time. Ga bisa karena ada Ara. Ke mana-mana repot. Di situ hujan kan?"
Walau saya yakin sebenarnya karena dia tidak suka hujan, Ara cuma apologi hahaha. Mamamu, Nak.
"Yeah, almost a week. By the way, tomorrow I'm going to Bali..."
"Huaaaa... Kereeeenn.. You should go, biar Makassar merasakan sedikit cahaya matahari while you're not around..."
Dahiku mengkerut, sejenak pikiranku melayang ke masa-masa kuliah, mencari titik temu dengan perkataannya barusan. I remember a quote and then I burst
"Ahahahahaha..." tawaku menggema di ruangan yang baru hanya ada aku pagi ini.
"Iya kan kamu pemanggil hujan hahaha. Have fun there, better if you have a company, walking down the seashore"
"At midnight yes?"
"No, I suggest in the afternoon, between 4 to after sunset. That'd be cool!!"
Saya baru mau menghubungi Wisnu, teman asli Bali. Kami berkenalan karena acara kantor tahun lalu.
"So, saya harus bangun pagi berapa kali sampai kita bisa ketemu lagi?" tanyaku kembali ke poin utama.
"Hahahaha... Ga lama lagi lah, akhir Januari pokoknya."
"Januari mi lagi Dwi," lalu aku sibuk dengan pikiranku sendiri mengembara ke Januari-januari sebelumnya. One of them, saat aku banyak bersamanya di kosan Salsabila.
"Saya mau ke Makassar with one condition", serupa ancaman.
"Kamu harus minta supaya Makassar tidak hujan pas saya datang!" what a wish!
"Iyaaaa iyaaaa... Nanti saya minta supaya tidak hujaaaaan."
Dunno if it's because of me or not, sudah sering kejadian saya meminta hujan dan benar-benar hujan. Ataukah cuma coincidence lalu meyakininya sebuah 'sikronitas' untuk hiburan pribadi. I dont know. Kak Asri pernah bilang, memang kita bukan sebab Em, semua karena RahmatNya.
In fact, I miss her so much. Saat nginap di rumah Weye beberapa hari lalu, akhirnya saya bisa juga nonton New Girl starring Zooey Deschanel (God, I envy her effortless beauty). Ada salah satu karakter yang tiba-tiba mengingatkan saya dengan kegilaan dan ke-drama-an teman-teman Rush. Yeah, we're nuts!!! Dialog-dialog yang selama ini memang ada atau imajiner, tertuang dalam tokoh itu. Dan sebuah kesyukuran bisa mengiriskan lingkaran-lingkaran kisah dengan mereka. Hal yang selalu menghadirkan senyum saat rutinitas sedikit lagi menendang saya jatuh ke jurang.
"I'll treat you... anything you want. Foods, books... Just plis come immediately."
"Huaaaaa... saya mau yang paling mahaaal.." keluar deh 'seni ditraktir' nya.
"Tergantung Kak Yus," kilahnya
"Pliissss, I miss you..."
"No, Em, It's raining all the time. Ga bisa karena ada Ara. Ke mana-mana repot. Di situ hujan kan?"
Walau saya yakin sebenarnya karena dia tidak suka hujan, Ara cuma apologi hahaha. Mamamu, Nak.
"Yeah, almost a week. By the way, tomorrow I'm going to Bali..."
"Huaaaa... Kereeeenn.. You should go, biar Makassar merasakan sedikit cahaya matahari while you're not around..."
Dahiku mengkerut, sejenak pikiranku melayang ke masa-masa kuliah, mencari titik temu dengan perkataannya barusan. I remember a quote and then I burst
"Ahahahahaha..." tawaku menggema di ruangan yang baru hanya ada aku pagi ini.
"Iya kan kamu pemanggil hujan hahaha. Have fun there, better if you have a company, walking down the seashore"
"At midnight yes?"
"No, I suggest in the afternoon, between 4 to after sunset. That'd be cool!!"
Saya baru mau menghubungi Wisnu, teman asli Bali. Kami berkenalan karena acara kantor tahun lalu.
"So, saya harus bangun pagi berapa kali sampai kita bisa ketemu lagi?" tanyaku kembali ke poin utama.
"Hahahaha... Ga lama lagi lah, akhir Januari pokoknya."
"Januari mi lagi Dwi," lalu aku sibuk dengan pikiranku sendiri mengembara ke Januari-januari sebelumnya. One of them, saat aku banyak bersamanya di kosan Salsabila.
"Saya mau ke Makassar with one condition", serupa ancaman.
"Kamu harus minta supaya Makassar tidak hujan pas saya datang!" what a wish!
"Iyaaaa iyaaaa... Nanti saya minta supaya tidak hujaaaaan."
Dunno if it's because of me or not, sudah sering kejadian saya meminta hujan dan benar-benar hujan. Ataukah cuma coincidence lalu meyakininya sebuah 'sikronitas' untuk hiburan pribadi. I dont know. Kak Asri pernah bilang, memang kita bukan sebab Em, semua karena RahmatNya.
In fact, I miss her so much. Saat nginap di rumah Weye beberapa hari lalu, akhirnya saya bisa juga nonton New Girl starring Zooey Deschanel (God, I envy her effortless beauty). Ada salah satu karakter yang tiba-tiba mengingatkan saya dengan kegilaan dan ke-drama-an teman-teman Rush. Yeah, we're nuts!!! Dialog-dialog yang selama ini memang ada atau imajiner, tertuang dalam tokoh itu. Dan sebuah kesyukuran bisa mengiriskan lingkaran-lingkaran kisah dengan mereka. Hal yang selalu menghadirkan senyum saat rutinitas sedikit lagi menendang saya jatuh ke jurang.
"I'll treat you... anything you want. Foods, books... Just plis come immediately."
"Huaaaaa... saya mau yang paling mahaaal.." keluar deh 'seni ditraktir' nya.
27 December 2013
![]() |
Love of My Life |
When I grow older,
I will be there at your side to remind you
How I still love you
I still love you...
Queen
"Itu tangan siapa?" heran engkau tidak bisa mengenali tanganmu sendiri
"Siapa lagi?" jawabku diiringi tawa kecil
"Itu di mana?" tanyamu masih penasaran
"Di tempat pertama kali kita ketemu," seandainya aku berani memberi jawaban ini.
"Oh, forget it!" aku menarik layar handphone ku dari hadapannya. Matanya lalu tertuju ke layar tivi yang menayangkan pertandingan klub bola kesayangannya.
Banyak hal bisa terjadi, bahkan satu detik ke depan, apalagi dalam rentang waktu setahun. I remember how my heart was cracked as he took some piece of salad off my plate. Then, he stayed in my heart ever since. A place where no one can't see him. And it took less than a year to finally let him know. He started it. I knew that day would come but I never thought it would be that fast... and that hurt....
"Siapa lagi?" jawabku diiringi tawa kecil
"Itu di mana?" tanyamu masih penasaran
"Di tempat pertama kali kita ketemu," seandainya aku berani memberi jawaban ini.
"Oh, forget it!" aku menarik layar handphone ku dari hadapannya. Matanya lalu tertuju ke layar tivi yang menayangkan pertandingan klub bola kesayangannya.
Banyak hal bisa terjadi, bahkan satu detik ke depan, apalagi dalam rentang waktu setahun. I remember how my heart was cracked as he took some piece of salad off my plate. Then, he stayed in my heart ever since. A place where no one can't see him. And it took less than a year to finally let him know. He started it. I knew that day would come but I never thought it would be that fast... and that hurt....
Sebelum Tahun Baru Tiba
Iqko...
Tahun baru sisa hitungan jari, walau kita berdua paham, hitungan hari, bulan, dan tahun hanya penanda masa semata. Di sini, di sekitaran mejaku, orang-orang sudah mulai membicarakan rencana-rencana menghabiskan malam, menghitung mundur hingga jarum jam yang selama ini arah putarannya selalu sama mengantarkan kita semua ke sebuah awal yang baru. Dari ruang sebelah, sesekali terdengar suara terompet jualan seorang teman, bisnis periodik yang lumayan untuk kumpul modal merayakan tahun baru mungkin.
Aku belum memikirkan rencana apapun. Bayangan tahun baru dua tahun lalu rasanya belum ada yang mengalahkan: berada di titik tertinggi kota Makassar, yang kebetulan adalah top roof kantor, di mana sejauh mata memandang adalah semburat kembang api tiada henti hingga pagi. Aku belum merencanakan apapun, dengan siapapun. Mungkin rutinitas sudah mengambil alih semua ini kepalaku. Seminggu terakhir, aku selalu hanya ingin pulang, lalu tergeletak di depan tv, terlelap sebelum sempat mengganti seragam kantor dan tidak lagi merapalkan doa yang selama ini kuyakini akan menjagaku hingga pagi.
Mungkin karena itu tadi malam aku mengalami mimpi buruk. Buruk sekali hingga aku terbangun dengan jantung berdegup kencang dan dingin yang menusuk memaksaku mengenakan sweater yang kupinjam dari Were. Untuk pertama kalinya lagi aku dihinggapi ketakutan dengan ruang sekelilingku, seperti ada yang mengawasi dan siap menerkam. Aku meringkuk kedinginan, menunggu rasa kantuk, lelap, berganti mimpi, dan untuk beberapa jam 'lari' dari pikiran-pikiran, pergulatan, konflik dengan diri sendiri.
Tadi malam aku menelpon Nida, tidak lama setelah aku menelponmu tentang rencana kita sekolah lagi. Engkau pasti setuju, ngobrol dengan Nida, rasa optimis itu akan tumbuh lagi, seolah kita bisa melewati apapun. Sometimes I wonder, apa yang dirasakan oleh seseorang yang baru saja aku ajak berbicara. Kalo denganmu? Aku merasa yakin aku tidak sendiri, bahwa kisah-kisah yang tidak konvensional itu ada, bahwa ada ruang bagi hal-hal yang selama ini orang pilih untuk hindari. I can't imagine my life without you...
Jadi sudah ada resolusi? :D Memulai awal yang baru mungkin hal yang fitrawi, seperti kata Coldplay "oh take me back to the start," mungkin karena awal yang baru memberi kita kesempatan untuk menarik napas. Mungkin letupan kembang api sejenak bisa memunculkan harapan, bahwa kita masih punya harapan, kita merayakan hari esok yang akan datang, walau kata Coelho, kita harus merayakan tiap detik yang datang dalam kehidupan kita.
Resolusiku?
Kemarin, ketika dalam market visit bersama atasan baru, aku sempat membuatnya tertawa saat ia mendengar jawabanku tentang resolusi tahun depan:
"Hapal lagunya Carla Bruni yang susahnya minta ampun, itu resolusi dari awal tahun 2012 yang belum kejadian sampai sekarang."
Ia tertawa, mungkin karena tidak menduga jawaban itu yang kuberi. Tidak biasa mungkin, Hahaha. Terlalu sederhana atau justru sangat absurd? I dont know. Tapi, aku masih akan terus menyusun dialog-dialog imajiner, mengucapkan kata 'rindu' atau 'sayang' sebatas dalam hati kepada punggung yang selama ini berlalu lalang di hadapanku, memproyeksikan imaji dirinya di tempat-tempat atau adegan-adegan ideal di kepalaku. Well, I hope you dont mind having a friend like me :D:D
But best thing maybe, membahagiakan orang, entah yang terkasih atau yang baru mengiriskan lingkaran dalam keseharian. Aku pernah berkata pada Were, pada malam Natal yang kami lewatkan di salah satu resto fast food 24 jam:
Kehampaan, akan terus terasa hampa hingga orang yang menciptakannya sendiri yang datang memenuhinya. Ruang hampa yang akan terus terbawa ke mana-mana kaki melangkah. Namun setidaknya melihat senyum bahagia di wajah orang-orang yang kita kasihi, lubang hitam itu bisa sedikit tertutupi, walau setelah itu akan menarik lagi semua energi memikirkannya :D what an evil circle...
Hanya ini yang dapat kubagi denganmu, jelang akhir Desember yang dihiasi hujan, jalan-jalan yang menyala setelah hujan, dan omelan-omelan karena mulai banjir di mana-mana (aku yakin kamu tidak :D). I never think of tomorrow, tapi harapan akan hari esok adalah hal yang membuatku bertahan hingga hari ini, di saat aku punya banyak pilihan untuk menyerah.
Carry on,
Emma (Watson)
*Sedang mendengarkan Wonderwall nya Oasis berkali-kali berharap tahun depan sudah bisa menginjakkan kaki di kampung empunya lagu* *amiiiiinnn*
Tahun baru sisa hitungan jari, walau kita berdua paham, hitungan hari, bulan, dan tahun hanya penanda masa semata. Di sini, di sekitaran mejaku, orang-orang sudah mulai membicarakan rencana-rencana menghabiskan malam, menghitung mundur hingga jarum jam yang selama ini arah putarannya selalu sama mengantarkan kita semua ke sebuah awal yang baru. Dari ruang sebelah, sesekali terdengar suara terompet jualan seorang teman, bisnis periodik yang lumayan untuk kumpul modal merayakan tahun baru mungkin.
Aku belum memikirkan rencana apapun. Bayangan tahun baru dua tahun lalu rasanya belum ada yang mengalahkan: berada di titik tertinggi kota Makassar, yang kebetulan adalah top roof kantor, di mana sejauh mata memandang adalah semburat kembang api tiada henti hingga pagi. Aku belum merencanakan apapun, dengan siapapun. Mungkin rutinitas sudah mengambil alih semua ini kepalaku. Seminggu terakhir, aku selalu hanya ingin pulang, lalu tergeletak di depan tv, terlelap sebelum sempat mengganti seragam kantor dan tidak lagi merapalkan doa yang selama ini kuyakini akan menjagaku hingga pagi.
Mungkin karena itu tadi malam aku mengalami mimpi buruk. Buruk sekali hingga aku terbangun dengan jantung berdegup kencang dan dingin yang menusuk memaksaku mengenakan sweater yang kupinjam dari Were. Untuk pertama kalinya lagi aku dihinggapi ketakutan dengan ruang sekelilingku, seperti ada yang mengawasi dan siap menerkam. Aku meringkuk kedinginan, menunggu rasa kantuk, lelap, berganti mimpi, dan untuk beberapa jam 'lari' dari pikiran-pikiran, pergulatan, konflik dengan diri sendiri.
Tadi malam aku menelpon Nida, tidak lama setelah aku menelponmu tentang rencana kita sekolah lagi. Engkau pasti setuju, ngobrol dengan Nida, rasa optimis itu akan tumbuh lagi, seolah kita bisa melewati apapun. Sometimes I wonder, apa yang dirasakan oleh seseorang yang baru saja aku ajak berbicara. Kalo denganmu? Aku merasa yakin aku tidak sendiri, bahwa kisah-kisah yang tidak konvensional itu ada, bahwa ada ruang bagi hal-hal yang selama ini orang pilih untuk hindari. I can't imagine my life without you...
Jadi sudah ada resolusi? :D Memulai awal yang baru mungkin hal yang fitrawi, seperti kata Coldplay "oh take me back to the start," mungkin karena awal yang baru memberi kita kesempatan untuk menarik napas. Mungkin letupan kembang api sejenak bisa memunculkan harapan, bahwa kita masih punya harapan, kita merayakan hari esok yang akan datang, walau kata Coelho, kita harus merayakan tiap detik yang datang dalam kehidupan kita.
Resolusiku?
Kemarin, ketika dalam market visit bersama atasan baru, aku sempat membuatnya tertawa saat ia mendengar jawabanku tentang resolusi tahun depan:
"Hapal lagunya Carla Bruni yang susahnya minta ampun, itu resolusi dari awal tahun 2012 yang belum kejadian sampai sekarang."
Ia tertawa, mungkin karena tidak menduga jawaban itu yang kuberi. Tidak biasa mungkin, Hahaha. Terlalu sederhana atau justru sangat absurd? I dont know. Tapi, aku masih akan terus menyusun dialog-dialog imajiner, mengucapkan kata 'rindu' atau 'sayang' sebatas dalam hati kepada punggung yang selama ini berlalu lalang di hadapanku, memproyeksikan imaji dirinya di tempat-tempat atau adegan-adegan ideal di kepalaku. Well, I hope you dont mind having a friend like me :D:D
But best thing maybe, membahagiakan orang, entah yang terkasih atau yang baru mengiriskan lingkaran dalam keseharian. Aku pernah berkata pada Were, pada malam Natal yang kami lewatkan di salah satu resto fast food 24 jam:
Kehampaan, akan terus terasa hampa hingga orang yang menciptakannya sendiri yang datang memenuhinya. Ruang hampa yang akan terus terbawa ke mana-mana kaki melangkah. Namun setidaknya melihat senyum bahagia di wajah orang-orang yang kita kasihi, lubang hitam itu bisa sedikit tertutupi, walau setelah itu akan menarik lagi semua energi memikirkannya :D what an evil circle...
Makassar, on an Xmas Eve |
Hanya ini yang dapat kubagi denganmu, jelang akhir Desember yang dihiasi hujan, jalan-jalan yang menyala setelah hujan, dan omelan-omelan karena mulai banjir di mana-mana (aku yakin kamu tidak :D). I never think of tomorrow, tapi harapan akan hari esok adalah hal yang membuatku bertahan hingga hari ini, di saat aku punya banyak pilihan untuk menyerah.
Carry on,
Emma (Watson)
*Sedang mendengarkan Wonderwall nya Oasis berkali-kali berharap tahun depan sudah bisa menginjakkan kaki di kampung empunya lagu* *amiiiiinnn*
30 September 2013
Saat si Adek Sakit
Waking up with sunshine on my face...
Jumat, Eby, Imel -sekretaris baru di kantor-, dan aku sedang makan bakso di pinggiran gedung BNI saat pesan teksnya masuk ke hapeku. Ia bertanya aku sedang di mana, ia memintaku untuk ke kamarnya, ia demam sejak paginya dan belum turun. Aku menghabiskan makananku segera, Eby memintaku untuk tidak menunggunya selesai.
Laptop dan chargernya kutinggal di meja karena kupikir akan kembali lagi setelah membawa adikku ke dokter. Tiba di kosan, adikku masih ogah dibawa ke dokter, katanya sudah minum paracetamol seperti yang kusarankan sebelum aku meninggalkan kantor. Jadi aku menunggu sampai obatnya bekerja.
Hingga jam 4 sore, demamnya belum turun juga. Aku memutuskan memanggil taksi, bermaksud membawanya ke dokter Hendrik, dokter langganan Echy. Kami menunggu agak lama sampai dokternya siap memeriksa. Di ruang periksa, dokternya tersenyum saat aku bilang adik inilah yang selalu mengantarku check up selama ini. Wheel was turning haha, sekarang giliranku yang harus mengantar.
Hasil diagnosa: infeksi usus. Mungkin dia kelelahan atau salah makan atau tidak teratur makan. Sudah hampir sebulan ia kembali menjalani rutinitas sebagai anak kuliahan. Dokter memintanya untuk makan bubur saja beberapa hari ini. Sambil menunggu obat dari apoteker, aku menghubungi sekuriti agar mengamankan laptop dan barang-barangku yang ketinggalan. Untuk kesekian kalinya aku melewatkan sunset Jumat dari kantor. Saat menunggu taksi pulang, langit sudah gelap.
Sebenarnya, aku tidak berniat menelpon mama dan bapak, tidak ingin membuat mereka khawatir. Selama masih rawat di rumah, semua akan baik-baik saja. Tapi adikku memaksa. Mamaku malah berencana ke Makassar keesokan harinya. Setelah menenangkan dan meyakinkan kalau si adik sudah bisa sembuh setelah minum obat, akhirnya ia menunda keinginannya itu.
Tanpa persiapan apa-apa, aku menginap di kamar adikku, dengan pakaian kantor yang belum kuganti. Kamarku dekat tapi semua bajuku ada di rumah Eby di Alauddin, tempatku berdiam selama kurang lebih enam bulan terakhir ini.
Terkadang menyenangkan juga bisa sedikit menjauh dari rutinitas kantor. Kata seorang teman, beberapa bulan kemarin, pikiranku terlalu penuh dengan pekerjaan. Ia menyarankan untuk mencari kegiatan lain. Buatku, mungkin harus mencari celah supaya bisa kabur sejenak. Dua hari berada di tempat adikku, di tengah-tengah suasana kosan yang juga pernah kujalani, aku menghirup udara yang berbeda, matahari yang berbeda, orang-orang yang berbeda. Mendengarkan lagu-lagu lama peninggalan kakakku yang masih tersimpan di komputer di kamar adikku. Menonton trilogi The Lord of The Ring versi extended, yang satu film bisa sampai 3,5 jam. Awalnya cuma mau nonton Fellowship of the Ring, tapi ternyata lanjut ke dua film berikutnya. Kami tertidur saat Gondor diserang pasukan Sauron.
That was the longest sleep ever since I worked....
I woke up as I felt sunshine on face through the window. Hal pertama yang kulakukan, meraba dahi adikku. Panasnya sudah reda. Prediksi dokter tepat, hari Minggu, suhu badannya akan normal kembali. Lega, mamaku tidak harus menyusul kami. Si adik masih harus makan bubur. Kali ini ia sudah bisa duduk menyalakan laptop, memutar lagu-lagu Linkin Park yang masih kuhapal sampai hari ini.
Pukul 10, temanku Ridho memenuhi janji untuk membantuku pindah....
Jumat, Eby, Imel -sekretaris baru di kantor-, dan aku sedang makan bakso di pinggiran gedung BNI saat pesan teksnya masuk ke hapeku. Ia bertanya aku sedang di mana, ia memintaku untuk ke kamarnya, ia demam sejak paginya dan belum turun. Aku menghabiskan makananku segera, Eby memintaku untuk tidak menunggunya selesai.
Laptop dan chargernya kutinggal di meja karena kupikir akan kembali lagi setelah membawa adikku ke dokter. Tiba di kosan, adikku masih ogah dibawa ke dokter, katanya sudah minum paracetamol seperti yang kusarankan sebelum aku meninggalkan kantor. Jadi aku menunggu sampai obatnya bekerja.
Hingga jam 4 sore, demamnya belum turun juga. Aku memutuskan memanggil taksi, bermaksud membawanya ke dokter Hendrik, dokter langganan Echy. Kami menunggu agak lama sampai dokternya siap memeriksa. Di ruang periksa, dokternya tersenyum saat aku bilang adik inilah yang selalu mengantarku check up selama ini. Wheel was turning haha, sekarang giliranku yang harus mengantar.
Hasil diagnosa: infeksi usus. Mungkin dia kelelahan atau salah makan atau tidak teratur makan. Sudah hampir sebulan ia kembali menjalani rutinitas sebagai anak kuliahan. Dokter memintanya untuk makan bubur saja beberapa hari ini. Sambil menunggu obat dari apoteker, aku menghubungi sekuriti agar mengamankan laptop dan barang-barangku yang ketinggalan. Untuk kesekian kalinya aku melewatkan sunset Jumat dari kantor. Saat menunggu taksi pulang, langit sudah gelap.
Sebenarnya, aku tidak berniat menelpon mama dan bapak, tidak ingin membuat mereka khawatir. Selama masih rawat di rumah, semua akan baik-baik saja. Tapi adikku memaksa. Mamaku malah berencana ke Makassar keesokan harinya. Setelah menenangkan dan meyakinkan kalau si adik sudah bisa sembuh setelah minum obat, akhirnya ia menunda keinginannya itu.
Tanpa persiapan apa-apa, aku menginap di kamar adikku, dengan pakaian kantor yang belum kuganti. Kamarku dekat tapi semua bajuku ada di rumah Eby di Alauddin, tempatku berdiam selama kurang lebih enam bulan terakhir ini.
Terkadang menyenangkan juga bisa sedikit menjauh dari rutinitas kantor. Kata seorang teman, beberapa bulan kemarin, pikiranku terlalu penuh dengan pekerjaan. Ia menyarankan untuk mencari kegiatan lain. Buatku, mungkin harus mencari celah supaya bisa kabur sejenak. Dua hari berada di tempat adikku, di tengah-tengah suasana kosan yang juga pernah kujalani, aku menghirup udara yang berbeda, matahari yang berbeda, orang-orang yang berbeda. Mendengarkan lagu-lagu lama peninggalan kakakku yang masih tersimpan di komputer di kamar adikku. Menonton trilogi The Lord of The Ring versi extended, yang satu film bisa sampai 3,5 jam. Awalnya cuma mau nonton Fellowship of the Ring, tapi ternyata lanjut ke dua film berikutnya. Kami tertidur saat Gondor diserang pasukan Sauron.
That was the longest sleep ever since I worked....
I woke up as I felt sunshine on face through the window. Hal pertama yang kulakukan, meraba dahi adikku. Panasnya sudah reda. Prediksi dokter tepat, hari Minggu, suhu badannya akan normal kembali. Lega, mamaku tidak harus menyusul kami. Si adik masih harus makan bubur. Kali ini ia sudah bisa duduk menyalakan laptop, memutar lagu-lagu Linkin Park yang masih kuhapal sampai hari ini.
Pukul 10, temanku Ridho memenuhi janji untuk membantuku pindah....
19 September 2013
"My heart is a pen in your hand, it is all up to you to write me happy or sad. I see only what you reveal and live as you may. All my feelings have the color you desire to paint. From beginning to the end, no one but you. Please make my future better than the past..."Seperti arti matahari untuk Clark Kent, demikian syair Rumi ini bagiku. Seperti air bagi pejalan yang kehausan, cahaya bagi yang terjerembab gelap.
To You, I surrender my soul my dear Lord...
18 September 2013
Dwi,
Aku membaca twit pagimu saat dalam perjalanan pete-pete ke kantor. Eby, teman tinggalku hampir setengah tahun terakhir ini, tadi pagi berangkat duluan karena aku telat bangun, sementara tetangga sebelah yang selalu berbaik hati memberi kami tumpangan ke kantor sudah siap-siap berangkat.
Katamu engkau sedang rindu...
Aku pernah menulis status facebook, long ago, kalau konsekuensi terberat dari cinta bukanlah cemburu, tapi rindu... atau bahasa lainnya kehilangan. Aku teringat sebuah perbincangan dengan Echy tentang arti harfiah "I miss you". Kalau tidak salah, hari itu dia kita todong menjelaskan karena dia baru saja tiba dari Arizona, jadi bahasa Inggris nya masih fresh :D
Dan aku sempat tertegun waktu dia berkata, 'miss' itu harfiahnya 'kehilangan'. Engkau juga pasti ingat kalau kita pernah sepakat frase ini terdengar lebih indah dan merdu sekaligus menyakitkan dari ungkapan cinta itu sendiri. Itulah mengapa aku 'benci' jika misalnya ada yang berkata rindu padaku, because I knew how painful it was to miss somebody. Seseorang tidak berbohong ketika ia mengucapkan rindu, I believe it.
Lalu aku membaca twitmu selanjutnya: "menunggu putus" dengan tautan instagram. Filenya tidak bisa dibrowse dari IP kantor :(( tapi jika aku tidak salah, engkau pernah posting di blog tentang sebuah gelang, yang jika putus, keinginanmu akan terkabul. Ya kalau tidak salah tebak, pasti tentang gelang itu kan hahha.
Dwi, harus aku sampaikan, salah satu hal menyenangkan tentangmu adalah keyakinanmu pada hal-hal yang disebut Alice di Closer "beyond comprehension", yang di luar pemahaman dan hanya bisa dijangkau dengan keyakinan itu. Suatu saat, aku berjanji, akan mengabadikanmu dalam karakter kisah fiksiku :))
Please dont get mad as I say "I miss you". Derajat 'kehilangan' dalam persahabatan kita ini tidak akan pernah melampaui 'kehilangan' yang lain. I miss our conversations, tentang cerita yang mungkin terjadi di masa depan, bagaimana kisah saling bertaut, and those other things beyond comprehension.
Sincerely,
Emma
Aku membaca twit pagimu saat dalam perjalanan pete-pete ke kantor. Eby, teman tinggalku hampir setengah tahun terakhir ini, tadi pagi berangkat duluan karena aku telat bangun, sementara tetangga sebelah yang selalu berbaik hati memberi kami tumpangan ke kantor sudah siap-siap berangkat.
Katamu engkau sedang rindu...
Aku pernah menulis status facebook, long ago, kalau konsekuensi terberat dari cinta bukanlah cemburu, tapi rindu... atau bahasa lainnya kehilangan. Aku teringat sebuah perbincangan dengan Echy tentang arti harfiah "I miss you". Kalau tidak salah, hari itu dia kita todong menjelaskan karena dia baru saja tiba dari Arizona, jadi bahasa Inggris nya masih fresh :D
Dan aku sempat tertegun waktu dia berkata, 'miss' itu harfiahnya 'kehilangan'. Engkau juga pasti ingat kalau kita pernah sepakat frase ini terdengar lebih indah dan merdu sekaligus menyakitkan dari ungkapan cinta itu sendiri. Itulah mengapa aku 'benci' jika misalnya ada yang berkata rindu padaku, because I knew how painful it was to miss somebody. Seseorang tidak berbohong ketika ia mengucapkan rindu, I believe it.
Lalu aku membaca twitmu selanjutnya: "menunggu putus" dengan tautan instagram. Filenya tidak bisa dibrowse dari IP kantor :(( tapi jika aku tidak salah, engkau pernah posting di blog tentang sebuah gelang, yang jika putus, keinginanmu akan terkabul. Ya kalau tidak salah tebak, pasti tentang gelang itu kan hahha.
Dwi, harus aku sampaikan, salah satu hal menyenangkan tentangmu adalah keyakinanmu pada hal-hal yang disebut Alice di Closer "beyond comprehension", yang di luar pemahaman dan hanya bisa dijangkau dengan keyakinan itu. Suatu saat, aku berjanji, akan mengabadikanmu dalam karakter kisah fiksiku :))
Please dont get mad as I say "I miss you". Derajat 'kehilangan' dalam persahabatan kita ini tidak akan pernah melampaui 'kehilangan' yang lain. I miss our conversations, tentang cerita yang mungkin terjadi di masa depan, bagaimana kisah saling bertaut, and those other things beyond comprehension.
Sincerely,
Emma
Subscribe to:
Posts (Atom)