30 April 2012
Gnomeooo
13 April 2012
Friday 13th
Sudah Jumat lagi. April berlalu begitu cepat, serasa baru kemarin mengadu ke Dwi kalo April, the cruelest month sudah di depan mata. Aku masih di kantor saat menuliskan ini, jam 17.36, teman-teman kantor sudah pulang, sisa security yang memeriksa semua ruangan, mengunci pintu dan menurunkan tirai jendela. Deru mesin AC masih terdengar, tadi seisi ruangan mengeluh karena freonnya rusak lagi, suhu sudah disetel 16 derajat tapi kami masih kegerahan. Dari laptopku, "Sudah" lagu lama namun abadi milik Ahmad Band sengaja kupasang biar mood menulis yang setahun ini buron entah ke mana bisa kutemukan kembali.
Jumat, kata orang adalah saat baik untuk berdoa. Aku meyakini sepenuhnya, Jumat adalah hari pertama yang diciptakan Tuhan. Kepercayaan pun berkembang, bahwa apa yang pertama kali terjadi di hari Jumat akan mendatangkan kebaikan. Tak jarang pula banyak yang meng-kramatkannya, apalagi hari ini tanggal 13, Friday 13th!
Sejak bekerja di tempat ini, setiap hari Jumat aku akan tinggal lebih lama, sampai matahari tenggelam. Ruangan ini menawarkan pemandangan strategis untuk menggalau, di ketinggian Makassar aku bisa menikmati matahari tenggelam di laut kapanpun aku mau, kecuali jika cuaca sedang mendung. Hujan terakhir turun di kota ini tanggal 4 April lalu, saat sahabatku Echy menikah. Tampaknya musim akan segera berganti tidak lama lagi.
Akhir bulan lalu, aku harus istirahat sepekan lamanya, kata dokter aku kena gejala tipes. Alhamdulillah tidak sampai tahap tipes, Tuhan masih memberiku kekuatan. Selama tujuh hari, aku hidupku berpola, meringkuk di kamar kos yang panasnya bukan main di siang hari, menonton tivi, menelpon adik minta dibelikan makan meski nafsu makan hilang, lalu konsumsi obat pereda sakit dan multivitamin. Hari ke empat, telpon selulerku berbunyi, dengan sisa kekuatan aku bangkit dari kasur dan menggapainya. Tubuhku yang lemas makin lemah ketika melihat nama yang tertera di layar.
Mataku tidak beralih dari layar memastikan nomor itu, sampai aku benar-benar yakin itu dirinya. Aku merebahkan badan, telpon kusimpan di tempat semula, masih berdering. Aku memejamkan mata, bayangan itu pun berkelebat bersamaan dengan seiris perih yang kuanggap sudah musnah. Kenapa menelpon? Pertahananku runtuh, kisah itu tanpa diminta ditayangkan kembali oleh memoriku.
Padahal aku bisa mengadu padanya tentang keadaanku, bercerita banyak hal seperti yang selalu ingin kulakukan… Hanya, semua sudah terlambat. Kata-katanya bukan lagi energon yang memberi hidup, kini ia adalah racun mematikan. Hari ini kudapati kenyataan, mengapa ia mencariku setelah sekian lama pergi tanpa pamit. Aku melihatnya, ia tidak melihatku, ia tidak tahu aku sedang memandangnya, selalu lebih baik begitu perlakuan kita pada orang yang tidak mungkin dicintai.
Ada doa yang terjawab, keikhlasan itu telah berbuah manis, aku sudah bisa memaafkannya. Terkadang aku lupa jika pernah kehilangan dirinya… Dan sudah bukan namanya lagi yang kuselipkan dalam doaku, ketika memandang matahari yang telah tenggelam separuh, kala Jumat yang Agung berlabuh di samudera barat sana.
12 April 2012
Aku masih ingat, sebelum ke sekolah, tangan kasar mama menyisir rambutmu, mengikat beberapa bagian dengan karet, sesekali kau mengaduh karena ikatannya terlalu kuat. Karet itu lalu dipasangi jepit rambut, sebenarnya ada sepasang, tapi hari itu mama hanya memasang satu saja.
Ada sisa poni di keningmu, mama tidak menyisir ke arah bawah tapi ke samping. Mama bilang, harus cantik karena hari ini mau difoto. Kau diam saja, matamu dari tadi menatap jam dinding tua, lebih tua darimu. Jam 6, masih pagi sekali tapi matahari sudah mulai meninggi. Sebentar lagi kau ikut naik motor bapak.
Kau sangat takut difoto, kau mengira blitznya akan membuatmu buta, kau juga mengira setelah blitz itu padam, kau tiba-tiba akan berada di tempat lain.
Tibalah saatnya, namamu urutan ke sekian, ibu guru memintamu duduk di tempat yang sudah disediakan. Fotografernya seorang lelaki. Kau duduk sendiri, teman-temanmu menonton, kau gelisah mereka jadi saksi ketakutanmu.
oh itu dia, kakak itu mengarahkan kamera ke wajahmu, kau sudah siap dengan segala kemungkinan, termasuk menangis jika blitznya betul-betul melukaimu.
Ia menyuruhmu tersenyum, tapi kau tidak peduli, kekhawatiranmu mengalahkan semua rasa. Matamu tertuju di satu titik, menunggu blitz kamera, grasa grusu kapan siksaan itu akan berakhir :)
11 April 2012
10 April 2012
9 April 2012
Because of You
Karenamu aku belajar..
Tidak ada gunanya memaksakan kehendak, apalagi memaksakan pikiran dan perasaan kepada orang lain. Cinta yang sempurna adalah yang berbalas, tapi cinta yang terberkati adalah yang membebaskan manusia untuk memilih orang yang ia cintai.
Aku belajar, tidak ada gunanya melawan arus… Kau juga pasti tahu, air adalah benda yang paling lembut namun bisa membelah bebatuan. Kau memintaku agar menjalani semua ini seperti air, let it flow katamu…
Ada ungkapan ‘a window of opportunity’, percuma jika jendela sudah terbuka tapi orangnya belum siap, atau orangnya sudah siap tapi jendelanya belum terbuka. Mungkin inilah yang kujalani selama ini: kesia-siaan… Dan untuk alasan itulah mengapa engkau tidak pernah mengerti, karena memang momennya tidak tepat. Jadi apakah aku harus menunggu?
tidak…
Aku sedang mencoba... sudah berlalu segala sumpah serapahku. Kini hanya tinggal berserah diri dan berterima kasih. Aku menghargai setiap kenangan yang telah berlalu. Walau di relung-relung jiwa masih bersembunyi keinginan tuk bertemu. Aku mencoba berdamai dengan keinginan itu. Bukankah kenikmatan hidup adalah ketika engkau nasih menginginkan sesuatu namun tidak bisa mewujudkannya... Bukankah hidup selalu mengambil apa yang paling kau cintai dan parahnya lagi pada saat engkau tidak siap…
Karenamu, aku jadi tahu, tidak ada gunanya memaksa engkau berpikir seperti caraku berpikir. Itulah kuasa Tuhan… BBiar Ia yang bekerja menjungkirbalikkan isi hati manusia. Karena satu saja yang kuharap darimu, aku ingin kau mengerti. Itu saja...